BERITA duka itu datang mengguncang. Ahmad Imam Ghozali (38 tahun) berpulang. Tuhan pasti punya rencana baik di balik misteri ajal, termasuk cara memanggil dan keadaan yang menyokongnya. Aktivis hukum, HAM, dan penggiat pemberdayaan masyarakat itu menemui Sang Khalik dalam kesendirian, tanpa keluarga, kawan, atau kerabat. Bahkan, kematiannya baru diketahui Senin siang lalu, lebih dari 36 jam setelah almarhum melepas napas terakhir.
Kemarin, duka yang dalam menggenangi batin puluhan teman saat melepas jasad ayah dua putra ini di Bandara Radin Inten II Branti. Almarhum diterbangkan ke Pulau Bangka, tanah kelahirannya. Tepat pukul 11.00, pesawat yang membawa jasad Imam lenyap dari pandangan mata, memasuki awan kemukus yang redup dan langit yang mengatup.
Teman-teman seperjuangan, mungkin juga masyarakat Lampung yang pernah terkena sentuhan keikhlasan anak keenam dari sebelas bersaudara kelahiran 6 Juni 1972 ini, mesti rela ditinggal selamanya.
Jumat malam kemarin saya dan Imam terakhir bertemu, makan sop buntut, lalu menelusuri waktu dengan berbincang panjang. Mulai rencana konsolidasi barisan prodemokrasi di Lampung, evaluasinya terhadap situasi politik dan pergerakan daerah ini, sampai urusan sepak bola Piala Champions plus "kelakuan" Jose “The Special One” Mourinho pelatih klub raksasa Spanyol, Real Madrid.
Gayanya tak berubah. Dia tetap out spoken dan jernih. Wawasannya luas. Pemetaannya akurat. Sikapnya jelas. Visinya terang. Tak ada kesombongan dalam dirinya. Enak sekali mengobrol dengan Imam. Bicaranya antusias. Badan dicondongkan ke depan, terkadang mata menyipit. Sesekali tangannya bergerak, memberi tambahan intonasi.
Asap rokok rimbun di mulutnya; dan dia lepas seirama aliran kalimat. Kopi yang telah dingin malam itu diseruput cepat, dia isap sisa terakhir nikotin yang terbakar, lalu menghembus kuat-kuat. Artinya, pembicaraan telah naik level keseriusannya.
Banyak rencana yang dia paparkan, termasuk cara mencapainya. Tak ada tanda-tanda Imam bakal pamit, termasuk ketika almarhum berat melepasku pulang, kendati angin mulai menggempur tulang di pelataran samping hotel samping taman terbuka, dan kerah baju terpaksa kami tinggikan.
Almarhum memang aktivis tulen. Sulit menariknya lepas dari ikatan nilai kerakyatan yang dilakoninya sepenuh jiwa. Dia senang mendirikan dan membesarkan lembaga, dan bergerak lagi ke lembaga lain sambil melebarkan buluh nadi perjuangannya.
Sejak masuk Lampung 1997, Imam terlibat dalam pendirian Serikat Pengacara Indonesia (SPI) Provinsi Lampung, pendiri Posko Paralegal Bantuan Hukum Masyarakat Lampung, Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Lampung, deklarator Gerakan Perempuan Lampung. Begitu pula dengan pendirian Kantor bantuan Hukum (KBH), Perkumpulan Damar, dll. Di mata rekan sejawat, sepanjang hayat yang tergolong singkat itu, Imam sudah mendonasikan diri dan sebagian besar waktunya di jalan bermanfaat.
Ketika kematian menjemput, secara gradual raga kita terurai kembali: dari individu dan jasad yang utuh, organ, jaringan, sel, molekul, atom, ke zarah subatom. Kulit, otot, dan tulang semua terurai menjadi tak kasat mata, menjadi fosfor, fosfat, natrium, kalsium-hidrogen, sulfur yang menyuburkan alam sekitar. Dan zat yang telah menjelma menjadi jutaan atom ini lalu melayang di udara—lalu dihirup lagi oleh segala yang hidup...
Hal baik berbuah baik. Niat mulia mendatangkan kemuliaan. Tuhan menciptakan dan menjaga alam fana ini dengan hukum fisika yang amat sempurna. Sampai kelak kita dipertemukan lagi di keabadian akhirat. Sampai jumpa di sana, Sahabat. (HERI WARDOYO)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 27 April 2011
saya hanya ingin blogwalking>>..
ReplyDeleteblog anda juga bagus>..
dan jika berniat liat blog saya kunjungin balik jja!!!!!