Oleh Arman AZ
BEBERAPA tahun lalu, dalam buku lama terbitan Dinas P & K Provinsi Lampung tahun 80-an, saya memergoki nama Atje Padmawiganda (selain Kamaroeddin dan Mas Arga, nama yang lebih dulu familiar dalam sejarah pers di Lampung) dan perannya dalam penerbitan koran di Lampung. Nama itu mengeram dalam memori saya karena nyaris tidak pernah terdengar.
Hingga akhirnya saya bersua lagi dengan nama Atje, kali ini lengkap dengan arsip koran Medan Ra’jat di Perpustaan Leiden, Belanda. Apa yang selama ini saya ketahui tentang masa-masa awal kehidupan pers di Lampung, ternyata belum lengkap dan berbeda (jika tak mau dibilang keliru atawa tidak tepat).
BEBERAPA tahun lalu, dalam buku lama terbitan Dinas P & K Provinsi Lampung tahun 80-an, saya memergoki nama Atje Padmawiganda (selain Kamaroeddin dan Mas Arga, nama yang lebih dulu familiar dalam sejarah pers di Lampung) dan perannya dalam penerbitan koran di Lampung. Nama itu mengeram dalam memori saya karena nyaris tidak pernah terdengar.
Koran Medan Ra'jat, Soeara Lampoeng, Fadjar Soematera, dan Pengharapan Banten koleksi perpustakaan Universitas Leiden (Foto: Arman AZ) |
Hingga akhirnya saya bersua lagi dengan nama Atje, kali ini lengkap dengan arsip koran Medan Ra’jat di Perpustaan Leiden, Belanda. Apa yang selama ini saya ketahui tentang masa-masa awal kehidupan pers di Lampung, ternyata belum lengkap dan berbeda (jika tak mau dibilang keliru atawa tidak tepat).