HAWA lautan Teluk Lampung tidak terlalu panas, cukup cerah. Matahari nyaman bersembunyi dalam dekapan awan. Suasana seperti itu sangat asyik untuk menelusuri pesisir Bandar Lampung.
Dengan perahu kecil bertenaga 16 pk, perjalanan mengelilingi pesisir Bandar Lampung dimulai dari daerah Kecamatan Panjang, tepatnya di dekat kilang milik Pertamina. Sebanyak 15 wartawan dan beberapa aktivis NGO lingkungan, Mitra Bentala, dan beberapa anak buah kapal naik dalam satu kapal suatu siang pekan lalu.
Saat naik dari kapal pemandangan yang menjadi pusat perhatian berupa sampah-sampah yang mengambang di pantai. Air pantai pun agak
kehitaman.
Mengelilngi pesisir Bandar Lampung ini bukan agenda wisata. Hanya menyaksikan kebersihan pantai. Pemkot Bandar Lampung memang belum menjadikan berkeliling pesisir menjadi kegiatan wisata.
Bandar Lampung memiliki hamparan pesisir yang cukup panjang. Membentang dari Lempasing hingga Srengsem yang panjangnya 27,01 km. Teluk Lampung yang berada di Kota Tapis Berseri dikenal dengan bentang alam yang indah karena dikeliling bukit. Pemandangan ini sangat terlihat ketika berada di atas kapal.
Perbukitan mengelilingi pesisir. Sayang, bukit yang menjadi mitigasi alam ini dihancurkan oleh manusia. Seperti yang terlihat di Bukit Kunyit yang hampir sebagian sudah hancur. Bukti di pinggir pantai bisa menjadi pelindung bila terjadi tsunami.
”Sudah lama para aktivis lingkungan menolak penghentian penambangan batu di Bukit Kunyit, tapi terus saja jalan sampai sekarang,” kata aktivis Mitra Bentala, Supriyanto.
Sebetulnya, pesisir Bandar Lampung lebih bagus ketimbang Pantai Losari, Makassar. Hal ini diakui pada saat pengkajian water front city (WFC) Bandar Lampung oleh beberapa ahli. Keunggulan pesisir Bandar Lampung adalah bukit-bukit yang menjulang tinggi bak penjaga pantai.
Topografi pesisir pun sangat unik karena bentuknya menyerupai tapal kuda, atau seperti pantai yang berbentuk huruf ”U”. Topografi pantai ini tidak ditemukan di daerah lain.
Saat berada di perairan wilayah Panjang, banyak sekali kapal-kapal besar yang bersandar. Perahu kami pun harus berlayar tepat di samping kapal-kapal raksasa yang sedang berlabuh.
Menurut salah satu ABK, banyaknya kapal di perairan Panjang karena menunggu giliran untuk berlabuh di Pelabuhan Panjang. Kapal besar ini terkadang menunggu berhari-hari untuk bisa masuk ke pelabuhan. ”Kapal itu lagi pada ngetem sebelum masuk ke Pelabuhan Pelindo,” kata dia.
Perjalanan lewat laut begitu dekat dengan kilang Pertamina dan Pelabuhan Panjang. Kita dapat menyaksikan langsung bagaimana aktivitas pelabuhan internasional ini. Alat-alat pelabuhan, seperti jib crane, untuk mengangkat peti kemas dari kapal, begitu dekat.
Pemandangan berlanjut dengan melihat perkampungan nelayan tradisional, seperti Pulau Pasaran, Keteguhan, dan Bumi Waras. Kapal-kapal nelayan berbaris bersandar di pantai. Rumah-rumah yang berdiri di atas pantai masih banyak terlihat. Sampah menumpuk menjadi pelengkap dan simbol keberadaan daerah nelayan.
Aktivis Mitra Bentala, Mashabi, menuturkan sampai pesisir sudah mulai berkurang melalui program bersih pantai yang dilakukan gabungan LSM lingkungan dengan Pemkot. Ribuan karung sampah berhasil diangkut dari pantai.
Sampah juga masih terlihat di jalur yang kapal kami lalui. Sampah plastik mengambang dan membentuk pola garis melingkar-lingkar. Sampah ini seperti berbaris rapi dari pinggir pantai hingga beberapa ratus meter ke tengah laut.
Sampah inilah yang membuat kapal macet beberapa kali. ”Sampah menyangkut di baling-baling kapal,” kata seorang ABK. Dia pun langsung turun dan menyelam untuk membersihkan sampah di baling-baling.
Banyaknya sampah ini membuat ABK harus beberapa kali menyelam dan membersihkan baling-baling dari sampah. ABK yang lain pun harus mengengkol untuk menghidupkan kapal kembali.
Sampah inilah yang terasa mengganggu perjalanan. Naik kapal dari Panjang ke Lempasing memerlukan waktu hingga satu jam lebih.
Pemandangan yang tidak kalah mewah adalah pulau-pulai kecil yang ada di sekitar Teluk Lampung. Pulau yang sangat jelas dan dekat adalah Pulau Kubur. Pulau kecil yang tidak berpenghuni ini memang menjadi daerah wisata dari pesisir Bandar Lampung.
Tempat wisata lain yang dilalui adalah Pantai Puri Gading dan Pantai Duta Wisata. Kedua pantai ini memang berdekatan. Pondok-pondok
sekitar pantai berjajar rapi. Beberapa pondok ditempati oleh pengunjung pantai yang sedang bersantai.
Teluk Lampung masih menyimpan populasi tumbuhan mangrove. Letaknya di dekat Pantai Puri Gading. Namun, belum ada upaya pelestarian mangrove oleh Pemkot Bandar Lampung.
Pantai dengan panjar mencapai 27 km ini ternyata tidak ramah lagi bagi nelayan dan orang yang suka memancing. Sepanjang perjalanan, kami menemukan hanya ada dua kapal nelayan kecil yang sedang memancing.
Teluk Lampung hampir tidak memiliki ikan karena rusaknya ekosistem pantai. Nelayan di pesisir Bandar Lampung harus berlayar hingga puluhan kilometer dari Teluk Lampung untuk mencari ikan.
Perjalanan kembali ke Panjang sudah hampir sore, pukul 14.00 lebih. Rasa lapar memang tidak bisa dikompromikan. Beruntung salah satu warga di Panjang Selatan, Rini, sudah menyiapkan. Nasi panas, ikan asin, tempe goreng, sayur asam, dan aneka lalapan. Suasana siang yang lumayan panas menambah selera makan. Bahkan, seorang wartawan radio menambah nasi hingga tiga kali.
Ikan asin yang disuguhkan begitu mantap. Tapi yang pasti ikan itu bukan dari Teluk Lampung. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 11 Maret 2012 06:16
Bila Anda akan mengadakan dan menyelenggarakan kegiatan di seputar Teul Lampung, sperti: Pulau Pahawang, Kelagian, Tanjung Putus dan sekitarnya, kami menyediakan berbagai akomodasi dan akan membantu Anda menyusun serta merancang kegiatan hingga tuntas acara. Hubungi kami GRIYA BHUANA - Lampung outdoor activities.
ReplyDelete