BANDAR LAMPUNG (Lampost): Maestro Tari Indonesia Sardono W. Kusumo tertarik menggarap naskah Syair Lampung Karam. Naskah Syair Lampung Karam yang ditulis Muhammad Saleh ini mengisahkan tentang dahsyatnya letusan Krakatau tahun 1883.
Hal itu dikatakan Sardono W. Kusumo dalam dialog dengan Rektor ISI Padang Panjang Mahdi Bahar, Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Hari Jayaningrat, dan Christian Heru Cahyo Saputro dari Jung Foundation Lampung Heritage. Hadir pula koreografer asal Lampung Helda Yosiana di Galeri Semarang belum lama ini.
Menurut koreografer yang akrab disapa Mas Don ini, laporan pandangan mata tentang bencana Krakatau yang disampaikan dalam bentuk syair oleh Muhammad Saleh sangat humanis. Syair Lampung Karam ditulis tak sekadar merekam peristiwa secara romantik, tetapi sangat substansial.
Syair Lampung Karam merupakan salah satu sumbangan Lampung yang sangat penting untuk mengokohkan seni Melayu ada di Indonesia. "Syair Lampung Karam bisa digarap menjadi seni pertunjukkan dengan kolaborasi melibatkan berbagai tangkai seni dan multimedia," kata maestro tari yang kini juga mengakrabi dunia seni lukis.
Sementara itu, Rektor ISI Padang Panjang Mahdi Bahar mengatakan Syair Lampung Karam sarat dengan ajaran moral. Naskah Syair Lampung Karam yang terdiri dari 375 bait ini merujuk kepada latar belakang adanya kebobrokan moral masyarakat dan kesewenang-wenangan penjajah sehingga turunlah azab melalui letusan Krakatau.
"Syair ini mengingatkan mengapa bencana gempa bumi dan tsunami sering terjadi akhir-akhir ini. Kejadian ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan merupakan azab Tuhan untuk mengingatkan kita agar kembali ke jalan-Nya," ujar Mahdi Bahar.
Mahdi mengatakan Syair Lampung Karam yang ditulis Muhammad Saleh membuktikan bangsa kita pun ternyata cukup pintar dalam melaporkan suatu peristiwa alam dalam bentuk syair.
"Syair ini sekaligus menunjukkan kearifan lokal Melayu itu sarat dengan kebajikan. Syair ini tak sekadar laporan, tetapi berisi muatan moral berupa tuntunan," kata dia. (ZUL/K-2)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 9 Mei 2012
Hal itu dikatakan Sardono W. Kusumo dalam dialog dengan Rektor ISI Padang Panjang Mahdi Bahar, Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Hari Jayaningrat, dan Christian Heru Cahyo Saputro dari Jung Foundation Lampung Heritage. Hadir pula koreografer asal Lampung Helda Yosiana di Galeri Semarang belum lama ini.
Menurut koreografer yang akrab disapa Mas Don ini, laporan pandangan mata tentang bencana Krakatau yang disampaikan dalam bentuk syair oleh Muhammad Saleh sangat humanis. Syair Lampung Karam ditulis tak sekadar merekam peristiwa secara romantik, tetapi sangat substansial.
Syair Lampung Karam merupakan salah satu sumbangan Lampung yang sangat penting untuk mengokohkan seni Melayu ada di Indonesia. "Syair Lampung Karam bisa digarap menjadi seni pertunjukkan dengan kolaborasi melibatkan berbagai tangkai seni dan multimedia," kata maestro tari yang kini juga mengakrabi dunia seni lukis.
Sementara itu, Rektor ISI Padang Panjang Mahdi Bahar mengatakan Syair Lampung Karam sarat dengan ajaran moral. Naskah Syair Lampung Karam yang terdiri dari 375 bait ini merujuk kepada latar belakang adanya kebobrokan moral masyarakat dan kesewenang-wenangan penjajah sehingga turunlah azab melalui letusan Krakatau.
"Syair ini mengingatkan mengapa bencana gempa bumi dan tsunami sering terjadi akhir-akhir ini. Kejadian ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan merupakan azab Tuhan untuk mengingatkan kita agar kembali ke jalan-Nya," ujar Mahdi Bahar.
Mahdi mengatakan Syair Lampung Karam yang ditulis Muhammad Saleh membuktikan bangsa kita pun ternyata cukup pintar dalam melaporkan suatu peristiwa alam dalam bentuk syair.
"Syair ini sekaligus menunjukkan kearifan lokal Melayu itu sarat dengan kebajikan. Syair ini tak sekadar laporan, tetapi berisi muatan moral berupa tuntunan," kata dia. (ZUL/K-2)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 9 Mei 2012
No comments:
Post a Comment