BANDARLAMPUNG – Sejarah berdirinya Provinsi Lampung yang dimulai dari zaman kerajaan ribuan tahun silam terus menarik untuk disimak. Masih terjadi perdebatan, saling klaim, dan kesimpangsiuran data siapakah kerajaan tertua di Provinsi Lampung. Saat ini, sejumlah aktivis sedang giat menggali data sejarah Lampung yang terserak dengan menerjemahkan sebuah buku langka untuk menguak sejarah. Bagaimana kisahnya?
Beberapa aktivis yang tengah meneliti sejarah kerajaan tertua yang menjadi cikal bakal Lampung itu antara lain Ariyanto Yusuf dan Slamet Budiono. Keduanya sudah dua tahun ini meneliti berbagai literatur sejarah Lampung.
’’Meski bukan budayawan, kami terpanggil untuk menguak sejarah Lampung sebenarnya seperti apa. Kami bukan memantik kontroversi. Tetapi fakta dan sejarah yang kita temukan, mari kita explore bersama. Salah satunya, ternyata juga ada data siapakah kerajaan tertua di Lampung itu,” kata Ariyanto kemarin.
Aktivis Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSSbik) ini menerangkan, ekspedisi mencari data-data dan literatur sejarah sudah dilakukannya pada 20 Oktober 2011 ke Belanda, yang notabene adalah penjajah Republik Indonesia. Bersama Slamet yang juga aktivis prodemokrasi, keduanya menemukan hal-hal yang mengejutkan. Antara lain, banyak data seperti berkas, foto-foto, bahkan penggalan buku yang sudah hampir punah masih tersimpan rapi di museum dan perpustakaan di Negeri Kincir Angin tersebut.
’’Kami ke dua tempat, yaitu Tropen Museum di Linnaeusstraat 2 Amsterdam dan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde), Leiden. Di Tropen lebih banyak foto-foto dan benda, sedangkan di KITLV adalah Perpustakaan Negeri Belanda. Di tempat ini ada sambutan Gubernur Lampung Zainal Abidin Pagar Alam berupa laporan gubernur kepala daerah Propinsi Lampung saat kunjungan Presiden RI tanggal 15-17 Djuli 1968. Padahal di Lampung, kita sulit menemukannya,” ujar Ariyanto seraya mengatakan, kala itu dia ke Belanda dalam rangka mempelajari sistem drainase dan pedestrian untuk Kota Bandarlampung.
’’Jadi ekspedisi tim kecil ini adalah secara independen,” tuturnya.
Selain itu, imbuh Ariyanto, juga ditemukan buku yang hampir punah soal sejarah Lampung yang difoto dan disimpan di microchip serta bisa dilihat dengan proyektor.
Dari sekian banyak literatur yang dikumpulkan Aryanto dan Slamet, ada sebuah buku langka berbahasa Jawa halus berjudul Lampoeng, Tanah Lan Tijangipoen yang ditulis oleh K.R.T.A.A. Probonegoro yang merupakan bupati Betawi (Jakarta). Buku ini dicetak oleh Bale Poestaka Batavia-C pada tahun 1940.
’’Sampai saat ini kami sedang berupaya menerjemahkan buku yang literaturnya berasal abad 18 serta sebelum Krakatau meletus tahun 1883. Kami targetkan secepatnya, karena isinya sangat menarik dan menambah wawasan sejarah. Di antaranya menguak sejarah kerajaan tertua di Lampung, di mana berbeda dengan literatur yang beredar selama ini. Pijakan dari buku ini kemudian kami cross check dengan fakta sejarah, termasuk lokasi dan kebendaannya di Lampung,” papar dia. (bersambung/p7/c1/gus)
Sumber: Radar Lampung, Senin, 21 Januari
Beberapa aktivis yang tengah meneliti sejarah kerajaan tertua yang menjadi cikal bakal Lampung itu antara lain Ariyanto Yusuf dan Slamet Budiono. Keduanya sudah dua tahun ini meneliti berbagai literatur sejarah Lampung.
’’Meski bukan budayawan, kami terpanggil untuk menguak sejarah Lampung sebenarnya seperti apa. Kami bukan memantik kontroversi. Tetapi fakta dan sejarah yang kita temukan, mari kita explore bersama. Salah satunya, ternyata juga ada data siapakah kerajaan tertua di Lampung itu,” kata Ariyanto kemarin.
Aktivis Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSSbik) ini menerangkan, ekspedisi mencari data-data dan literatur sejarah sudah dilakukannya pada 20 Oktober 2011 ke Belanda, yang notabene adalah penjajah Republik Indonesia. Bersama Slamet yang juga aktivis prodemokrasi, keduanya menemukan hal-hal yang mengejutkan. Antara lain, banyak data seperti berkas, foto-foto, bahkan penggalan buku yang sudah hampir punah masih tersimpan rapi di museum dan perpustakaan di Negeri Kincir Angin tersebut.
’’Kami ke dua tempat, yaitu Tropen Museum di Linnaeusstraat 2 Amsterdam dan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde), Leiden. Di Tropen lebih banyak foto-foto dan benda, sedangkan di KITLV adalah Perpustakaan Negeri Belanda. Di tempat ini ada sambutan Gubernur Lampung Zainal Abidin Pagar Alam berupa laporan gubernur kepala daerah Propinsi Lampung saat kunjungan Presiden RI tanggal 15-17 Djuli 1968. Padahal di Lampung, kita sulit menemukannya,” ujar Ariyanto seraya mengatakan, kala itu dia ke Belanda dalam rangka mempelajari sistem drainase dan pedestrian untuk Kota Bandarlampung.
’’Jadi ekspedisi tim kecil ini adalah secara independen,” tuturnya.
Selain itu, imbuh Ariyanto, juga ditemukan buku yang hampir punah soal sejarah Lampung yang difoto dan disimpan di microchip serta bisa dilihat dengan proyektor.
Dari sekian banyak literatur yang dikumpulkan Aryanto dan Slamet, ada sebuah buku langka berbahasa Jawa halus berjudul Lampoeng, Tanah Lan Tijangipoen yang ditulis oleh K.R.T.A.A. Probonegoro yang merupakan bupati Betawi (Jakarta). Buku ini dicetak oleh Bale Poestaka Batavia-C pada tahun 1940.
’’Sampai saat ini kami sedang berupaya menerjemahkan buku yang literaturnya berasal abad 18 serta sebelum Krakatau meletus tahun 1883. Kami targetkan secepatnya, karena isinya sangat menarik dan menambah wawasan sejarah. Di antaranya menguak sejarah kerajaan tertua di Lampung, di mana berbeda dengan literatur yang beredar selama ini. Pijakan dari buku ini kemudian kami cross check dengan fakta sejarah, termasuk lokasi dan kebendaannya di Lampung,” papar dia. (bersambung/p7/c1/gus)
Sumber: Radar Lampung, Senin, 21 Januari
No comments:
Post a Comment