Menanggapi pemberitaan Lampung Post, Senin, 2 April 2007, halaman 2 berjudul: "Peninggalan Sejarah Banyak Tak Terurus" (di Lampung), yaitu tentang nuansa masa kini yang kebanyakan orang tidak menghargai "peninggalan sejarah". Seperti yang dikeluhkan Dr. Arifin Nitiprajo Tegamoan yang diberitakan Lampung Post tersebut, saya kira ratapan beliau tersebut adalah benar dan perlu menjadi perhatian pemerintah yang menangani kesejarahan.
Malah pada hemat saya, peninggalan sejarah di Lampung bukan hanya banyak tak terurus, bahkan ada yang menyayat perasaan kami, pelaku sejarah, yaitu ada peninggalan sejarah yang dibuang (dihilangkan) dengan persetujuan pihak resmi.
Seperti monumen permanen, bukti sikap responsif (dukungan penuh) bangsa Indonesia di daerah transmigrasi dan di seluruh Lampung Tengah, sikap antusias menyambut proklamasi 17 Agustus 1945. Monumen berbentuk "kapal", yaitu yang dulu ada di pinggir utara Lapangan Merdeka Kota Metro, yang kini telah dijadikan "Taman Hiburan Kota".
Monumen tersebut mengandung arti dan simbolik penting bagi para anak cucu ke depan. Monumen itu dibuat atas partisipasi spontanitas daya dan semua dana dari lapisan masyarakat (milik masyarakat), berfungsi kesejarahan, penggeloraan semangat bangsa di Lampung Tengah (bentuk lama), buat bersatu-padu membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di monumen tersebut pernah berpidato Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ketua Dewan Pertimbangan Agung pertama R.M. Suryo, Sri Sultan Hamengku Buwono ke-IX. Juga, Sub Gubernur Sumatera Selatan drg. A.K. Gani, Residen Lampung RI pertama Mr. A. Abbas, Kepala Daerah Lampung Tengah pertama Boerhanoeddin.
Salah besar dan berdosa bagi mereka yang menyetujui pembuangan monumen tersebut.
H.M. Arief Mahya
Jalan Flamboyan III No. 1
Bandar Lampung
Sumber: Lampung Post, Kamis, 5 April 2007
No comments:
Post a Comment