Oleh Dian Wahyu Kusuma
SEKECIL apa pun, upaya untuk mendekatkan bahasa Lampung ke masyarakat Lampung sangat penting dilakukan. Ketua MGMP Bahasa Lampung Warsiem menawarkan kursus bahasa Lampung. Lalu Tri Sujarwo Songha dari Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung menyatakan siap membantu dan ingin menjadi siswa pertamanya.
Hal lain, kata Warsiem, mutlak perlu dibukanya program S-1 pendidikan bahasa dan sastra lampung. "Ini perlu. Apalagi persyarakatan guru dan untuk mengikuti sertifikasi kan harus sarjana. Selain itu, untuk menghindari kehilangan dan kekosongan guru Bahasa Lampung," ujarnya.
Pembukaan program studi bahasa Lampung, kata Warsiem, sangat berguna untuk meregenerasi guru Bahasa Lampung.
Pengamat sosial budaya, Karina Lin, bahkan mengusulkan Unila membuka fakultas sastra atau fakultas ilmu budaya yang di dalamnya ada jurusan sastra. "Revitalisasi bahasa Lampung tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan ilmu-ilmu humaniora lain, seperti antropologi, sejarah, dan sastra. Inilah urgennnya fakultas ilmu budaya itu," ujarnya.
Pemberdayaan bahasa Lampung itu, tidak bisa hanya melulu memperhatikan pengajarannya saja. "Perlu juga diperhatikan seniman, sastrawan, dan sektor-sektor ekonomi kreatif lain yang menggunakan bahasa Lampung sebagai alat kreatifnya," kata alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unila ini.
Pemimpin Redaksi Siger TV Rahmad Sudirman pernah mengatakan hendaknya stakeholder di Lampung melobi pengajar di jurusan antropologi untuk menjadikan bahasa dan budaya Lampung sebagai bahan ajar mata kuliah antropologi sebagai awalannya.
Staf pengajar FKIP Unila, Kahfie Nazaruddin, menyambut baik ide pendirian fakultas ilmu budaya. "Akan bagus sekali dan bisa membantu pengembangan bahasa, sastra, dan budaya Lampung," katanya.
Sastrawan Alexander G.B. mengusulkan agar pemakaian bahasa Lampung dalam bentuk teks perlu diperbanyak. Upaya-upaya menerbitkan menulis dan membukukan sastra berbahasa Lampung misalnya, telah dilakukan Udo Z. Karzi, Asarpin, dan lain-lain. Dewan Kesenian Lampung (DKL) sempat pula menerbitkan karya klasik Lampung Warahan Radin Jambat dan Tetimbai Dayang Rindu. Bila perlu menerjemahkan karya-karya asing ke bahasa Lampung.
Upaya sastrawan Isbedy Stiawan Z.S. yang mengambil sumber-sumber lokal Lampung ke dalam karya-karyanya juga perlu diapresiasi. Terakhir, ia menerbitkan kitab cerpen berjudul Perempuan di Rumah Panggung sangat menarik untuk ditelaah dalam kaitannya dengan budaya Lampung.
Cerpenis Yulizar Fadli menambahkan upaya menghidupkan bahasa Lampung bisa juga dengan melibatkan ekonomi kreatif upaya konfeksi, penerbitan, dan lain-lain. "Misalnya, buat kaus bertulis 'Mak Dawah Mak Dibingi' dan dijual. Buat stiker banyak-banyak pakai bahasa Lampung. Dan banyak lagi," ujarnya.
Pada akhirnya, semua itu tidak bisa jika hanya berhenti pada tataran wacana. "Harus dimulai dengan aksi nyata. Apa yang bisa dikerjakan, lakukan," kata Warsiem. Nah, semangat dong! (P1)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 24 Oktober 2013
SEKECIL apa pun, upaya untuk mendekatkan bahasa Lampung ke masyarakat Lampung sangat penting dilakukan. Ketua MGMP Bahasa Lampung Warsiem menawarkan kursus bahasa Lampung. Lalu Tri Sujarwo Songha dari Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung menyatakan siap membantu dan ingin menjadi siswa pertamanya.
Hal lain, kata Warsiem, mutlak perlu dibukanya program S-1 pendidikan bahasa dan sastra lampung. "Ini perlu. Apalagi persyarakatan guru dan untuk mengikuti sertifikasi kan harus sarjana. Selain itu, untuk menghindari kehilangan dan kekosongan guru Bahasa Lampung," ujarnya.
Pembukaan program studi bahasa Lampung, kata Warsiem, sangat berguna untuk meregenerasi guru Bahasa Lampung.
Pengamat sosial budaya, Karina Lin, bahkan mengusulkan Unila membuka fakultas sastra atau fakultas ilmu budaya yang di dalamnya ada jurusan sastra. "Revitalisasi bahasa Lampung tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan ilmu-ilmu humaniora lain, seperti antropologi, sejarah, dan sastra. Inilah urgennnya fakultas ilmu budaya itu," ujarnya.
Pemberdayaan bahasa Lampung itu, tidak bisa hanya melulu memperhatikan pengajarannya saja. "Perlu juga diperhatikan seniman, sastrawan, dan sektor-sektor ekonomi kreatif lain yang menggunakan bahasa Lampung sebagai alat kreatifnya," kata alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unila ini.
Pemimpin Redaksi Siger TV Rahmad Sudirman pernah mengatakan hendaknya stakeholder di Lampung melobi pengajar di jurusan antropologi untuk menjadikan bahasa dan budaya Lampung sebagai bahan ajar mata kuliah antropologi sebagai awalannya.
Staf pengajar FKIP Unila, Kahfie Nazaruddin, menyambut baik ide pendirian fakultas ilmu budaya. "Akan bagus sekali dan bisa membantu pengembangan bahasa, sastra, dan budaya Lampung," katanya.
Sastrawan Alexander G.B. mengusulkan agar pemakaian bahasa Lampung dalam bentuk teks perlu diperbanyak. Upaya-upaya menerbitkan menulis dan membukukan sastra berbahasa Lampung misalnya, telah dilakukan Udo Z. Karzi, Asarpin, dan lain-lain. Dewan Kesenian Lampung (DKL) sempat pula menerbitkan karya klasik Lampung Warahan Radin Jambat dan Tetimbai Dayang Rindu. Bila perlu menerjemahkan karya-karya asing ke bahasa Lampung.
Upaya sastrawan Isbedy Stiawan Z.S. yang mengambil sumber-sumber lokal Lampung ke dalam karya-karyanya juga perlu diapresiasi. Terakhir, ia menerbitkan kitab cerpen berjudul Perempuan di Rumah Panggung sangat menarik untuk ditelaah dalam kaitannya dengan budaya Lampung.
Cerpenis Yulizar Fadli menambahkan upaya menghidupkan bahasa Lampung bisa juga dengan melibatkan ekonomi kreatif upaya konfeksi, penerbitan, dan lain-lain. "Misalnya, buat kaus bertulis 'Mak Dawah Mak Dibingi' dan dijual. Buat stiker banyak-banyak pakai bahasa Lampung. Dan banyak lagi," ujarnya.
Pada akhirnya, semua itu tidak bisa jika hanya berhenti pada tataran wacana. "Harus dimulai dengan aksi nyata. Apa yang bisa dikerjakan, lakukan," kata Warsiem. Nah, semangat dong! (P1)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 24 Oktober 2013
No comments:
Post a Comment