Oleh Rudiyansyah
Fakultas itu sudah direncanakan sejak Rektor Margono Slamet. Mungkin karena pergeseran paradigma, akhirnya rencana tersebut dimentahkan.
SEMANGAT konkret menyelamatkan budaya lokal benar-benar dilakukan para budayawan Lampung. Sebuah petisi untuk segera didirikan fakultas ilmu budaya (FIB) di Lampung telah diedarkan dan mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan.
Juperta Panji Utama, penyair, salah satu motor pengembalian Kamus Bahasa Lampung van der Tuuk mendukung petisi yang beredar melalui jejaring sosial Facebook tersebut.
Ia berharap universitas sebagai lembaga yang paling berperan dalam berdirinya FIB segera mengambil langkah konkret. “Sudah seharusnya Unila sebagai kampus terbesar di Lampung sadar diri akan peran lembaga yang juga mengemban visi pengembangan budaya. Jika universitas selalu mempertimbangkan siapa nantinya yang menjadi mahasiswa, berarti universitas tak mampu memperjuangkan,” ujarnya saat dihubungi Lampung Post kemarin.
Sama halnya dengan Panji, Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Hari Jayaningrat juga menganggap berdirinya FIB sebagai upaya penyelamatan budaya lokal sangat diperlukan.
Tentang adanya petisi, Hari juga menyatakan dukungannya. “Berdirinya FIB merupakan langkah awal revitalisasi budaya Lampung,” ujarnya.
Hari juga berharap petisi tersebut tak mendapat antipati. Namun, menjadi langkah awal gerakan bersama para budayawan memperjuangkan kepentingan bersama. “DKL sebagai bagian dari pemerintah dalam mengembangkan kebudayaan siap menggalang gerakan bersama untuk membahas petisi pendirian FIB tersebut kepada DPRD hingga pemerintah daerah,” kata dia.
FIB Pernah Direncanakan
Akademisi Universitas Lampung, Syarief Makhya, mengatakan, pembentukan FIB sebenarnya sudah menjadi bagian dalam perencanaan pengembangan institusi. Namun, Syarif mengakui rencana tersebut akahirnya tak pernah digulirkan lagi hingga saat ini.
“Fakultas itu sudah direncanakan sejak Rektor Margono Selamet, akan tetapi dulu bernama fakultas sastra. Mungkin karena pergeseran paradigma dalam pendirian sebuah fakultas saat ini lebih mempertimbangankan kebutuhan pasar, akhirnya rencana tersebut dimentahkan,” ujar dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ini.
Syarief menilai segmen pasar seperti yang dipertimbangkan Dikti tidak selamanya berlaku, karena di balik pendirian FIB ada kewajiban negara dalam melestarikan kebudayaan. “Melestarikan kebudayaan adalah kewajiban negara dan FIB adalah upaya untuk melestarikan budaya tersebut,” kata dia.
Dia juga menyatakan menjadi bagian masyarakat yang akan mendukung petisi untuk didirikannya FIB di Lampung. Sebab, dia yakin jika FIB berdiri nantinya akan ada sebuah institusi yang akan benar-benar konsentrasi terhadap pengembangan kebudayaan melalui berbagai riset dan pengajaran. (S3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 6 Maret 2014
Fakultas itu sudah direncanakan sejak Rektor Margono Slamet. Mungkin karena pergeseran paradigma, akhirnya rencana tersebut dimentahkan.
Juperta Panji Utama |
Juperta Panji Utama, penyair, salah satu motor pengembalian Kamus Bahasa Lampung van der Tuuk mendukung petisi yang beredar melalui jejaring sosial Facebook tersebut.
Ia berharap universitas sebagai lembaga yang paling berperan dalam berdirinya FIB segera mengambil langkah konkret. “Sudah seharusnya Unila sebagai kampus terbesar di Lampung sadar diri akan peran lembaga yang juga mengemban visi pengembangan budaya. Jika universitas selalu mempertimbangkan siapa nantinya yang menjadi mahasiswa, berarti universitas tak mampu memperjuangkan,” ujarnya saat dihubungi Lampung Post kemarin.
Sama halnya dengan Panji, Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Hari Jayaningrat juga menganggap berdirinya FIB sebagai upaya penyelamatan budaya lokal sangat diperlukan.
Tentang adanya petisi, Hari juga menyatakan dukungannya. “Berdirinya FIB merupakan langkah awal revitalisasi budaya Lampung,” ujarnya.
Hari juga berharap petisi tersebut tak mendapat antipati. Namun, menjadi langkah awal gerakan bersama para budayawan memperjuangkan kepentingan bersama. “DKL sebagai bagian dari pemerintah dalam mengembangkan kebudayaan siap menggalang gerakan bersama untuk membahas petisi pendirian FIB tersebut kepada DPRD hingga pemerintah daerah,” kata dia.
FIB Pernah Direncanakan
Akademisi Universitas Lampung, Syarief Makhya, mengatakan, pembentukan FIB sebenarnya sudah menjadi bagian dalam perencanaan pengembangan institusi. Namun, Syarif mengakui rencana tersebut akahirnya tak pernah digulirkan lagi hingga saat ini.
“Fakultas itu sudah direncanakan sejak Rektor Margono Selamet, akan tetapi dulu bernama fakultas sastra. Mungkin karena pergeseran paradigma dalam pendirian sebuah fakultas saat ini lebih mempertimbangankan kebutuhan pasar, akhirnya rencana tersebut dimentahkan,” ujar dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ini.
Syarief menilai segmen pasar seperti yang dipertimbangkan Dikti tidak selamanya berlaku, karena di balik pendirian FIB ada kewajiban negara dalam melestarikan kebudayaan. “Melestarikan kebudayaan adalah kewajiban negara dan FIB adalah upaya untuk melestarikan budaya tersebut,” kata dia.
Dia juga menyatakan menjadi bagian masyarakat yang akan mendukung petisi untuk didirikannya FIB di Lampung. Sebab, dia yakin jika FIB berdiri nantinya akan ada sebuah institusi yang akan benar-benar konsentrasi terhadap pengembangan kebudayaan melalui berbagai riset dan pengajaran. (S3)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 6 Maret 2014
No comments:
Post a Comment