Oleh H Bambang Eka Wijaya
Kapolda Lampung Edward Syah Pernong menggulirkan program anjau silau untuk mengantisipasi tindak kejahatan dan pelanggaran hukum. Dalam program tersebut, aparat mendatangi masyarakat untuk menjalin komunikasi sebelum terjadi tindakan kriminal.
Dengan jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan budaya lokal, setiap masalah diupayakan bisa diselesaikan sedini mungkin, ujarnya di kantor Lampung Post, Jumat (19/6).
Anjau silau terkesan mirip dengan strategi menguasai lapangan lebih dahulu (pre-empt approach) dalam pemasaran, sekaligus menjadi kelanjutan program Polda Lampung rembuk pekon, dengan menambah esensinya.
Kalau rembuk pekon mendinamisasi masyarakat untuk berorientasi penyelesaian masalah, dengan anjau silau orientasi tersebut diisi dengan misi kepolisian mengayomi dan mencegah terjadinya tindak kejahatan. Artinya, pencegahan dilakukan sebelum kejahatan terjadi.
Dengan penguasaan lapangan, anjau silau bisa melakukan pembinaan terhadap kelompok atau bahkan langsung kepada subjek-subjek yang dianggap perlu untuk mencegah agar tak terjadi kejahatan, atau hal-hal lain terkait tugas pembinaan masyarakat. Jadi, pendekatan persuasif lebih ditonjolkan ketimbang represif.
Jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan lokal dalam program tersebut diharapkan bisa memperkuat penerimaannya oleh masyarakat sehingga, dalam praktiknya, pihak masyarakat itu sendiri yang melakukan pembinaan terhadap warganya. Sedangkan kepolisian lebih hadir dalam bentuk ide atau gagasannya yang diimplementasikan oleh masyarakat.
Untuk itu, penguasaan lapangan dalam anjau silau bukan berarti pendudukan lapangan secara fisik oleh kepolisian. Melainkan, lewat pendekatan pada masyarakat di sesi awal yang menciptakan jalinan komunikasi langsung, dilakukan mobilisasi untuk menghidupkan gerakan pengamanan swakarsa dengan ronda malam dan sejenisnya. Jalinan komunikasi langsung yang tercipta itu merupakan rekayasa kendali jarak jauh sehingga tanpa kehadiran fisik polisi di lapangan pun interaksi pelaksanaan tugas dan pengembangan misi kepolisian bisa tetap berjalan.
Misi terpenting kepolisian yang diusahakan terwujud di lapangan tentu terciptanya suasana kondusif dengan pengamanan swakarsa masyarakat, sekaligus memulihkan nama baik Lampung dari julukan negatif yang sempat merebak secara nasional, sebagai sarang begal. Meski, pendekatan persuasif itu dijaga tidak mengurangi ketegasan polisi dalam tugasnya menegakkan hukum!
Sumber: Lampung Post, Selasa, 23 Juni 2015
Kapolda Lampung Edward Syah Pernong menggulirkan program anjau silau untuk mengantisipasi tindak kejahatan dan pelanggaran hukum. Dalam program tersebut, aparat mendatangi masyarakat untuk menjalin komunikasi sebelum terjadi tindakan kriminal.
Dengan jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan budaya lokal, setiap masalah diupayakan bisa diselesaikan sedini mungkin, ujarnya di kantor Lampung Post, Jumat (19/6).
Anjau silau terkesan mirip dengan strategi menguasai lapangan lebih dahulu (pre-empt approach) dalam pemasaran, sekaligus menjadi kelanjutan program Polda Lampung rembuk pekon, dengan menambah esensinya.
Kalau rembuk pekon mendinamisasi masyarakat untuk berorientasi penyelesaian masalah, dengan anjau silau orientasi tersebut diisi dengan misi kepolisian mengayomi dan mencegah terjadinya tindak kejahatan. Artinya, pencegahan dilakukan sebelum kejahatan terjadi.
Dengan penguasaan lapangan, anjau silau bisa melakukan pembinaan terhadap kelompok atau bahkan langsung kepada subjek-subjek yang dianggap perlu untuk mencegah agar tak terjadi kejahatan, atau hal-hal lain terkait tugas pembinaan masyarakat. Jadi, pendekatan persuasif lebih ditonjolkan ketimbang represif.
Jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan lokal dalam program tersebut diharapkan bisa memperkuat penerimaannya oleh masyarakat sehingga, dalam praktiknya, pihak masyarakat itu sendiri yang melakukan pembinaan terhadap warganya. Sedangkan kepolisian lebih hadir dalam bentuk ide atau gagasannya yang diimplementasikan oleh masyarakat.
Untuk itu, penguasaan lapangan dalam anjau silau bukan berarti pendudukan lapangan secara fisik oleh kepolisian. Melainkan, lewat pendekatan pada masyarakat di sesi awal yang menciptakan jalinan komunikasi langsung, dilakukan mobilisasi untuk menghidupkan gerakan pengamanan swakarsa dengan ronda malam dan sejenisnya. Jalinan komunikasi langsung yang tercipta itu merupakan rekayasa kendali jarak jauh sehingga tanpa kehadiran fisik polisi di lapangan pun interaksi pelaksanaan tugas dan pengembangan misi kepolisian bisa tetap berjalan.
Misi terpenting kepolisian yang diusahakan terwujud di lapangan tentu terciptanya suasana kondusif dengan pengamanan swakarsa masyarakat, sekaligus memulihkan nama baik Lampung dari julukan negatif yang sempat merebak secara nasional, sebagai sarang begal. Meski, pendekatan persuasif itu dijaga tidak mengurangi ketegasan polisi dalam tugasnya menegakkan hukum!
Sumber: Lampung Post, Selasa, 23 Juni 2015
No comments:
Post a Comment