BANDAR LAMPUNG (Lampost): Untuk menuangkan satu tulisan menjadi satu bentuk cerita pendek atau novel sebenarnya bukan hanya berkaitan dengan ide. Akan tetapi, yang terpenting dalam menulis adalah merendahkan ego pribadi yang melekat pada diri untuk bisa mengerti orang lain.
Cerpenis Yanusa Nugroho mengemukakan hal tersebut di sela-sela kegiatan Workshop Cerpen yang digelar Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung (DKL) di Gedung Olah Seni Taman Budaya Lampung, Sabtu (22-12).
Dia mengatakan seorang penulis itu minimal harus memiliki keinginan menjadi pendengar yang baik dahulu.
"Jadi jangan ngomong dahulu jika ingin menjadi penulis. Dan hal yang diupayakan adalah memperbanyak membaca karya orang lain dahulu. Sebab, bisa dikatakan ide memang hanya memegang 10 persen dari keseluruhan karya yang dihasilkan," kata Yanusa, yang pernah meraih penghargaan Multatuli dari Radio Nedherland lewat cerpennya "Kunang-Kunang Kuning" (tahun 1987) serta nomine hadiah sastra Khatulistiwa lewat kumpulan cerpennya Segulung Cerita Tua ini.
Selain itu, menurut dia, yang mesti dilakukan sebelum membuat satu cerita adalah melakukan observasi atau pengamatan. Observasi sangat penting untuk mendekatkan dengan tokoh yang akan diangkat ceritanya. Baru setelah melakukan observasi ini biasanya akan lahir empati.
"Jadi tidak semuanya merupakan hasil fantasi saja," ujar peraih Anugerah Kebudayaan 2006 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata lewat cerpennya "Wening" serta penghargaan sastra dari Pusat Bahasa pada tahun 2007 lewat novelnya Boma.
Tidak hanya itu, Yanusa juga mengemukakan beberapa unsur yang juga penting dalam penggarapan cerpen adalah berkaitan elemen dasarnya, yakni persoalan, tokoh, lokasi atau setting, serta alur cerita.
Ditambah lagi dengan deskripsi yang benar bisa menggunakan pembanding atau bisa menggunakan penggambaran langsung. Serta ditambah dengan mengenali teknik-teknik pengungkapannya.
Hal senada dikemukakan cerpenis yang juga pengurus Komite Sastra DKJ, Zen Hae. Unsur-unsur yang penting yang mesti ditentukan berkaitan dengan tema, tokoh, sudut pandang, alur atau plot, latar, serta gaya bahasa yang digunakan.
Ketua Umum DKL, Syafariah Widianti, dalam sambutan pembukaan mengaku sangat senang dengan antusias peserta yang mengikuti kegiatan yang digelar selama dua hari, hingga kemarin (23-12).
"Perkembangan dunia sastra di Lampung beberapa tahun terakhir ini sangatlah menggembirakan. Pertumbuhan pada jurai puisi seakan tak terbendung," kata dia.
Bahkan, ujarnya, F. Rahardi dalam tulisannya di Kompas pernah menyatakan hanya Bali, Jawa Timur, dan Yogyakarta yang bisa menyamai kesemarakan kepenyairan di Lampung,"
Kegiatan workshop ini diikuti 38 peserta dari target 25 orang. Adapun latar belakang peserta sangat beragam dari pelajar, mahasiswa, guru, hingga ibu rumah tangga dan asal peserta juga tidak hanya dari Kota Bandar Lampung, tapi juga dari berbagai daerah di Provinsi Lampung. n TYO/K-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 24 Desember 2007
No comments:
Post a Comment