IBU adalah seorang manajer yang sibuk dan sedikit cerewet. Di siang hari ibu adalah pengasuh yang tidak sabaran dan di malam hari ibu adalah guru yang galak. Meski begitu, aku sayang dan cinta ibu. Aku adalah bagian terpenting dari hidup ibu. Terima kasih ibu.”
Demikian sepenggal kutipan pengungkapan polos mengenai ibu dari Kaskia Defitri (7,5), siswa kelas dua Sekolah Alam Lampung. Dengan lancar ia mengucapkan kalimat demi kalimat tentang ibu dari sudut pandangnya sebagai anak-anak.
Kaskia atau yang akrab dipanggil Yaya itu ketika ditanyai mengapa ia menggambarkan ibu dengan cara demikian, dengan polos ia bercerita, memang seperti itulah ibu. Yaya menuturkan, ia sangat mencintai ibunya. Ia ingin menyenangkan ibunya dan berharap ibunya selalu sehat sehingga bisa menemaninya bermain.
Selain Yaya, ada Mufid (12), siswa Sekolah Alam Lampung. Ia bercerita, seorang ibu adalah sosok yang hebat dan pemberani.
Tengok saja ungkapan Mufid dalam ceritanya tentang seo-rang ibu yang menyelamatkan jiwa anaknya. Dikisahkan, ada seorang raja yang bengis. Raja tersebut tidak menyukai anak laki-laki. Setiap anak laki-laki yang lahir akan dibunuh. Tindakan raja bengis tersebut sungguh menakutkan bagi ibu-ibu yang tengah mengandung.
”Suatu ketika, ada seorang ibu yang melahirkan bayi laki-laki. Sebelum ketahuan oleh prajurit kerajaan, ia dan suaminya lantas menyembunyikan anak laki-laki mereka di goa di tengah hutan,” ujar Mufid.
Dengan alasan mencari kayu bakar, setiap pagi sang ibu ditemani suaminya mengunjungi dan merawat bayi laki-laki mereka di goa. Di sore hari, mereka akan pulang ke rumah sambil membawa kayu bakar.
Demikian kegiatan semacam itu dilakukan hingga sang raja bengis meninggal dan bayi laki-laki itu selamat. ”Ibu adalah sosok yang pemberani. Ia rela mempertaruhkan nyawanya untuk anaknya,” ujar Mufid.
Demikian pandangan-pandangan dan kekaguman anak-anak mengenai sosok ibu terungkap dalam acara dongeng untuk ibu di halaman Sekolah Alam Lampung, Sukarame, Bandar Lampung, Senin (21/12). Acara yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Ibu itu diikuti lima murid sekolah dasar dan dua siswa SMP Sekolah Alam Lampung.
Masing-masing peserta tampil dan mengungkapkan pendapat tentang sosok ibu lewat cerita atau dongeng. Sementara itu, siswa lainnya duduk lesehan di depan panggung kecil, menyaksikan dan mendengarkan cerita teman-temannya.
Iin Mutmainah, penggerak Sanggar Dakocan, sebuah sanggar mendongeng di Lampung, mengatakan, meski agak gugup dan sesekali sikap malu-malu muncul, tetapi anak-anak tersebut memiliki keberanian. Mereka berani tampil di depan ibu-ibunya dan teman-temannya meski dilihat dari alur penceritaan masih sepotong-sepotong dan belum utuh.
”Setidaknya mereka sudah belajar berani mengungkap-kan pendapat dan pandangan melalui cerita. Hal itu baik bagi anak-anak tersebut,” ujar Iin.
Sebagai penggerak sanggar mendongeng, Iin melihat, tidak semua anak bisa mendongeng. Padahal, dongeng sendiri merupakan alat yang baik untuk mengungkapkan kejadian, emosi, ataupun pikiran mereka dan disampaikan atau diceritakan.
Dongeng untuk ibu pun bukan hanya sekadar dongeng. Para ibu yang hadir bisa mendengarkan dan menerima penghargaan dari anak-anak. Terima kasih ibu. (hln)
Sumber: Kompas, Selasa, 22 Desember 2009
No comments:
Post a Comment