TANJUNGKARANG PUSAT (Lampost): Tokoh adat tidak membutuhkan surat keputusan dalam menjalankan fungsi sebagai pemersatu warga, tetapi mereka harus mematuhi adat yang berlaku.
Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulangbawang-Lampung (LAMP-TB) Wanmauli Sanggem mengatakan tokoh adat ditegaskan oleh kepanutan dan menjadi contoh bagi warga adatnya. Dalam bahasa Lampung, tutukan atau menjadi panutan tidak didasarkan surat keputusan kepala daerah.
"Menyandang nama tokoh tidak perlu dengan SK, kami lembaga adat yang di depan, bukan senjata ataupun arogansi. Tetapi, adat adalah kearifan. Jadi, kalau sampai ada arogansi, saya meragukan ketokohannya," ujarnya menanggapi rencana pembentukan LAMP-TB pimpinan Abdurrachman Sarbini yang akan dilantik, Kamis (6-12).
Wanmauli yang ditemui di Balai Wartawan H. Solfian Ahmad, Rabu (5-12), menuturkan adanya dualisme kepemimpinan tidak menyurutkan niatnya untuk mengabdikan diri sebagai ketua LAMP-TB hingga 2015.
Sebab, ujarnya, pembentukan LAMP-TB tandingan tidak melalui prosedur hukum adat, sehingga pihaknya menyangsikan legalitas lembaga itu. Dia menegaskan pembentukan lembaga tandingan itu tidak melalui peppung (musyawarah) adat.
Hal itu dipastikan dengan adanya pengakuan empat kepala adat yang hanya mengakui LAMP-TB pimpinan Wanmauli Sanggem dengan adok (gelar) Tuan Rajou Tehang.
Keempat kepala marga Megou Pak Tulangbawang yakni Kepala Marga Tegamo'an Assaih Akip (Pangeran Tulangbawang), Kepala Marga Buay Bulan Udik Helmi Ratu Pengadilan (Sutan Tulangbawang), Kepala Marga Suay Umpu M. Haidar (Pangeran Menak Getti Rio Mego IV), dan kepala Marga Aji A.M. Noer (Sutan Kaiser Marga).
"Insya Allah kami pastikan tidak akan terjadi arogansi, tapi awas bom waktu bisa meledak karena manajemen konflik ini sengaja diciptakan," katanya.
Kepala Marga Tegamo'an Assaih Akip mengatakan pihaknya tidak pernah diajak bermusyawarah mengenai pembentukan lembaga adat itu. Bahkan, dia menegaskan untuk menjadi kepala marga tidak dipilih, tetapi didapat secara turun-menurun.
Dia juga menerangkan LAMP-TB tidak pernah memperjualbelikan tanah adat yang kini di Register 45. "Megow Pak menuntut kelebihan lahan Register 45 seluas 9.600 hektare persegi milik adat marga Suay Umpu yang diserahkan sebagai Register 45," ujar dia.
Dia menguraikan penyerahan tanah ulayat marga Suay Umpu pada 12 April 1940 disahkan dewan marga yang diketahui oleh Kepala Kampung Talang Batu Bahusin gelar Tuan Pesirah dari Marga Suay Umpu sejumlah 33.500 hektare persegi yang sekarang disebut Register 45. (VER/S-2)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 6 Desember 2012
Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulangbawang-Lampung (LAMP-TB) Wanmauli Sanggem mengatakan tokoh adat ditegaskan oleh kepanutan dan menjadi contoh bagi warga adatnya. Dalam bahasa Lampung, tutukan atau menjadi panutan tidak didasarkan surat keputusan kepala daerah.
"Menyandang nama tokoh tidak perlu dengan SK, kami lembaga adat yang di depan, bukan senjata ataupun arogansi. Tetapi, adat adalah kearifan. Jadi, kalau sampai ada arogansi, saya meragukan ketokohannya," ujarnya menanggapi rencana pembentukan LAMP-TB pimpinan Abdurrachman Sarbini yang akan dilantik, Kamis (6-12).
Wanmauli yang ditemui di Balai Wartawan H. Solfian Ahmad, Rabu (5-12), menuturkan adanya dualisme kepemimpinan tidak menyurutkan niatnya untuk mengabdikan diri sebagai ketua LAMP-TB hingga 2015.
Sebab, ujarnya, pembentukan LAMP-TB tandingan tidak melalui prosedur hukum adat, sehingga pihaknya menyangsikan legalitas lembaga itu. Dia menegaskan pembentukan lembaga tandingan itu tidak melalui peppung (musyawarah) adat.
Hal itu dipastikan dengan adanya pengakuan empat kepala adat yang hanya mengakui LAMP-TB pimpinan Wanmauli Sanggem dengan adok (gelar) Tuan Rajou Tehang.
Keempat kepala marga Megou Pak Tulangbawang yakni Kepala Marga Tegamo'an Assaih Akip (Pangeran Tulangbawang), Kepala Marga Buay Bulan Udik Helmi Ratu Pengadilan (Sutan Tulangbawang), Kepala Marga Suay Umpu M. Haidar (Pangeran Menak Getti Rio Mego IV), dan kepala Marga Aji A.M. Noer (Sutan Kaiser Marga).
"Insya Allah kami pastikan tidak akan terjadi arogansi, tapi awas bom waktu bisa meledak karena manajemen konflik ini sengaja diciptakan," katanya.
Kepala Marga Tegamo'an Assaih Akip mengatakan pihaknya tidak pernah diajak bermusyawarah mengenai pembentukan lembaga adat itu. Bahkan, dia menegaskan untuk menjadi kepala marga tidak dipilih, tetapi didapat secara turun-menurun.
Dia juga menerangkan LAMP-TB tidak pernah memperjualbelikan tanah adat yang kini di Register 45. "Megow Pak menuntut kelebihan lahan Register 45 seluas 9.600 hektare persegi milik adat marga Suay Umpu yang diserahkan sebagai Register 45," ujar dia.
Dia menguraikan penyerahan tanah ulayat marga Suay Umpu pada 12 April 1940 disahkan dewan marga yang diketahui oleh Kepala Kampung Talang Batu Bahusin gelar Tuan Pesirah dari Marga Suay Umpu sejumlah 33.500 hektare persegi yang sekarang disebut Register 45. (VER/S-2)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 6 Desember 2012
No comments:
Post a Comment