Oleh Meza Swastika
AIR mata Rachel Marie Jordan menetes saat sejumlah anak Pulau Puhawang melambai kepadanya dari dermaga. Dari atas perahu yang membawanya ke Pelabuhan Ketapang, wisatawan asal Prancis itu hanya memandangi anak-anak yang selama ini akrab menemaninya saat berlibur di pulau itu.
Ia seperti tak kuasa meninggalkan Pulau Puhawang yang sudah seperti rumah kedua buatnya, suasana yang hangat, lingkungan yang hijau. Kepada warga setempat, ia hanya berpesan pendek, "Jaga pulau ini tetap seperti ini, ya."
Dari sejak datang ke pulau itu, ia seperti menemukan dunia yang ia mimpikan. Naik perahu, bersepeda mengelilingi pulau, mengamati rimbunnya hutan mangrove, dan bercanda dengan penduduk pulau.
Pulau Pahawang kini memang tengah serius digarap sebagai kawasan ekowisata. LSM Mitra Bentala yang melakukan pendampingan terhadap warga Pulau Puhawang sejak 1997 pelan-pelan terus memberikan pemahaman tentang pentingnya ekosistem laut untuk keberlangsungan warga itu sendiri.
Kini warga pula yang mulai merasakan manisnya jasa pariwisata yang berwawasan lingkungan. Setiap pekan pulau ini menjadi tujuan paling rasional bagi wisatawan yang berwawasan lingkungan. Wisata tak lagi melulu tentang mengunjungi objek wisata kemudian pulang tanpa bekas sama sekali.
Tren wisatawan dunia kini mengarah kepada wisata yang berwawasan lingkungan atau ekowisata. "Di sini wisatawan pun harus menjaga lingkungannya, tak boleh membuang sampah sembarangan sampai ikut menanam bibit bakau agar mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan," ujar Isnen warga Pulau Puhawang.
Pengelolaan ekowisata Pulau Puhawang, menurut Herza Yulianto dari Mitra Bentala, sepenuhnya dikelola oleh penduduk setempat. Ini, kata dia, adalah upaya Mitra Bentala untuk memberdayakan masyarakat sekitar selain menjadikan potensi ekonomi baru bagi masyarakat setempat, juga membebankan tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjaga lingkungannya, khususnya hutan-hutan bakau. "Pulau Pahawang tak menawarkan fasilitas layaknya objek-objek wisata lain. Kami hanya menawarkan wisata yang berwawasan lingkungan. Wisatawan bahkan tinggal bersama penduduk."
Konsep ekowisata memang menjadi pilihan di tengah model pengelolaan wisata secara individu yang dilakukan serampangan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan.
Komunitas-komunitas seperti Backpacker bahkan memiliki kecenderungan untuk mengunjungi objek wisata seperti ini ketimbang objek wisata konvensional yang melulu hanya mengeruk uang pengunjung.
Pulau Pahawang bukan sedang menjadi pembanding untuk objek-objek wisata yang dikelola asal-asalan hanya untuk mencari keuntungan pribadi. Dari sisi jumlah kunjungan wisatawannya pun pulau ini masih relatif lebih sedikit ketimbang Pantai Mutun atau pantai-pantai lain yang dikelola secara individu. "Di sini buah dari tanaman bakau diolah oleh warga menjadi penganan khas artinya semua dilakukan secara sederhana."
Yaman Aziz dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) mengakui konsep ekowisata kini memang tengah menjadi tren wisatawan dunia. Itu karena wisatawan sudah mulai jenuh jika mereka sekadar mengunjung satu lokasi wisata tanpa mempelajari budaya termasuk ikut menjaga lingkungan yang dikunjunginya.
Sebab itu, tak heran jika Pulau Pahawang kini mengisi laman-laman travel guide internasional termasuk media-media sosial yang penuh dengan gambar-gambar indah di Pulau Pahawang atau kesederhanaan penduduk setempat. Banyak wisatawan yang mengaku puas dan ingin kembali ke pulau yang masuk wilayah Kabupaten Pesawaran ini.
Satu lagi, di tempat ini para wisatawan tak akan pernah merasa dirinya sebagai objek perasan layaknya yang dilakukan oleh pengelola objek perasan seperti yang lazim dilakukan oleh pengelola objek wisata lain yang ada di Lampung. (M1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Desember 2013
AIR mata Rachel Marie Jordan menetes saat sejumlah anak Pulau Puhawang melambai kepadanya dari dermaga. Dari atas perahu yang membawanya ke Pelabuhan Ketapang, wisatawan asal Prancis itu hanya memandangi anak-anak yang selama ini akrab menemaninya saat berlibur di pulau itu.
Ia seperti tak kuasa meninggalkan Pulau Puhawang yang sudah seperti rumah kedua buatnya, suasana yang hangat, lingkungan yang hijau. Kepada warga setempat, ia hanya berpesan pendek, "Jaga pulau ini tetap seperti ini, ya."
Dari sejak datang ke pulau itu, ia seperti menemukan dunia yang ia mimpikan. Naik perahu, bersepeda mengelilingi pulau, mengamati rimbunnya hutan mangrove, dan bercanda dengan penduduk pulau.
Pulau Pahawang kini memang tengah serius digarap sebagai kawasan ekowisata. LSM Mitra Bentala yang melakukan pendampingan terhadap warga Pulau Puhawang sejak 1997 pelan-pelan terus memberikan pemahaman tentang pentingnya ekosistem laut untuk keberlangsungan warga itu sendiri.
Kini warga pula yang mulai merasakan manisnya jasa pariwisata yang berwawasan lingkungan. Setiap pekan pulau ini menjadi tujuan paling rasional bagi wisatawan yang berwawasan lingkungan. Wisata tak lagi melulu tentang mengunjungi objek wisata kemudian pulang tanpa bekas sama sekali.
Tren wisatawan dunia kini mengarah kepada wisata yang berwawasan lingkungan atau ekowisata. "Di sini wisatawan pun harus menjaga lingkungannya, tak boleh membuang sampah sembarangan sampai ikut menanam bibit bakau agar mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan," ujar Isnen warga Pulau Puhawang.
Pengelolaan ekowisata Pulau Puhawang, menurut Herza Yulianto dari Mitra Bentala, sepenuhnya dikelola oleh penduduk setempat. Ini, kata dia, adalah upaya Mitra Bentala untuk memberdayakan masyarakat sekitar selain menjadikan potensi ekonomi baru bagi masyarakat setempat, juga membebankan tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjaga lingkungannya, khususnya hutan-hutan bakau. "Pulau Pahawang tak menawarkan fasilitas layaknya objek-objek wisata lain. Kami hanya menawarkan wisata yang berwawasan lingkungan. Wisatawan bahkan tinggal bersama penduduk."
Konsep ekowisata memang menjadi pilihan di tengah model pengelolaan wisata secara individu yang dilakukan serampangan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan.
Komunitas-komunitas seperti Backpacker bahkan memiliki kecenderungan untuk mengunjungi objek wisata seperti ini ketimbang objek wisata konvensional yang melulu hanya mengeruk uang pengunjung.
Pulau Pahawang bukan sedang menjadi pembanding untuk objek-objek wisata yang dikelola asal-asalan hanya untuk mencari keuntungan pribadi. Dari sisi jumlah kunjungan wisatawannya pun pulau ini masih relatif lebih sedikit ketimbang Pantai Mutun atau pantai-pantai lain yang dikelola secara individu. "Di sini buah dari tanaman bakau diolah oleh warga menjadi penganan khas artinya semua dilakukan secara sederhana."
Yaman Aziz dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) mengakui konsep ekowisata kini memang tengah menjadi tren wisatawan dunia. Itu karena wisatawan sudah mulai jenuh jika mereka sekadar mengunjung satu lokasi wisata tanpa mempelajari budaya termasuk ikut menjaga lingkungan yang dikunjunginya.
Sebab itu, tak heran jika Pulau Pahawang kini mengisi laman-laman travel guide internasional termasuk media-media sosial yang penuh dengan gambar-gambar indah di Pulau Pahawang atau kesederhanaan penduduk setempat. Banyak wisatawan yang mengaku puas dan ingin kembali ke pulau yang masuk wilayah Kabupaten Pesawaran ini.
Satu lagi, di tempat ini para wisatawan tak akan pernah merasa dirinya sebagai objek perasan layaknya yang dilakukan oleh pengelola objek perasan seperti yang lazim dilakukan oleh pengelola objek wisata lain yang ada di Lampung. (M1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Desember 2013
No comments:
Post a Comment