-- Budi Hutasuhut*
PEMERINTAH Provinsi Lampung meluncurkan logo Visit Lampung 2009 pada Maret 2008 ini, bersamaan dengan HUT Provinsi Lampung. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung Tibrizi Asmarantaka mengatakan hal ini kepada penulis, dan berharap program pembangunan sector pariwisata ini bisa berjalan seperti diharapkan.
Cuma, hingga hari ini tak jelas betul apa harapan yang ingin dicapai pemerintah provinsi. Itu sebabnya, Visit Lampung 2009 tidak bergema secara luas. Gaungnya cuma nyaring di kalangan elite pemerintah, terutama di Dinas Pariwisata dan Kebudaya Lampung dan instansi terkait. Kesibukan di kalangan pemerintah terkait pembangunan sector pariwisata terlihat gegap-gempita. Semua elemen dalam tim yang bertanggung jawab atas suksesnya pelaksanaan program ini sering menggelar rapat yang muaranya pada pemaksimalan kinerja tim.
Kesibukan tim kerja Visit Lampung 2009 lebih diarahkan untuk kalangan sendiri. Hal itu memberi kesan, Visit Lampung 2009 tidak akan melibatkan masyarakat. Karenanya, nasib Visit Lampung 2009 tidak akan berbeda seperti nasib program pembangunan sector pariwisata yang digelar selama ini: menyerap banyak dana APBD tetapi tidak membuat pariwisata menjelma sebagai sebuah industri yang dapat mejadi sumber pendapatan asli daerah. Konon lagi berharap pariwisata menjadi industri yang padat karya, yang mampu mengatasi persoalan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di provinsi ini.
Pengekor
Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Visit Indonesia 2008, disinggung tentang 100 event yang akan digelar selama program itu berlangsung. Ke-100 event itu, beberapa diantaranya event pariwisata yang ada di Lampung seperti Festival Krakatau, Festival Teluk Stabas, dan festival-festival lainnya.
Visit Lampung 2009 hanya sebuah program ikutan yang didisain untuk menjaring dana APBN yang dialokasikan pemerintah bagi suksesnya Visit Indonesia 2008. Artinya, Visit Lampung 2009 merupakan kemasan lama dengan casing baru. Program ini digelontorkan pemerintah provinsi karena Jakarta memasukkan event-event pariwisata yang ada di Lampung sebagai event yang digadang-gadang untuk menarik wisatawan ke Indonesia.
Karena itu, Visit Lampung 2009 akan sangat tergantung pada calendar event tim Visit Indonesia 2008. Jika Visit Indonesia 2008 menetapkan akan menggelar kegiatan di Lampung, tim kerja akan menyesuaikannya dengan jadwal pelaksanaan event Festival Krakatau, misalnya. Saat itulah tim Visit Lampung 2009 bekerja serius mempersiapkan event-event pariwisata yang ada. Sangat mungkin event-event pariwisata yang ada di Lampung akan digelar secara serentak, sehingga Visit Indonesia 2008 dapat berjalan dengan sukses. Itulah target Visit Lampung 2009 yang paling nyata. Bisa berperan aktif dalam menyukseskan pelaksanaan Visit Indonesia 2008. Setelah itu, bisa dibayangkan Visit Lampung 2009 tidak akan bergema lagi.
Hampir semua daerah memiliki program serupa sebagai bukti betapa negara ini masih dikelola oleh elite-elite yang hanya mampu mengekor pada Jakarta. Padahal, otonomi daerah yang berlangsung beberapa tahun mengandaikan bahwa daerah mesti memiliki insiatif sendiri untuk membangun. Tapi, dalam kasus pembangunan sector pariwisata di negeri ini, setiap daerah terkesan menunggu petunjuk, sehingga target yang hendak dicapai daerah sering tidak tergambarkan dalam menyusunan program.
Semangat otonomi daerah tidak punya tempat dalam pembangunan sector pariwisata. Penyebabnya, karena sector ini mensyaratkan banyak dana yang mesti dikucurkan. Ketergantungan sector pariwisata terhadap dana besar acap membuat pemerintah daerah kecut, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi suprastruktur dan infrastruktur pariwisata di daerah yang rata-rata tidak maksimal. Di Lampung, selama provinsi ini berdiri, bisa dikatakan hampir tidak ada objek wisata yang terbangun secara maksimal meskipun kaya akan objek wisata. Kondisi ini membuat grafik pertumbuhan sector pariwisata Lampung selalu menurun, kalah jauh disbanding dengan Provinsi Banten.
Minim fasilitas
Sebagai kegiatan yang mengekor Jakarta, Visit Lampung 2009 tampaknya hanya kemasan. Sementara isinya tetap saja hal-hal lama. Karena itu, program yang akan didanai dengan APBD senilai Rp7 miliar ini tidak akan membawa perubahan positif pada peningkatan PAD dari sector pariwisata. Ini sangat mungkin, karena para wisatawan akan lebih memilih daerah-daerah wisata lainnya, yang para elitenya bekerja sangat serius dan telah berpengalaman dalam memasarkan pariwisata di daerahnya.
Ketika setiap daerah di negeri ini berlomba-lomba menarik wisatawan ke daerahnya demi menyukseskan Visit Indonesia 2008, sudah tentu daerah-daerah yang sangat akrab di telinga wisatawan akan menjadi kunjungan utama. Kita ambil contoh Provinsi Bali, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Jawa Barat, Nusatengara Barat, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pariwisata di daerah-daerah ini sudah selesai, sehingga mereka tinggal memikirkan bagaimana mengemasnya dan memasarkannya. Sementara pariwisata Lampung masih belum beranjak dari persoalan infrastruktur dan suprastruktur, yang berarti pariwisata Lampung tertinggal beberapa tingkatan dibandingkan daerah-daerah kunjungan wisata lainnya.
Infrastruktur dan suprastruktur pembangunan pariwisata di provinsi ini tak kunjung dibenahi. Jalan-jalan rusak, transportasi menuju objek-objek wisata tidak memadai, sulit mendapatkan informasi yang ajek tentang objek-objek wisata di Lampung, dan jadwal event pariwisata selalu berubah. Lampung tidak memiliki media informasi pariwisata yang bisa dipercayai. Hotel-hotel tidak memiliki program memperkenalkan objek wisata kepada para pengunjungnya. Sedangkan biro-biro perjalanan wisata sering menolak permintaan wisatawan karena kendala buruknya sarana transportasi di provinsi ini.
Untuk kawasan Sumatra bagian Selatan, misalnya, para wisatawan akan lebih tertarik mengunjungi Palembang ketimbang Lampung. Ibu Kota Provinsi Sumatra Selatan ini memiliki bandara internasional yang dapat menampung para wisatawan dari manca negara, dan kondisi ini telah dipromosikan secara besar-besaran ke manca negara. Karena itu, akan sukar bagi pariwisata Lampung yang belum selesai pada tahap peningkatan prasarana untuk menarik minat wisatawan. Ditambah lagi mentalitas stake holder pariwisata yang memposisikan kegiatan kepariwisataaan cuma sebatas menonjolkan ekspresi-ekspresi budaya masyarakat Lampung.
Segala bentuk kegiatan yang ditawarkan dalam Visit Lampung 2009, dikelola dengan cara yang sama seperti Festival Krakatau dan event-event pariwisata lainnya dikelola. Semua event itu digelar tanpa didukung oleh kemampuan yang cakap dalam mengemas dan memasarkan. Karena itu, pantas dikhawatirkan Visit Lampung 2009 tidak akan membawa perubahan berarti bagi pembangunan sector pariwisata di provinsi ini.
Kerja sama antarprovinsi
Yang paling mungkin dilakukan dalam menyukseskan Visit Lampung 2009 adalah menjalin kerjasama antarprovinsi dalam hal memuaskan para wisatawan. Banyak objek wisata yang ada di provinsi ini tidak ada di provinsi lain. Begitu juga sebaliknya, provinsi ini tidak memiliki bjek wisata yang ada di provinsi lain. Sebab itu, stake holder pembangunan sector pariwisata di provinsi ini sudah harus memiliki daftar objek wisata yang tidak akan ditemukan wisatawan di daerah-daerah lain. Dengan begitu, pemerintah di provinsi ini bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah lain terkait bagaimana membuat wisatawan betah.
Dengan demikian, persaingan antardaerah dalam merebut perhatian wisatawan tidak akan terjadi. Pada akhirnya, semua daerah akan diuntungkan sehinga tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan Visit Indonesia 2008 bisa terealisasikan dimana semua daerah menikmatinya.Kerja sama antarprovinsi ini bisa ditandai dengan adanya master of understanding (MoU), dimana klausulnya menyebutkan bahwa setiap daerah mesti memperkenalkan objek-objek wisata yang khas di daerah-daerah lain, sehingga para wisatawan tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut.
Kerja sama ini mutlak perlu karena promosi pariwisata yang serentak dilakukan setiap daerah dapat membigungkan para wisatawan. Alhasil, mereka akan tetap memilih daerah-daerah yang sebelumnya sangat dikenalnya. Karena itu, segala upaya yang dilakukan daerah-daerah baru pariwisata tidak akan membawa hasil positif.
Sebagai contoh, Lampung memiliki objek wisata pemancingan yang tidak ditemukan di daerah lain. Primadona ikan Marlin di Kabupaten Lampung Barat selalu akan membuat para wisatawan datang ke daerah tersebut, ada atau tidak Visit Lampung 2009. Namun, para wisatawan sering terkandal pada soal transportasi laut, dimana mereka menjadi objek pemerasan dari para nelayan.
Wisata agrobisnis bisa juga ditawarkan di provinsi ini. Memetik lada, misalnya, akan menjadi objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang sudah mengetahui bahwa Lampung merupakan Negeri Lada. Banyak lagi objek wisata lainnya, yang tidak ditemukan di daerah-daerah lain. Tinggal bagamana pemerintah provinsi bisa menjalin kerja sama antaraprovinsi sekalgus mengemas objek-objek wisata ang khas itu sebagai produk yang tak akan bisa ditolak para wisatawan. (budi hutasuhut, 081977100114)
* Budi Hutasuhut, wisatawan, menulis dari Jakarta
Sumber: seruit.com, 20 Maret 2008
No comments:
Post a Comment