Bandar Lampung, Kompas - Kawasan hutan bakau seluas 141 hektar di pesisir Pulau Puhawang yang terletak di wilayah Kabupaten Pesawaran, Lampung, terus mengalami ancaman penebangan dan perusakan oleh pencari cacing merah. Oleh karena itu, warga setempat membentuk Badan Pengelola Daerah Penyelamatan Mangrove atau BPDPM Pulau Puhawang untuk menyelamatkan mangrove di sekeliling pulau tersebut.
Mantan Kepala Desa Pulau Puhawang Syahril Karim pada pertemuan warga, Senin (21/4), mengatakan, BPDPM Pulau Puhawang dikukuhkan pada November 2006 melalui peraturan desa dan beranggotakan 18 pengurus. Warga desa seluruhnya menjadi anggota BPDPM dan bertanggung jawab terhadap pelestarian hutan bakau.
Syahril Karim mengatakan, ancaman terhadap kelestarian hutan bakau di pulau itu sudah terjadi sejak 1975. Pada kurun waktu 1975 hingga 1996, hutan bakau di Pulau Puhawang banyak ditebangi oleh pencari kayu bakau dari luar negeri.
Kapal-kapal asing dari dua Negara tersebut memasuki wilayah Pulau Puhawang di Teluk Lampung, Kabupaten Pesawaran, secara ilegal. Untuk menebang kayu pohon bakau, mereka membawa tenaga kerja dari luar pulau dan sama sekali tidak melibatkan warga desa.
Kegiatan penebangan secara ilegal sudah merusak 60 persen kawasan hutan mangrove Pulau Puhawang seluas 141 hektar itu, sehingga hanya 40 persen yang tersisa agak baik.
Seiring hilangnya penebangan ilegal pada 1996, ancaman kerusakan hutan bakau justru muncul dari para pencari cacing merah yang berasal dari daratan Lampung di Kecamatan Punduh Pidada dan Bandar Lampung.
Cacing merah itu diketahui banyak diminta petambak udang untuk dijadikan sebagai pakan udang. Petambak udang menghargai cacing merah itu dengan harga mahal, sekitar Rp 25.000 per kilogram. ”Hal itu juga menjadi daya tarik tersendiri,” kata Karim yang saat ini menjabat Ketua BPDPM Pulau Puhawang.
Untuk menekan angka kerusakan hutan bakau, BPDPM mendapat bantuan pendampingan dan pelatihan pelestarian hutan bakau dari Lembaga Pendampingan Masyarakat Mitra Bentala Lampung. Mereka bersama-sama mengupayakan penyelamatan bakau melalui kerja sama personal Mitra Bentala dan masyarakat.
Melalui BPDPM tersebut, warga juga menyetujui pembagian wilayah hutan bakau menjadi zona pemanfaatan, zona penyangga, dan zona inti. Pembagian zonasi itu tertuang dalam peraturan desa (perdes), dan harus dipatuhi oleh semua warga desa.
Selain membagi zonasi hutan, warga juga mendukung pelestarian dengan pendirian kebun bibit bakau. Saat ini, Desa Pulau Puhawang memiliki kebun bibit bakau seluas setengah hektar.
”Dari kebun itulah kami mengupayakan bibit-bibit bakau yang kami tanam di zona-zona itu,” kata Karim.
Selama tiga tahun terakhir, kawasan hutan bakau yang mulai membaik terpantau sekitar 30 hektar. (hln)
Sumber: Kompas, Rabu, 23 April 2008
No comments:
Post a Comment