TANTANGAN terberat untuk membuat kain tapis menjadi busana kasual tidak hanya dari jenis kainnya yang kaku, tapi juga lapisan benang emas yang tebal. Hal ini membuat tapis identik dengan kain yang berat dan ribet, sehingga tapis hanya digunakan pada momen-momen tertentu.
Namun, di tangan Dee Ong dan Zea, kain tapis bermetamorfosis menjadi busana kasual dan easy to wear. Dee Ong yang bernama asli Diana Safitri ini memang baru satu tahun merambah dunia fashion. Tapi, kepiawaiannya mendesain kain tradisional menjadi busana-busana siap pakai melejitkan namanya ke fashion dunia.
Siapa yang tidak kenal dengan koleksi batik 118 rancangan Dee Ong? Saat ini koleksi batiknya terus diburu para fashionista mancanegara.
Sukses dengan batik, Dee Ong ditantang untuk mempopulerkan tapis melalui ajang Jakarta Fashion Week (JFW)yang berlangsung pada 12—18 November kemarin. Lampung Post diundang langsung oleh Dee Ong untuk menyaksikan busana-busana rancangannya. Enam busana kasual kain khas Lampung rancangan Dee mengundang decak kagum pengunjung JFW.
Menurut Dee, paduan yang pas untuk tapis adalah kebaya. Salah satu koleksi tapisnya yang ditampilkan di JFW berupa kebaya hitam bahan brokat yang dipadu tapis melingkari pinggang. Kreasi tapis ini mirip ikat pinggang, tetapi menyatu dengan kebaya. Gaun ini sangat anggun dipakai untuk menghadiri dinner party.
Dee juga mampu menyulap tapis menjadi coat yang manis. Coat yang tidak terlalu panjang itu dipadukan dengan legging. Sangat pas digunakan untuk hang out bersama teman-teman. Empat busana lainnya berupa cocktail dress yang sangat kasual. Minidrees tapis dipadu dengan rok pendek yang modis.
Menurut Dee, ketertarikannya pada dunia fashion berawal dari kecintaannya pada budaya Indonesia. Selain itu, Dee mengaku sedikit “centil”, dia suka mendesain busana-busana agak terbuka yang tidak malu-malu memperlihatkan keindahan bahu dan kaki nan jenjang. Kecintaan pada budaya Indonesia dan kecentilannya itu mengantarkan Dee menjadi desainer andal.
“Sebenarnya saya lebih senang disebut budayawan karena sebenarnya semuanya ini diawali dari rasa cinta saya terhadap budaya Indonesia. Tapi karena saya suka menggambar sejak kecil, terus saya agak centil juga, suka mendesain busana-busana yang modis, akhirnya suami saya mendorong saya untuk menjadi desainer,” ujar Dee saat ditemui di JFW, Minggu (13-11).
Pada ajang fashion Indonesia ini, Dee merangkul desainer muda asal Lampung Ziggy Zeaoryzabrizkie atau akrab disapa Zea. Dari Zea, Dee belajar banyak tentang kain tapis.
Pada kesempatan ini, Zea juga menampilkan lima busana tapis rancangannya. Kelimanya berupa busana cocktail dress. Zea memadukan tapis dan kain katun. Menurut Zea, untuk busana kasual, katun lebih pas dan nyaman di tubuh. Salah satu rancangan Zea adalah minidrees berwarna merah marun.
Bagian bahu dihiasi dengan tapis emas bermotif pucuk rebung, sedangkan bagian dada menampakkan siluet tapis. Warna cokelat tua mendominasi busana rancangan Zea. Zea tidak memadati busana-busana rancangannya dengan tapis, tetapi sentuhan tapis pada bagian bahu, tengah, dan kiri-kanan tubuh menjadikan busana ini sangat nyaman dipakai.
“Sebenarnya kain tapis itu tidak berat, tapi memang sedikit kaku. Yang membuat tapis terasa berat adalah benang emasnya yang harus diisi kain katun saat menyulamnya,” ujar Zea.
Karena itu, Zea melakukan inovasi pada teknik sulamannya, misalnya dengan mengurangi kain katun atau benang emas di sulaman tapis, sehingga kain tapis menjadi lebih ringan dan tidak terlalu kaku. Untuk menyeimbangkan kesan kaku itu, Zea memilih memadukan tapis dengan katun, sifon, dan sutra.
Hmm, melihat busana-busana rancangan Dee dan Zea, tampaknya tidak akan ada lagi anak-anak muda, terutama anak muda Lampung, yang enggan menggunakan tapis. Kasual dan sangat keren! (M-2)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 November 2011
No comments:
Post a Comment