BEBERAPA remaja yang kerap latihan break dance merasa kesulitan mencari tempat latihan yang layak. Taman-taman yang ada di Bandar Lampung tidak memadai untuk dijadikan tempat latihan mengasah kreativitas gerakan.
Meskipun tidak memadai, komunitas break dance tetap memaksakan diri berlatih di Taman Dipangga. Ade, salah seorang penari break dance, pernah dedera pada bagian tangan saat latihan di Taman Dipangga. Lantai yang tidak rata karena rusak, membuat mereka rentan cedera.
Pergelangan tangannya robek saat menari di lantai Taman Dipangga. Bila lantai tidak licin, maka akan ditambah pelapis seperti karpet pelastik. Walau tempatnya kurang layak, latihan di Taman Dipangga ternyata tidak geratis. Mereka harus membayar Rp8 ribu tiap latihan sebagai uang jasa penerangan.
“Sebelumnya Pasar Seni Enggal dipakai untuk latihan, tapi sekarang tidak lagi karena penerangannya kurang,” kata Ade.
Menurutnya, Taman Dipangga belum terlalu lanyak karena ada bagian lantai yang rusak. Lantai keramik ada yang retak dan mengganggu untuk latihan. ”Tidak mungkin berlatih gerakan ekstrim di tempat yang tidak aman. Bisa cedera parah,” kata dia.
Ade dan beberapa penari break dance mencari tempat latihan di halaman plaza lotus saat mal sudah tutup. Namun, kadang petugas keamanan mengusir mereka. ”Banyak perjuangannya hanya untuk cari tempat latihan,” ujarnya.
Rekan Ade, Apriandi menilai, Palembang sudah lebih baik. Di kota itu sudah ada studio dan taman yang bisa dipakai untuk latihan.
Selain komunitas break dance, beberapa komunitas lain pun kesulitan mencari ruang terbuka atau taman yang bisa dijadikan tempat latiha. Komunitas Lampung BMX misalnya, berharap ada park atau taman yang bisa dipakai para rider untuk bermain sepeda. Selama ini para pecinta BMX mencari tempat berlatih sendiri. Bila Lapangan Saburai dipakai, maka dicari lapangan lain yang sepi.
Pemain sepeda BMX, Sigit mengungkapkan, park sangat diperlukan tidak hanya bagi komunitas BMX tapi juga dapat dipakai para pecinta skateboard. Park menjadi fasilitas pendukung berlatih agar bisa mengembangkan trik free style dengan BMX. Kota-kota besar lain sudah difasilitasi oleh pemerintah dan sponsor untuk dibangun sebuah park. ”Kita tunggu saja di Lampung kapan,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika sudah ada park, Lampung bisa menjadi tuan rumah untuk perlombaan BMX internasional seperti di Palembang.
Sosiolog Universitas Lampung Hartoyo mengatakan, ruang terbuka atau taman sudah menjadi kebutuhan warga yang tinggal di kota. Selain untuk tempat rekreasi dan istirahat, ruang terbuka juga bisa menjadi tempat interaksi sosial dan mengembangkan kreatifitas. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 April 2013
Meskipun tidak memadai, komunitas break dance tetap memaksakan diri berlatih di Taman Dipangga. Ade, salah seorang penari break dance, pernah dedera pada bagian tangan saat latihan di Taman Dipangga. Lantai yang tidak rata karena rusak, membuat mereka rentan cedera.
Pergelangan tangannya robek saat menari di lantai Taman Dipangga. Bila lantai tidak licin, maka akan ditambah pelapis seperti karpet pelastik. Walau tempatnya kurang layak, latihan di Taman Dipangga ternyata tidak geratis. Mereka harus membayar Rp8 ribu tiap latihan sebagai uang jasa penerangan.
“Sebelumnya Pasar Seni Enggal dipakai untuk latihan, tapi sekarang tidak lagi karena penerangannya kurang,” kata Ade.
Menurutnya, Taman Dipangga belum terlalu lanyak karena ada bagian lantai yang rusak. Lantai keramik ada yang retak dan mengganggu untuk latihan. ”Tidak mungkin berlatih gerakan ekstrim di tempat yang tidak aman. Bisa cedera parah,” kata dia.
Ade dan beberapa penari break dance mencari tempat latihan di halaman plaza lotus saat mal sudah tutup. Namun, kadang petugas keamanan mengusir mereka. ”Banyak perjuangannya hanya untuk cari tempat latihan,” ujarnya.
Rekan Ade, Apriandi menilai, Palembang sudah lebih baik. Di kota itu sudah ada studio dan taman yang bisa dipakai untuk latihan.
Selain komunitas break dance, beberapa komunitas lain pun kesulitan mencari ruang terbuka atau taman yang bisa dijadikan tempat latiha. Komunitas Lampung BMX misalnya, berharap ada park atau taman yang bisa dipakai para rider untuk bermain sepeda. Selama ini para pecinta BMX mencari tempat berlatih sendiri. Bila Lapangan Saburai dipakai, maka dicari lapangan lain yang sepi.
Pemain sepeda BMX, Sigit mengungkapkan, park sangat diperlukan tidak hanya bagi komunitas BMX tapi juga dapat dipakai para pecinta skateboard. Park menjadi fasilitas pendukung berlatih agar bisa mengembangkan trik free style dengan BMX. Kota-kota besar lain sudah difasilitasi oleh pemerintah dan sponsor untuk dibangun sebuah park. ”Kita tunggu saja di Lampung kapan,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika sudah ada park, Lampung bisa menjadi tuan rumah untuk perlombaan BMX internasional seperti di Palembang.
Sosiolog Universitas Lampung Hartoyo mengatakan, ruang terbuka atau taman sudah menjadi kebutuhan warga yang tinggal di kota. Selain untuk tempat rekreasi dan istirahat, ruang terbuka juga bisa menjadi tempat interaksi sosial dan mengembangkan kreatifitas. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 April 2013
No comments:
Post a Comment