KELOMPOK Sistem Hutan Kerakyatan Lestari (SHK Lestari) adalah sebuah organisasi rakyat yang berada di sekitar kawasan hutan Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman. Kelompok ini mengelola hutan dengan sistem agroforest atau kebun campur dengan mengedepankan aspek kelestarian dan kearifan lokal. Sebelumnya memiliki organisasi, anggota kelompok SHK Lestari adalah penduduk yang mengalami sejarah kelam dalam menyelamatkan hidup.
Pada 1959 mereka datang ke Register 19 Gunung Betung untuk bercocok tanam. Dan pada 1964 Kanwil Kehutanan mengeluarkan izin tumpang sari untuk wilayah tersebut. Pada 1969, kelompok penggarap ini mengajukan izin tumpang sari dan Kanwil Kehutanan menyetujui.
Tahun 1970 kelompok penggarap lahan ini membentuk dusun yang diberi nama Muara Tiga (salah satu situs wisata Kampoeng Lestari). Mereka makin mantap mendiami wilayah ini kerena tahun 1977, salah seorang di antara mereka ada yang mendapat sertifikat lahan garapan seluas 2 hektare.
Seiring dengan usaha pertanian mereka yang mulai mendapatkan hasil, tahun 1985 kelompok penggarap ini mendirikan SDN 1 Hurun untuk pendidikan anak-anak mereka. Sebab, jika akan bersekolah ke luar Muara Tiga, sangat jauh dan medannya sulit ditempuh.
Tahun 1992, mereka diusir dari Register 19 Gunung Betung karena ada alih fugsi lahan menjadi taman hutan raya. Sebagian dari mereka dipindahkan ke Lampung Utara dan Rawa Jitu lewat program transmigrasi. Tapi karena lahan di sana tidak subur, sebagian petani ini kembali ke Muara Tiga untuk mengurus bekas lahan mereka.
Dan tahun 1997, kelompok ini mengalami perlakukan yang sangat tragis, mereka kembali diusir. Gubuk-gubuk mereka dibakar, tanaman yang sudah hampir panen ditebangi. Di antara petani ada yang mengalami siksaan.
Dengan peristiwa ini, sebagian petani ada yang pergi dan sebagian lagi ada yang bertahan kerena waktu itu kopi yang mereka tanam sedang berbuah dengan harga yang cuykup mahal (Rp15 ribu/kg).
Karena tidak adanya lapangan kerja dan sulitnya mencari lahan garapan, tahun 1998, sebagian petani memberanikan diri menggarap lahan di Muara Tiga lagi. Dan pada 2001 mereka mulai membentuk organisasi sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi. Selain itu mereka juga membangun jaringan dengan berbagai LSM, seperti Walhi, Pussbik, dan Kawan Tani. Pada tahun yang sama, kelompok ini mengajukan kerja sama pengelolaan hutan pada Dinas Kehutanan, tapi tidak ditanggapi.
Dan tahun 2002, mereka mengajukan kelompok sistem hutan kerakyatan yang diberi nama Lestari atau sekarang lebih dikenal dengan SHK Lestari. Dan di SHK Lestari ini, petani ini selalu belajar dan meningkatkan sumber daya untuk mengelola hutan yang mereka garap dengan sebaik-baiknya. Mereka berusaha bagaimana melestarikan hutan dan tetap dapat mengambil manfaat dari hutan untuk keberlangsungan hidup mereka.
Dengan pergulatan panjang, akhirnya didapatkan konsep ekowisata dengan menawarkan Kampoeng Lestari. Ada beberapa pertimbangan yang membuat kelompok ini mengajukan konsep ekowisata. Di antaranya: 1. Kondisi alam yang memungkinkan dikelola sebagai tempat wisata. 2. Sesuai dengan salah satu fungsi Tahura, yaitu untuk pariwisata alam. 3. Wilayah ini berdekatan dengan youth camp yang memang menjadi pilot project wisata alam. 4. Sebagian wilayah garapan SHK Lestari ditetapkan sebagai blok pemanfaatan ekowisata pada masterplan Tahura. n SUSILOWATI/M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 Maret 2009
No comments:
Post a Comment