BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sebuah tulisan dapat memengaruhi emosional pembacanya. Oleh karena itu, seorang penulis diharapkan tidak membangkitkan emosional pembaca untuk berbuat negatif.
“Novel Laskar Pelangi contohnya, bisa menginspirasi pembaca untuk berbuat dan berpikir positif. Di sisi lain, novel tersebut juga dapat menggairahkan pariwisata Belitong. Jadi, tulisan sebenarnya mampu membangkitkan semangat positif atau sebaliknya,” kata Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat, menjawab pertanyaan peserta Lokakarya Penulisan Kreatif, di Restoran Bukit Mas, Bandar Lampung, Selasa (14-12).
Djadjat bersama Zulkarnain Zubairi (Redaktur Opini Lampung Post) tampil sebagai pembicara dalam sesi kedua lokakarya yang dipandu Alhuda Muhajirin (Redaktur Pendidikan). Sedangkan sesi terakhir tampil sebagai pembicara Dedi Koes yang membawakan materi desain dan grafis, dengan moderator Armalia (SDM Lampung Post).
Di sisi lain, Djadjat juga mengatakan seorang penulis dilarang menjadi plagiat. Sedangkan memelesetkan sesuatu sehingga bisa membuat orang terhibur atau tersindir bisa saja dilakukan sepanjang tidak menyentuh substansi orang atau karya yang dipelesetkan itu. Misalnya, tentang ucapan Pak Harto yang diparodikan oleh seorang seniman bisa mengingatkan orang tentang tokoh tersebut. “Kalau lagu kebangsaan dipelesetkan, janganlah,” ujarnya.
Berkaitan dengan penulisan prosa, Zulkarnain Zubairi mengatakan tidak terikat seperti menulis puisi. Meskipun demikian, penulisan prosa bukan berarti bebas dari kaidah bahasa Indonesia. “Tetap menggunakan kaidah-kaidah bahsa yang ada,” kata dia.
Prosa, kata Zulkarnain Zubairi, terbagi dua, yakni cerita pendek dan novel. Berbeda dengan cerpen, novel memiliki napas yang lebih panjang. Sedangkan tema ceritanya sama, bisa menyentuh perasaan seperti novel Tenggelamnya Kapal Vanderwijk karangan Buya Hamka atau cerita yang dapat menggugah dan menginspirasi pembaca dalam novel Laskar Pelangi. (UNI/S-1)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 15 Desember 2010
No comments:
Post a Comment