-- Budi Hutasuhut
PARA arkeolog dari Museum Negeri Sumatera Selatan tiba di beberapa desa yang berbatasan dengan Lampung, beberapa waktu lalu. Di desa-desa itu mereka menemukan situs sebuah kerajaan. Konon kerajaan itu muncul sebelum Kerajaan Sriwijaya. Begitu mereka mengidentifikasi seperti diberitakan sebuah koran nasional.
Apakah itu penting? Ya, sangat penting. Terutama karena lokasi penemuan itu sudah diketahui masyarakat sejak lama. Beberapa arkeolog dari Pulau Jawa, bersama orang Lampung, sudah lebih dahulu menemukannya. Cuma, identifikasi mereka, situs itu milik Kerajaan Sriwijaya.
Hampir enam tahun lalu, soal peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu pernah dipublikasikan di sejumlah media cetak. Orang-orang pun menduga lokasi Kerajaan Sriwijaya itu bukan di wilayah Sumatera Selatan. Namun, di Lampung, di daerah perbukitan yang menghadap langsung ke Pulau Pisang, ke laut lepas.
Geografis daerah itu, demikian para arkeolog membuat asumsi, memungkinkan bagi penghuni kerajaan untuk melihat musuh maupun teman yang datang dari laut. Bahkan, ada satu mitos yang diyakini masyarakat di daerah itu. Dulu, Patih Gajah Mada pernah singgah di kerajaan tersebut. Bukti yang ditonjolkan, ada sebuah makam yang diyakini makam Sang Patih.
Benarkah? Kita tak tahu persis. Namun, mitos itu sangat kuat memengaruhi masyarakat sekitar. Dan, situs itu masih ada di sana. Bentuknya berupa bongkahan batu persegi yang diyakini bagian dari konstruksi sebuah kerajaan.
Semua itu butuh pembuktian. Setiap peninggalan sejarah selalu akrab dengan klaim. Setiap orang akan mengaku memiliki sejarah masa lalu yang sangat hebat. Entah untuk apa. Kita hanya tahu, para arkeolog dari Museum Negeri Sumatera Selatan membuat klaim yang membantah klaim arkeolog sebelumnya.
Semua punya dasar. Para arkeolog dari Sumatera Selatan ingin publik tahu bahwa Kerajaan Sriwijaya betul-betul milik orang Palembang. Namun, klaim tentang situs Kerajaan Sriwijaya di Lampung, jika publik memercayainya, akan meruntuhkan pendapat umum selama ini. Itu sebabnya, situs-situs yang ada di perbatasan Sumatra Selatan-Lampung itu diklaim sebagai situs kerajaan sebelum Kerajaan Sriwijaya.
Semua ini mungkin hanya klaim. Semua ini mungkin tidak benar. Semua ini mungkin benar.
Semua itu punya mitos sendiri. Semua mitos dipercaya para pemiliknya. Tidak ada seorang pun di perbatasan Sumatera Selatan--Lampung yang akan percaya pada mitos lain selain mitos yang mereka yakini. Keyakinan terhadap mitos nyaris mengalahkan keyakinan terhadap agama.
Tidak seorang pun boleh membantah. Sebab, itu berarti melupakan leluhur. Melupakan masa lalu. Melupakan kejayaan yang pantas dibanggakan. Entah untuk apa.
Kita hanya tahu, sejarah mempunyai fungsi yang lebih substansial. Tidak sekadar kenang-kenangan. Tak sekadar untuk dibanggakan. Tak sekadar...itulah sejarah.
Sumber: Lampung Post, Senin, 12 Maret 2007
No comments:
Post a Comment