Waykanan -- Sejumlah Wartawan Kabupaten Waykanan dan Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung, menolak meliput prosesi adat yang diselenggarakan pemerintah setempat untuk melestarikan budaya "Angkonan" atau angkat saudara karena pembawa acara menyatakan akan mendenda Rp24 juta bila mengambil gambar saat prosesi berlangsung.
"Sepatutnya cara menyampaikannya tidak demikian, cukup dengan bicara sopan, maaf acara akan segera dimulai, mohon untuk tidak mengambil gambar terlebih dahulu, tidak perlu bicara keras-keras dengan pengeras suara," kata salah satu wartawan setempat, Hendra, di Blambangan Umpu yang berada sekitar 220 km utara Kota Bandarlampung, Rabu.
Ia mengatakan, pembawa acara yang berseru melalui pengeras suara, meminta Wartawan untuk tidak mengabadikan prosesi itu dengan menggunakan kamera saat acara adat itu berlangsung termasuk pernyataan denda Rp24 juta.
"Pernyataan itu sama saja melecehkan profesi Wartawan," kata dia.
Dampak dari pernyataan tersebut membuat para Wartawan yang sedianya meliput kegiatan tersebut meninggalkan acara adat tersebut dan kemudian meletakkan peralatannya di lokasi kegiatan yang dilangsungkan di Islamic Center setempat sebagai simbol protes.
"Sebagai tanda protes atas pernyataan atau cara penyampaian komunikasi yang berlebihan tersebut," kata dia lagi.
Wartawan Waykanan lainnya, Guntur, mengaku mengajak Wartawan TVRI dari Bandarlampung untuk tidak meliput kegiatan tersebut supaya tidak terkena denda yang bernominal tinggi.
"Daripada terkena denda, dia saya ajak menyingkir keluar," kata Guntur.
Selain pernyataan denda, sejumlah panitia juga meminta wartawan menggunakan pakaian adat teluk belanga saat prosesi tersebut berlangsung.
Namun hal tersebut tidak dilakukan para wartawan sehubungan tidak ada pemberitahuan sebelumnya tentang penggunaan pakaian adat saat kegiatan tersebut dari Pemerintah Kabupaten Waykanan, termasuk sejumlah tokoh adat setempat.
Insiden tersebut membuat Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Waykanan Rinaldi menemui wartawan yang akhirnya berkumpul di luar acara berlangsungnya kegiatan tersebut.
Rinaldi menyatakan wartawan tetap bisa meliput dari pintu samping ruangan. Tetapi para wartawan yang terlanjur kecewa terlihat enggan mengikuti arahan Rinaldi.
Berdasarkan pemantauan, sejumlah wartawan akhirnya kemudian meninggalkan lokasi prosesi adat dan memutuskan untuk tidak meliput kegiatan yang dikabarkan menelan dana miliaran rupiah tersebut.
Sumber: Antara, Rabu, 25 April 2012
"Sepatutnya cara menyampaikannya tidak demikian, cukup dengan bicara sopan, maaf acara akan segera dimulai, mohon untuk tidak mengambil gambar terlebih dahulu, tidak perlu bicara keras-keras dengan pengeras suara," kata salah satu wartawan setempat, Hendra, di Blambangan Umpu yang berada sekitar 220 km utara Kota Bandarlampung, Rabu.
Ia mengatakan, pembawa acara yang berseru melalui pengeras suara, meminta Wartawan untuk tidak mengabadikan prosesi itu dengan menggunakan kamera saat acara adat itu berlangsung termasuk pernyataan denda Rp24 juta.
"Pernyataan itu sama saja melecehkan profesi Wartawan," kata dia.
Dampak dari pernyataan tersebut membuat para Wartawan yang sedianya meliput kegiatan tersebut meninggalkan acara adat tersebut dan kemudian meletakkan peralatannya di lokasi kegiatan yang dilangsungkan di Islamic Center setempat sebagai simbol protes.
"Sebagai tanda protes atas pernyataan atau cara penyampaian komunikasi yang berlebihan tersebut," kata dia lagi.
Wartawan Waykanan lainnya, Guntur, mengaku mengajak Wartawan TVRI dari Bandarlampung untuk tidak meliput kegiatan tersebut supaya tidak terkena denda yang bernominal tinggi.
"Daripada terkena denda, dia saya ajak menyingkir keluar," kata Guntur.
Selain pernyataan denda, sejumlah panitia juga meminta wartawan menggunakan pakaian adat teluk belanga saat prosesi tersebut berlangsung.
Namun hal tersebut tidak dilakukan para wartawan sehubungan tidak ada pemberitahuan sebelumnya tentang penggunaan pakaian adat saat kegiatan tersebut dari Pemerintah Kabupaten Waykanan, termasuk sejumlah tokoh adat setempat.
Insiden tersebut membuat Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Waykanan Rinaldi menemui wartawan yang akhirnya berkumpul di luar acara berlangsungnya kegiatan tersebut.
Rinaldi menyatakan wartawan tetap bisa meliput dari pintu samping ruangan. Tetapi para wartawan yang terlanjur kecewa terlihat enggan mengikuti arahan Rinaldi.
Berdasarkan pemantauan, sejumlah wartawan akhirnya kemudian meninggalkan lokasi prosesi adat dan memutuskan untuk tidak meliput kegiatan yang dikabarkan menelan dana miliaran rupiah tersebut.
Sumber: Antara, Rabu, 25 April 2012
No comments:
Post a Comment