JAM terbangnya di dunia teater memang belum tinggi, tetapi aktingnya sudah memukau, terutama saat mementaskan monolog. Bersama Teater Satu Lampung, berbagai prestasi terus ditorehkan dara manis kelahiran 21 tahun silam ini.
Mengawali karier teater saat duduk di bangku SMA tepatnya dua tahun lalu, perlahan putri kedua dari pasangan Astuti dan Sukiran ini mulai menikmati aktivitasnya sebagai penghibur penonton teater.
"Awalnya sempat kesulitan waktu pertama kali monolog, karena saat tampil di panggung, kita harus bisa menjadi diri sendiri dan harus memerankan karakter yang berbeda jauh dengan karakater saya yang sebenarnya," kata Desi Sabtu (15-1).
Desi mengaku awalnya tidak mengetahui apa-apa mengenai dunia teater. Namun, kebetulan kesenian teater merupakan salah satu kegiatan tambahan di sekolahnya, Desi kemudian tertarik dan belajar menekuninya. "Ternyata asyik, tidak cuma drama tapi banyak pengalaman yang bisa didapatkan dari teater," kata Desi.
Hambatan dan kendala yang dihadapai Desi dalam beradaptasi dan mengusasi dunia teater lambat laun terselesaikan dengan baik. Tekun dan tidak pernah berhenti untuk belajar dan bertanya kepada senior, menjadi kunci sukses bagi mahasiswi Teknokrat jurusan Sistem Informasi ini di dunia teater.
Menurut Desi, dalam setiap penampilannnya di atas panggung, hal utama yang selalu dikedepankan yakni tampil dengan percaya diri. Selain itu, untuk memberikan dan menghibur penonton, dia juga selalu berusaha menunjukkan penampilan terbaik. "Saya senang jika penampilan saya di atas panggung bisa menghibur penonton," kata dia.
Buah dari usaha dan kerja keras Desi berlatih teater pun tidak sia-sia. Berbagai prestasi seringkali diraih, di antaranya juara I lomba monolog tingkat Kota Bandar Lampung tahun 2009 yang digelar Dewan Kesenian Lampung (DKL), pentas monolog di Yogyakarta yang digelar Lembaga Indonesia-Prancis tahun 2010, Pentas Aruk Gugat di Bandung, Jakarta, dan Bandar Lampung, hingga mengikuti pentas skala nasional mewakili Indonesia pada kegiatan bertajuk Festival Art Summit (FAS) di Jakarta tahun 2010.
"Tentunya sebuah kebanggaan, karena setiap insan teater pasti ingin tampil di sini (Art Summit Festival, red), terlebih pesertanya datang dari berbagai negara seperti Jerman, Korea dan Filipina," kata alumnus SMA Perintis 2 Bandar Lampung ini.
Ditentang Orang Tua
Selain menghadapi hambatan dalam proses mempelajari teater, Desi mengaku pernah mendapatkan kendala yang datang dari orang tua. Desi mengatakan waktu latihan teater yang sering berbenturan dengan waktu sekolah dan waktu pulang yang relatif malam, sempat membuat kedua orang tuanya tidak setuju dirinya menekuni teater.
"Pernah mendapat kendala dari Orang tua yang khawatir karena saya sering pulang malam. Namun, setelah mereka saya ajak melihat pertunjukan saya di atas panggung, alhamdulilah mereka bangga dan akhirnya men-support saya," kata Desi.
Desi berharap ke depan bisa semakin sukses dan selalu dapat menampilkan pertunjukan yang terbaik. Sebab itu, dia akan terus menggali ilmu pengetahuan di dunia teater, baik yang didapat dari buku hingga dari para senior. "Ya tentunya berharap bisa lebih baik lagi dan mencapai lebih dari yang ada sekarang," kata Desi.
Beberapa penampilan Desi di panggung memang sudah terlihat sempurna. Pada monolog dengan lakon Kenang-Kenangan Perempuan Pemalu karya W.S. Rendra yang kerap ia pentaskan, kehalusan geraknya mampu mewakili bahasa tubuh yang penuh makna. Vokalnya yang bersih dan mantap meneguhkan sosok bertinggi 160 cm ini memang serius berlatih.
Di bawah asuhan Iswadi Pratama di Teater Satu, Desi makin mantap dan mapan dengan kegiatan sampingannya ini. (IYAR JARKASIH/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 16 Januari 2011
No comments:
Post a Comment