BANDAR LAMPUNG—Sajak-sajak yang terangkum dalam buku berjudul Dermaga Tak Bernama karya Fitri Yani mengandung konsistensi dalam hal konvensi bahasa yang cukup baik.
PELUNCURAN BUKU PUISI. Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat (kanan) membahas sajak-sajak Fitri Yani (kiri) yang terhimpun dalam Dermaga Tak Bernama dengan moderator Jimmy Maruli Alfian (tengah) di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unila, Sabtu (22-1). (LAMPUNG POST/IKHSAN)
Demikian disampaikan Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat saat menjadi pembicara pada diskusi yang dirangkum dalam acara peluncuran buku Dermaga Tak Bernama karya Fitri Yani, di gedung Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung, tadi malam (22-1).
Hadir pada acara peluncuran dan diskusi bedah buku tersebut, di antaranya Anshori Djausal (Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Pembangunan) serta penyair asal Lampung seperti Isbedy Setiawan Z.S. dan Edi Samudera Kertagama. Acara itu dimoderatori Jimmy Maruli Alfian.
Menurut Djadjat, penulisan sajak-sajak dalam buku Dermaga Tak Bernama juga memenuhi unsur-unsur persajakan dengan baik, sehingga saat pembaca baru membaca judul, seolah sudah dapat mengisyaratkan isinya.
Djadjat memberikan saran dan masukan mengenai isi dan tampilan buku, di antaranya mengenai judul, kemudian nama penulis yang terkesan lebih tereksplor dibandingkan judul buku.
Menurut Djadjat, ada beberapa sajak yang sebenarnya bisa dijadikan judul karena dapat mewakili sisi kedaerahan asal penulis, antara lain sajak berjudul Muli, Penggembala Kerbau, atau Kafetaria Tanjungkarang.
Sedangkan Anshori Djausal mengatakan sajak-sajak Fitri Yani memiliki pilihan kata yang sangat mengagumkan. Meskipun demikian, kata Ansori, masih ada beberapa pengelompokkan puisi yang belum saaatnya untuk diterbitkan. "Untuk kumpulan puisi, buku ini terbilang tebal, dan bahkan bisa dijadikan dua buku," ujarnya.
Ansori sangat mengapresiasi peluncuran buku tersebut. Ia mengatakan ke depan tantangan yang harus dihadapi Fitri Yani sebagai penyair muda Lampung adalah bagaimana menjaga kedaerahan untuk terus dapat dieksplorasi melalui bait-bait sajak.
Sementara itu, Fitri Yani yang ditemui di sela-sela acara tersebut mengatakan buku setebal 83 halaman dan berisikan 62 puisi yang terbagi menjadi tiga bagian tersebut di buat sejak 2006. "Ini adalah buku pertama saya. Saya berharap buku ini bisa mendapat apresiasi dan memberikan inspirasi yang positif," kata Fitri. (MG18/K-2)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 23 Januari 2011)
No comments:
Post a Comment