BANDAR LAMPUNG (Lampost): Hari ini, Kamis (31-1), Yayasan Kebudayaan Rancage mengganjar buku sastra berbahasa Lampung, Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi, dengan penghargaan Hadiah Sastra Rancage 2008.
"Ini pertama sekali Hadiah Sastra Rancage diberikan untuk karya sastra berbahasa daerah dari luar Pulau Jawa. Sudah sepuluh kali Hadiah Sastra Rancange diberikan kepada karya sastra berbahasa daerah, baru kali ini penghargaan itu diberikan kepada sastra berbahasa Lampung," kata Irfan Anshori, salah seorang Dewan Juri Rancange Award 2008 yang juga anggota Pusat Studi Kebudayaan Sunda, dalam rilis yang disampaikan kepada Lampung Post, Rabu (30-1).
Irfan Anshory mengatakan, ada dua buku sastra berbahasa Lampung yang ditulis Udo Z. Karzi dan diikutsertakan dalam penilaian Hadiah Sastra Rancage. Tapi, penghargaan yang diberikan setiap tahun untuk karya sastra berbahasa daerah itu akhirnya jatuh ke Mak Dawah Mak Dibingi.
"Kami berharap hadiah ini menjadi pemicu bagi pelestarian bahasa Lampung di lingkungan masyarakatnya. Semoga menjadi pemicu penerbitan buku-buku sastra berbahasa Lampung," kata Irfan.
Menurut Irfan, Yayasan Kebudayaan Rancage pimpinan sastrawan Ajip Rosidi sudah sejak lama mengamati perkembangan karya sastra berbahasa daerah yang ada di luar Pulau Jawa. Tapi, ternyata perkembangan karya sastra berbahasa Lampung lebih semarak dibandingkan daerah lainnya.
"Begitu kami menemukan buku berbahasa daerah Lampung, kami menghubungi penerbitnya. Mereka respek dan mengirimkan buku Udo Z. Karzi serta menyanggupi akan menerbitkan buku berbahasa Lampung secara kontinu," kata Irfan.
Hal senada diakui Direktur Yayasan Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) Budi Hutasuhut, yang menerbitkan buku Mak Dawah Mak Dibingi. Buku berisi 50 puisi berbahasa Lampung itu diterbitkan MataKata bekerja sama B-Press, pada Desember 2007.
"Buku itu diterbitkan dalam rangka memopulerkan penggunaan bahasa Lampung di lingkungan masyarakat. Kami berharap pemerintah daerah bisa menjadikan buku ini sebagai bahan ajar untuk mata pelajaran muatan lokal," kata Budi.
Menurut Budi, penerbitan buku berbahasa Lampung itu didorong oleh kekhawatiran akan punahnya bahasa Lampung mengingat tidak banyak lagi penduduk Lampung yang menjadikannya bahasa sehari-hari. "Berdasarkan penelitian Yayasan SKL, salah satu penyebab rendahnya minat masyarakat Lampung dalam berbahasa Lampung karena tidak banyak bacaan (literatur) dalam bahasa Lampung yang dapat mengakrabkan bahasa tersebut dengan masarakat pemiliknya," kata dia.
Sebab itu, masyarakat Lampung butuh bahan bacaan dalam bahasa Lampung, sehingga mereka merasa akrab dengan bahasa daerahnya. Setelah akrab, diharapkan masyarakat Lampung mencintai bahasa daerahnya. "Dengan begitu, mereka akan mempergunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sehari-hari," kata dia. n HES/K-1
Sumber: Lampung Post, Kamis, 31 Januari 2008
No comments:
Post a Comment