Iswadi Pratama: Perhatikan Seni dan Budaya
PERHATIAN pemerintah di bidang seni dan budaya masih bersifat fisik. Bila bangunan fisiknya sudah berdiri, pembinaan kulturalnya ditinggalkan. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan fisik tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan masyarakat. Beberapa kegiatan, Festival Krakatau misalnya, hanya rutinitas belaka.
"Seni dan budaya itu investasi jangka panjang. Tidak akan cukup dalam waktu satu atau dua tahun dengan membangunkan fisiknya saja," ujar Iswadi, Sabtu (26-1), di Taman Budaya Lampung.
Ia mencontohkan Pasar Seni yang secara fisik ada, tapi isinya tidak muncul. Padahal, Lampung juga bertanggung jawab menyokong Indonesia dalam rangka menjalankan keputusan PBB yang menginginkan pembangunan di negara-negara anggotanya harus bermatra kebudayaan. "Pembangunan seni dan budaya seharusnya tidak lagi artefak oriented, tapi lebih kepada cultural oriented," ujarnya.
Iswadi juga menyebut seni masih terpinggirkan dalam pendidikan. Seni masih tergolong pelajaran muatan lokal. Itu pun lebih banyak mempelajari teori, sedangkan prakteknya kurang. "Hasilnya, tidak sedikit para pelajar yang lemah pemahamannya dalam membuat atau mengapresiasi puisi," ujar seniman yang tinggal di Kemiling ini.
Lebih dari itu, minat membaca dan menulis pun dinilai masih rendah. Ke depan, pemimpin daerah ini harus paham indikator keberhasilan pembangunan seni dan budaya. Sosoknya tidak harus bisa menguasai kedua bidang tersebut, tapi minimal memiliki wawasan pembangunan yang menyeluruh.
"Harus jelas. Apakah dilihat dari kuantitas pembangunan gedung-gedungnya, produk-produk keseniannya atau sanggar-sanggar keseniannya." n */U-1
Lupita Lukman: Pembinaan Minim
PERKEMBANGAN puisi dan syair di Lampung cukup baik. Individu-individunya tidak hanya mengandalkan komunitas sebagai media pengembangan diri. Di samping itu, mereka juga aktif berproses secara mandiri dengan membaca dan mempelajari karya-karya luar. Namun, kondisi ini belum didukung dengan perhatian intensif pemerintah.
"Lampung dan Bali dikenal negerinya penyair. Daerah kita termasuk kondusif bagi para penyair untuk mengembangkan diri," papar Santika Lupitasari, Sabtu (26-1) malam.
Meski demikian, pembinaan pemerintah hampir tidak terlihat. "Hubungan dengan pemerintah masih kurang."
Kesenian di Lampung, ujar penyair yang dikenal dengan nama Lupita Lukman itu, tidak menjadi prioritas pembangunan dan hanya menempati urutan ke sekian. "Terutama eksplorasinya yang hampir tidak terlihat," tambah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung ini.
Ia berharap pemimpin ke depan lebih memperhatikan kekurangan ini. Sumber daya manusia yang cukup potensial harus didukung dengan pembinaan yang baik pula. "Hatinya harus lepas dari ego pribadi dan lebih perhatian terhadap masyarakatnya," ujar warga Bandar Lampung itu n */U-1
Sumber: Lampung Post, Senin, 28 Januari 2008
No comments:
Post a Comment