TANTANGAN terberat untuk membuat kain tapis menjadi busana kasual tidak hanya dari jenis kainnya yang kaku, tapi juga lapisan benang emas yang tebal. Hal ini membuat tapis identik dengan kain yang berat dan ribet, sehingga tapis hanya digunakan pada momen-momen tertentu.
Namun, di tangan Dee Ong dan Zea, kain tapis bermetamorfosis menjadi busana kasual dan easy to wear. Dee Ong yang bernama asli Diana Safitri ini memang baru satu tahun merambah dunia fashion. Tapi, kepiawaiannya mendesain kain tradisional menjadi busana-busana siap pakai melejitkan namanya ke fashion dunia.
Siapa yang tidak kenal dengan koleksi batik 118 rancangan Dee Ong? Saat ini koleksi batiknya terus diburu para fashionista mancanegara.
Sukses dengan batik, Dee Ong ditantang untuk mempopulerkan tapis melalui ajang Jakarta Fashion Week (JFW)yang berlangsung pada 12—18 November kemarin. Lampung Post diundang langsung oleh Dee Ong untuk menyaksikan busana-busana rancangannya. Enam busana kasual kain khas Lampung rancangan Dee mengundang decak kagum pengunjung JFW.
Menurut Dee, paduan yang pas untuk tapis adalah kebaya. Salah satu koleksi tapisnya yang ditampilkan di JFW berupa kebaya hitam bahan brokat yang dipadu tapis melingkari pinggang. Kreasi tapis ini mirip ikat pinggang, tetapi menyatu dengan kebaya. Gaun ini sangat anggun dipakai untuk menghadiri dinner party.
Dee juga mampu menyulap tapis menjadi coat yang manis. Coat yang tidak terlalu panjang itu dipadukan dengan legging. Sangat pas digunakan untuk hang out bersama teman-teman. Empat busana lainnya berupa cocktail dress yang sangat kasual. Minidrees tapis dipadu dengan rok pendek yang modis.
Menurut Dee, ketertarikannya pada dunia fashion berawal dari kecintaannya pada budaya Indonesia. Selain itu, Dee mengaku sedikit “centil”, dia suka mendesain busana-busana agak terbuka yang tidak malu-malu memperlihatkan keindahan bahu dan kaki nan jenjang. Kecintaan pada budaya Indonesia dan kecentilannya itu mengantarkan Dee menjadi desainer andal.
“Sebenarnya saya lebih senang disebut budayawan karena sebenarnya semuanya ini diawali dari rasa cinta saya terhadap budaya Indonesia. Tapi karena saya suka menggambar sejak kecil, terus saya agak centil juga, suka mendesain busana-busana yang modis, akhirnya suami saya mendorong saya untuk menjadi desainer,” ujar Dee saat ditemui di JFW, Minggu (13-11).
Pada ajang fashion Indonesia ini, Dee merangkul desainer muda asal Lampung Ziggy Zeaoryzabrizkie atau akrab disapa Zea. Dari Zea, Dee belajar banyak tentang kain tapis.
Pada kesempatan ini, Zea juga menampilkan lima busana tapis rancangannya. Kelimanya berupa busana cocktail dress. Zea memadukan tapis dan kain katun. Menurut Zea, untuk busana kasual, katun lebih pas dan nyaman di tubuh. Salah satu rancangan Zea adalah minidrees berwarna merah marun.
Bagian bahu dihiasi dengan tapis emas bermotif pucuk rebung, sedangkan bagian dada menampakkan siluet tapis. Warna cokelat tua mendominasi busana rancangan Zea. Zea tidak memadati busana-busana rancangannya dengan tapis, tetapi sentuhan tapis pada bagian bahu, tengah, dan kiri-kanan tubuh menjadikan busana ini sangat nyaman dipakai.
“Sebenarnya kain tapis itu tidak berat, tapi memang sedikit kaku. Yang membuat tapis terasa berat adalah benang emasnya yang harus diisi kain katun saat menyulamnya,” ujar Zea.
Karena itu, Zea melakukan inovasi pada teknik sulamannya, misalnya dengan mengurangi kain katun atau benang emas di sulaman tapis, sehingga kain tapis menjadi lebih ringan dan tidak terlalu kaku. Untuk menyeimbangkan kesan kaku itu, Zea memilih memadukan tapis dengan katun, sifon, dan sutra.
Hmm, melihat busana-busana rancangan Dee dan Zea, tampaknya tidak akan ada lagi anak-anak muda, terutama anak muda Lampung, yang enggan menggunakan tapis. Kasual dan sangat keren! (M-2)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 November 2011
Showing posts with label mode. Show all posts
Showing posts with label mode. Show all posts
November 20, 2011
November 14, 2011
Mode: Tapis Lampung Pukau Pengunjung JFC
JAKARTA (Lampost): Sentuhan tapis Lampung karya Dee Ong dalam balutan busana kasual dan easy to wear mengundang decak kagum penonton Jakarta Fashion Week (JFC) di Pacific Place, Jakarta, Minggu (13-11).
TAPIS JFW 2011. Peragawati menunjukkan baju berbahan tapis khas Lampung karya perancang busana Dee Ong dalam acara Jakarta Fashion Week (JFW) tahun 2011 di Pasific Place, Jakarta, Minggu (13-11).
Pada sesi pertama, Dee menampilkan busana batik 118 yang sudah mendunia. Ciri khas batik rancangan Dee ialah tanpa jahitan. Dee menggunakan sentuhan bordir pinggir untuk semua busananya. Para model melangkah diiringi lantunan lagu Ketulusan yang dibawakan Reza Arthamevia.
Reza yang mengenakan kebaya krem berpadu celana tapis terlihat anggun dan energik.
Dee Ong mengangkat tema spesial My coffe in the famous tapis. Busana tapis ditampilkan pada sesi kedua dan ketiga.
Di ajang JFW ini, Dee menggandeng desainer muda Lampung berbakat Ziggy Zeaoryzabriskie atau yang akrab disapa Zea. Lima cocktail dress karya Zea tampil di sesi kedua.
Pada sesi ketiga, Reza kembali membawakan lagu Cintakan Membawamu ciptaan Ahmad Dhani. Gaun ketat putih membalut tubuh Reza. Bagian bawah gaun berbahan sifon ini dihiasi renda tapis motif rebung emas. Suara merdu Reza mengiringi peragaan busana tapis Dee.
Dari enam rancangan busana tapis Dee, empat di antaranya minidress. Tapis berwarna cokelat dan hitam menjadi dominan karena Dee mendekatkan tapis dengan kopi lampung yang merupakan ciri khas lampung.
Peragaan busana rancangan Dee Ong ini dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar, Ketua Dekranasda Bandar Lampung Eva Dwiana Herman H.N., dan Desainer Lampung Aan Ibrahim.
Kreasi tapis pada minidrees berupa siluet di samping kiri kanan. Siluet ini menambah kesan seksi dan ramping. Menurut Dee, tantangan terberat mendesain tapis adalah kainnya yang kaku dan berat, sehingga Dee memilih sifon dan kain-kain berbahan lembut sebagai padanannya.
"Saya ingin tapis dikenal oleh masyarakat Indonesia, paling tidak orang Lampung sendiri tidak malas lagi menggunakan tapis karena berat dan kaku," ujar Dee usai acara. RIN/S-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 14 November 2011
TAPIS JFW 2011. Peragawati menunjukkan baju berbahan tapis khas Lampung karya perancang busana Dee Ong dalam acara Jakarta Fashion Week (JFW) tahun 2011 di Pasific Place, Jakarta, Minggu (13-11).Pada sesi pertama, Dee menampilkan busana batik 118 yang sudah mendunia. Ciri khas batik rancangan Dee ialah tanpa jahitan. Dee menggunakan sentuhan bordir pinggir untuk semua busananya. Para model melangkah diiringi lantunan lagu Ketulusan yang dibawakan Reza Arthamevia.
Reza yang mengenakan kebaya krem berpadu celana tapis terlihat anggun dan energik.
Dee Ong mengangkat tema spesial My coffe in the famous tapis. Busana tapis ditampilkan pada sesi kedua dan ketiga.
Di ajang JFW ini, Dee menggandeng desainer muda Lampung berbakat Ziggy Zeaoryzabriskie atau yang akrab disapa Zea. Lima cocktail dress karya Zea tampil di sesi kedua.
Pada sesi ketiga, Reza kembali membawakan lagu Cintakan Membawamu ciptaan Ahmad Dhani. Gaun ketat putih membalut tubuh Reza. Bagian bawah gaun berbahan sifon ini dihiasi renda tapis motif rebung emas. Suara merdu Reza mengiringi peragaan busana tapis Dee.
Dari enam rancangan busana tapis Dee, empat di antaranya minidress. Tapis berwarna cokelat dan hitam menjadi dominan karena Dee mendekatkan tapis dengan kopi lampung yang merupakan ciri khas lampung.
Peragaan busana rancangan Dee Ong ini dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar, Ketua Dekranasda Bandar Lampung Eva Dwiana Herman H.N., dan Desainer Lampung Aan Ibrahim.
Kreasi tapis pada minidrees berupa siluet di samping kiri kanan. Siluet ini menambah kesan seksi dan ramping. Menurut Dee, tantangan terberat mendesain tapis adalah kainnya yang kaku dan berat, sehingga Dee memilih sifon dan kain-kain berbahan lembut sebagai padanannya.
"Saya ingin tapis dikenal oleh masyarakat Indonesia, paling tidak orang Lampung sendiri tidak malas lagi menggunakan tapis karena berat dan kaku," ujar Dee usai acara. RIN/S-2
Sumber: Lampung Post, Senin, 14 November 2011
March 22, 2009
Peragaan Busana: Kreasi dari Kain Khas Lampung
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kreasi busana anak-anak menggunakan kain tapis, batik, dan sulam usus menjadi terobosan untuk memasyarakatkan kain khas Lampung.
Selama ini gaun yang dirancang dari kain khas Lampung seperti sulam usus, tapis, dan batik lampung identik dengan kegiatan formal seperti pernikahan dan acara adat. Untuk memasyarakatkan kain khas Lampung, Dekranasda menggelar Lomba Busana Anak-anak Khas Lampung, di lantai IV Mal Kartini, Sabtu (21-3).
Lomba ini diikuti 66 peserta yang memperagakan busana modifikasi kain sulam usus, tapis, dan batik lampung hasil perancang-perancang Lampung.
Peragaan busana anak-anak ini didominasi rancangan gaun kain sulam usus. Seperti yang diperagakan peserta nomor 14, terusan sulam usus ungu dengan hiasan pinggir sulaman bunga tanjung dimodifiksi dengan sulam usus putih sebagai gaun tengah.
Busana ini terlihat chick dan tidak terlalu formal. Bisa digunakan oleh anak-anak dalam acara perpisahan sekolah, ulang tahun teman atau acara keluarga. Gaun malam sulam usus hitam rancangan Sumiarti Sapri terlihat anggun dan dewasa. Busana ini diperagakan oleh peserta nomor 18, Sania Ajeng Puji Astuti, siswa SD Al-Azhar.
Beberapa busana sulam usus juga diperagakan oleh peserta nomor 22 dengan memodifikasi sulam usus kuning, merah, dan hijau membentuk siluet tubuh, memberi kesan seksi.
Rancangan yang cukup menarik dan unik diperagakan peserta nomor 38, Reh Muliana Yasinta Angela Moza, siswa SD Tunas Mekar Indonesia. Busana ini dirancang oleh Dewi Modeling.
Dewi memodifikasi tapis dan kain batik. Tapis pucuk rebung dijadikan lilitan pinggang dan bendana yang dibiarkan menjuntai sebagai hiasan kepala. Bawahan rok panjang dari batik Lampung dengan ornamen siger Saibatin dan burung. Busana ini masih terkesan agak formal, bisa digunakan dalam acara-acara resmi.
Peserta nomor 50, Janatul Anin, juga menampilkan gaun panjang modifikasi tapis dan batik. Kain tapis pucuk rebung dijadikan atasan dengan kerah agak tinggi. Untuk bawahan rok panjang dari kain batik Lampung dengan ornamen bunga-bunga kecil.
Rok ini dirancang persegi berbentuk huruf V, sehingga bagian depan pendek sepaha, sedangkan bagian belakang panjang semata kaki. Busana rancangan Ely Rumah Mode ini terlihat modis untuk digunakan dalam acara-acara semi formal.
Selain itu juga ada rancangan sulam usus busana pria. Seperti yang diperagakan oleh peserta nomor 37 yang menggunakan rompi sulam usus merah dengan busana kaos hitam lengan panjang.
Busana pria ini memberi kesan metropolis. Sedangkan peserta nomor 54 menggunakan rompi hitam yang disulam dengan sulam usus putih. Rompi ini dipakai bersama kemeja merah. Busana pria ini terkesan sederhana, tapi bergaya. Bisa digunakan sebagai busana Lebaran Idulfitri, atau acara busana kepanitiaan sekolah.
Ketua Dekranasda Lampung, Dewi Syamsurya Ryacudu, mengatakan fashion show itu dalam rangka ulang tahun ke-29 Dekranasda. Lomba rancang busana anak-anak khas Lampung itu untuk mendekatkan masyarakat dengan kain daerah mereka. Selain itu juga menjadi ajang kreasi bagi pengrajin dan perancang busana di Lampung.
"Lomba ini khusus bagi perajin binaan Dekranasda Provinsi, namun kami juga mengundang Dekranasda kabupaten/kota untuk ikut serta," kata Dewi ketika diwawancarai usai acara.
Kriteria penilaian lomba dititikberatkan pada corak dan keindahan rancangan busana yang belum pernah dipublikasikan atau desain terbaru. Dari 66 peserta akan dipilih 7 finalis untuk tampil pada puncak HUT Dekranasda pada 31 Maret di Balai Keratun.
Dewi mengatakan untuk mempromosikan kain khas Lampung ke berbagai negara, Dekranasda Provinsi bekerja sama dengan pengurus Dekranas. Pameran tidak hanya dilaksanakan di dalam negeri, tetapi juga ke luar negeri, salah satunya ke Prancis. "Kami bekerja sama dengan Dekranasda Pusat, kalau ada pameran di Jakarta, Singapura, atau pernah juga ke Prancis, kami siap memperomosikan kain khas Lampung ini ke berbagai negara," kata Dewi. n RIN/U-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 Maret 2009
Selama ini gaun yang dirancang dari kain khas Lampung seperti sulam usus, tapis, dan batik lampung identik dengan kegiatan formal seperti pernikahan dan acara adat. Untuk memasyarakatkan kain khas Lampung, Dekranasda menggelar Lomba Busana Anak-anak Khas Lampung, di lantai IV Mal Kartini, Sabtu (21-3).
Lomba ini diikuti 66 peserta yang memperagakan busana modifikasi kain sulam usus, tapis, dan batik lampung hasil perancang-perancang Lampung.
Peragaan busana anak-anak ini didominasi rancangan gaun kain sulam usus. Seperti yang diperagakan peserta nomor 14, terusan sulam usus ungu dengan hiasan pinggir sulaman bunga tanjung dimodifiksi dengan sulam usus putih sebagai gaun tengah.
Busana ini terlihat chick dan tidak terlalu formal. Bisa digunakan oleh anak-anak dalam acara perpisahan sekolah, ulang tahun teman atau acara keluarga. Gaun malam sulam usus hitam rancangan Sumiarti Sapri terlihat anggun dan dewasa. Busana ini diperagakan oleh peserta nomor 18, Sania Ajeng Puji Astuti, siswa SD Al-Azhar.
Beberapa busana sulam usus juga diperagakan oleh peserta nomor 22 dengan memodifikasi sulam usus kuning, merah, dan hijau membentuk siluet tubuh, memberi kesan seksi.
Rancangan yang cukup menarik dan unik diperagakan peserta nomor 38, Reh Muliana Yasinta Angela Moza, siswa SD Tunas Mekar Indonesia. Busana ini dirancang oleh Dewi Modeling.
Dewi memodifikasi tapis dan kain batik. Tapis pucuk rebung dijadikan lilitan pinggang dan bendana yang dibiarkan menjuntai sebagai hiasan kepala. Bawahan rok panjang dari batik Lampung dengan ornamen siger Saibatin dan burung. Busana ini masih terkesan agak formal, bisa digunakan dalam acara-acara resmi.
Peserta nomor 50, Janatul Anin, juga menampilkan gaun panjang modifikasi tapis dan batik. Kain tapis pucuk rebung dijadikan atasan dengan kerah agak tinggi. Untuk bawahan rok panjang dari kain batik Lampung dengan ornamen bunga-bunga kecil.
Rok ini dirancang persegi berbentuk huruf V, sehingga bagian depan pendek sepaha, sedangkan bagian belakang panjang semata kaki. Busana rancangan Ely Rumah Mode ini terlihat modis untuk digunakan dalam acara-acara semi formal.
Selain itu juga ada rancangan sulam usus busana pria. Seperti yang diperagakan oleh peserta nomor 37 yang menggunakan rompi sulam usus merah dengan busana kaos hitam lengan panjang.
Busana pria ini memberi kesan metropolis. Sedangkan peserta nomor 54 menggunakan rompi hitam yang disulam dengan sulam usus putih. Rompi ini dipakai bersama kemeja merah. Busana pria ini terkesan sederhana, tapi bergaya. Bisa digunakan sebagai busana Lebaran Idulfitri, atau acara busana kepanitiaan sekolah.
Ketua Dekranasda Lampung, Dewi Syamsurya Ryacudu, mengatakan fashion show itu dalam rangka ulang tahun ke-29 Dekranasda. Lomba rancang busana anak-anak khas Lampung itu untuk mendekatkan masyarakat dengan kain daerah mereka. Selain itu juga menjadi ajang kreasi bagi pengrajin dan perancang busana di Lampung.
"Lomba ini khusus bagi perajin binaan Dekranasda Provinsi, namun kami juga mengundang Dekranasda kabupaten/kota untuk ikut serta," kata Dewi ketika diwawancarai usai acara.
Kriteria penilaian lomba dititikberatkan pada corak dan keindahan rancangan busana yang belum pernah dipublikasikan atau desain terbaru. Dari 66 peserta akan dipilih 7 finalis untuk tampil pada puncak HUT Dekranasda pada 31 Maret di Balai Keratun.
Dewi mengatakan untuk mempromosikan kain khas Lampung ke berbagai negara, Dekranasda Provinsi bekerja sama dengan pengurus Dekranas. Pameran tidak hanya dilaksanakan di dalam negeri, tetapi juga ke luar negeri, salah satunya ke Prancis. "Kami bekerja sama dengan Dekranasda Pusat, kalau ada pameran di Jakarta, Singapura, atau pernah juga ke Prancis, kami siap memperomosikan kain khas Lampung ini ke berbagai negara," kata Dewi. n RIN/U-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 Maret 2009
June 24, 2007
Ramli: Dari Lampung untuk Mode
SALAH satu perancang busana terkemuka Indonesia, Ramli, tak henti-hentinya berkarya. Setelah mengangkat kain-kain dari kerajinan rakyat dari berbagai daerah di Indonesia, kini untuk memperingati 31 tahun dia berkarya di dunia mode, Ramli memilih kain dan kerajinan rakyat Lampung.
Perancang busana Ramli sedang merapikan busana-busana kreasi terbarunya yang menggunakan bahan kain dan kerajinan khas Lampung. Istimewa
Acara bertajuk Beautiful Lampung - 31 Ramli Berkarya itu, menurut rencana akan diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta, pada 2 sampai 6 Juli 2007. Bersamaan dengan acara itu, digelar pula malam final pemilihan Model Indonesia dan Fashion Lifetime Achievement Award 2007.
Pemilihan Model Indonesia yang telah beberapa kali diselenggarakan oleh Ramli, diadakan untuk menjaring para calon model muda berbakat, yang sangat diperlukan untuk membantu mempromosikan busana dan aksesoris karya para perancang Indonesia. Sedangkan Fashion Lifetime Achievement Award 2007 diselenggarakan untuk memberikan penghargaan kepada para tokoh yang berjasa memajukan mode di Indonesia.
Kok tajuknya Lampung? Dalam wawancara dengan SP di Jakarta, Rabu (20/6) siang, Ramli mengemukakan dia sudah pernah mengangkat seni dan budaya berbagai daerah lain sebagai inspirasinya untuk merancang busana. "Saya sudah pernah mengangkat seni budaya Jakarta, Sumatra Barat, Jambi, Riau, dan juga memanfaatkan batik dari berbagai daerah sebagai bahan utama busana-busana rancangan saya," tuturnya.
Ramli juga mengungkapkan, dia senang berjalan-jalan ke berbagai daerah di Indonesia. Dari perjalanannya itu, dia melihat kekayaan seni budaya Indonesia sangat indah dan unik. "Tapi sayangnya, belum banyak yang tahu. Hal ini disebabkan tak ada atau masih sedikit yang mengangkat hal-hal indah itu ke kancah nasional maupun internasional," tambahnya.
Ramli pun terdorong untuk ikut membantu mempromosikan kekayaan seni budaya Indonesia itu lewat busana-busana yang dirancangnya. Sekaligus dia ikut pula membantu para perajin, sehingga karya mereka lebih dikenal di tingkat nasional dan internasional. Upaya perancang itu yang bertahun-tahun membina para perajin di berbagai daerah, menyebabkan dirinya pernah memperoleh Upakarti, sebuah penghargaan dari Presiden RI.
Namun seperti yang diungkapkannya, keinginannya membantu para perajin bukan untuk memperoleh penghargaan. Dia melakukannya dengan tulus, karena melihat bahwa sebenarnya karya para perajin itu memang indah dan perlu diperkenalkan lebih luas lagi. Sama seperti yang dilakukannya kini dengan mencoba mengangkat seni budaya Lampung, yang juga terkenal dengan beragam keindahannya.
Dimodifikasi

Beberapa busana rancangan Ramli yang memanfaatkan kain tapis dan sulam usus, kerajinan rakyat Lampung. SP/Berthold Sinaulan
Sebenarnya, sesuai penuturan perancang busana itu, dia telah mengenal Lampung dan adanya kain tapis Lampung yang indah, sejak lama. Namun dia baru mencoba mengangkat keindahan budaya daerah itu awal 2007, dengan berkali-kali berkunjung ke provinsi yang terletak di Pulau Sumatra itu.
Awalnya, tatkala Ramli menunaikan ibadah haji pada 2006, dia bertemu dengan rombongan putera Gubernur Lampung yang menawarinya untuk mencicipi sambal Lampung. Dari perkenalan itu, berlanjut dengan pembicaraan mengenai beragam hal di Lampung, termasuk kekayaan seni budayanya.
Sepulang dari ibadah, Ramli diperkenalkan dengan istri Gubernur Lampung, Ny Truly Sacjhroedin, yang juga mempunyai minat untuk mengangkat seni budaya Lampung sehingga lebih dikenal secara luas. Maka, dari situlah timbul ide untuk memperingati 31 tahun Ramli berkarya dalam dunia mode, dengan mengangkat seni budaya Lampung.
Perancang itu memang satu dari sedikit perancang Indonesia yang setiap tahun secara rutin menyelenggarakan peragaan busana tunggal. Kali ini, kain tapis dan sulam usus berupa jalinan pita yang rumit, dijadikan bahan dasar untuk membuat busana-busana rancangannya. Sulam usus yang tadinya dibuat taplak meja, dimodifikasi Ramli sedemikian rupa sehingga menjadi rok klok yang indah.
Sedangkan tapis yang biasanya cukup berat, dimodifikasi Ramli dengan bahan-bahan yang lebih ringan dan banyak tersedia, tanpa mengubah motifnya secara mendasar. Gaun-gaun malam yang indah dan berkesan mewah, kebaya modifikasi, busana cocktail party, sampai busana untuk bekerja sehari-hari dan busana muslim, berhasil dibuat Ramli menggunakan tapis dan sulam usus itu.
Warna-warna hitam, putih, merah, dan beragam warna lainnya, yang dipadu dengan benang emas, mendominasi busana-busana terbaru karya Ramli kali ini. Motif-motif khas Lampung, menjadi elemen detail yang memperkuat garis busana tersebut. Tak kurang dari 93 busana, yang 25 persen di antaranya adalah busana pria, akan ditampilkan perancang busana dalam peragaan tunggalnya di awal Juli mendatang.
Peragaan tahunan kali ini, tampaknya akan semakin mengukuhkan eksistensi Ramli sebagai perancang busana yang tetap setia memanfaatkan kekayaan seni budaya berbagai daerah di Indonesia sebagai sumber inspirasi rancangan-rancangan busananya. Sekaligus menunjukkan niatnya benar-benar tulus, untuk membantu mempromosikan keindahan seni budaya Indonesia dan kerja para perajin di berbagai daerah. [B-8]
Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 24 Juni 2007
Perancang busana Ramli sedang merapikan busana-busana kreasi terbarunya yang menggunakan bahan kain dan kerajinan khas Lampung. IstimewaAcara bertajuk Beautiful Lampung - 31 Ramli Berkarya itu, menurut rencana akan diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta, pada 2 sampai 6 Juli 2007. Bersamaan dengan acara itu, digelar pula malam final pemilihan Model Indonesia dan Fashion Lifetime Achievement Award 2007.
Pemilihan Model Indonesia yang telah beberapa kali diselenggarakan oleh Ramli, diadakan untuk menjaring para calon model muda berbakat, yang sangat diperlukan untuk membantu mempromosikan busana dan aksesoris karya para perancang Indonesia. Sedangkan Fashion Lifetime Achievement Award 2007 diselenggarakan untuk memberikan penghargaan kepada para tokoh yang berjasa memajukan mode di Indonesia.
Kok tajuknya Lampung? Dalam wawancara dengan SP di Jakarta, Rabu (20/6) siang, Ramli mengemukakan dia sudah pernah mengangkat seni dan budaya berbagai daerah lain sebagai inspirasinya untuk merancang busana. "Saya sudah pernah mengangkat seni budaya Jakarta, Sumatra Barat, Jambi, Riau, dan juga memanfaatkan batik dari berbagai daerah sebagai bahan utama busana-busana rancangan saya," tuturnya.
Ramli juga mengungkapkan, dia senang berjalan-jalan ke berbagai daerah di Indonesia. Dari perjalanannya itu, dia melihat kekayaan seni budaya Indonesia sangat indah dan unik. "Tapi sayangnya, belum banyak yang tahu. Hal ini disebabkan tak ada atau masih sedikit yang mengangkat hal-hal indah itu ke kancah nasional maupun internasional," tambahnya.
Ramli pun terdorong untuk ikut membantu mempromosikan kekayaan seni budaya Indonesia itu lewat busana-busana yang dirancangnya. Sekaligus dia ikut pula membantu para perajin, sehingga karya mereka lebih dikenal di tingkat nasional dan internasional. Upaya perancang itu yang bertahun-tahun membina para perajin di berbagai daerah, menyebabkan dirinya pernah memperoleh Upakarti, sebuah penghargaan dari Presiden RI.
Namun seperti yang diungkapkannya, keinginannya membantu para perajin bukan untuk memperoleh penghargaan. Dia melakukannya dengan tulus, karena melihat bahwa sebenarnya karya para perajin itu memang indah dan perlu diperkenalkan lebih luas lagi. Sama seperti yang dilakukannya kini dengan mencoba mengangkat seni budaya Lampung, yang juga terkenal dengan beragam keindahannya.
Dimodifikasi

Beberapa busana rancangan Ramli yang memanfaatkan kain tapis dan sulam usus, kerajinan rakyat Lampung. SP/Berthold SinaulanSebenarnya, sesuai penuturan perancang busana itu, dia telah mengenal Lampung dan adanya kain tapis Lampung yang indah, sejak lama. Namun dia baru mencoba mengangkat keindahan budaya daerah itu awal 2007, dengan berkali-kali berkunjung ke provinsi yang terletak di Pulau Sumatra itu.
Awalnya, tatkala Ramli menunaikan ibadah haji pada 2006, dia bertemu dengan rombongan putera Gubernur Lampung yang menawarinya untuk mencicipi sambal Lampung. Dari perkenalan itu, berlanjut dengan pembicaraan mengenai beragam hal di Lampung, termasuk kekayaan seni budayanya.
Sepulang dari ibadah, Ramli diperkenalkan dengan istri Gubernur Lampung, Ny Truly Sacjhroedin, yang juga mempunyai minat untuk mengangkat seni budaya Lampung sehingga lebih dikenal secara luas. Maka, dari situlah timbul ide untuk memperingati 31 tahun Ramli berkarya dalam dunia mode, dengan mengangkat seni budaya Lampung.
Perancang itu memang satu dari sedikit perancang Indonesia yang setiap tahun secara rutin menyelenggarakan peragaan busana tunggal. Kali ini, kain tapis dan sulam usus berupa jalinan pita yang rumit, dijadikan bahan dasar untuk membuat busana-busana rancangannya. Sulam usus yang tadinya dibuat taplak meja, dimodifikasi Ramli sedemikian rupa sehingga menjadi rok klok yang indah.
Sedangkan tapis yang biasanya cukup berat, dimodifikasi Ramli dengan bahan-bahan yang lebih ringan dan banyak tersedia, tanpa mengubah motifnya secara mendasar. Gaun-gaun malam yang indah dan berkesan mewah, kebaya modifikasi, busana cocktail party, sampai busana untuk bekerja sehari-hari dan busana muslim, berhasil dibuat Ramli menggunakan tapis dan sulam usus itu.
Warna-warna hitam, putih, merah, dan beragam warna lainnya, yang dipadu dengan benang emas, mendominasi busana-busana terbaru karya Ramli kali ini. Motif-motif khas Lampung, menjadi elemen detail yang memperkuat garis busana tersebut. Tak kurang dari 93 busana, yang 25 persen di antaranya adalah busana pria, akan ditampilkan perancang busana dalam peragaan tunggalnya di awal Juli mendatang.
Peragaan tahunan kali ini, tampaknya akan semakin mengukuhkan eksistensi Ramli sebagai perancang busana yang tetap setia memanfaatkan kekayaan seni budaya berbagai daerah di Indonesia sebagai sumber inspirasi rancangan-rancangan busananya. Sekaligus menunjukkan niatnya benar-benar tulus, untuk membantu mempromosikan keindahan seni budaya Indonesia dan kerja para perajin di berbagai daerah. [B-8]
Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 24 Juni 2007
Subscribe to:
Comments (Atom)