October 17, 2010

‘Yupz!’ Bahasa ‘Alay’

BANDAR LAMPUNG (Lampost): "U 9Hy D! HuMZzZ ya...???" Jangan kaget dan bingung. Inilah bahasa alay yang mendominasi dunia maya di Facebook, Twitter, Friendster, dan berbagai situs jejaring sosial.

‘CHATTING’ PAKAI BAHASA ‘ALAY’. Sejumlah anak muda berkumpul sambil berkomunikasi dengan bahasa alay melalui telepon seluler di pusat angkringan Jalan Zainal Abidin Pagaralam, Bandar Lampung, Sabtu (16-10). Penggunaan bahasa pergaulan ini merebak melalui dunia maya. (LAMPUNG POST/*)

Maksud kutipan tersebut yakni "Kau lagi di rumah, ya?" Ciri bahasa alay yakni mencampurkan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, menggunakan singkatan, kode, angka, dan gambar dengan prinsip tahu sama tahu. Contoh perbendaharaan bahasa alay yakni saya menjadi gue, w, gw, q, qw, dan g (lihat tabel).

Bahasa alay merupakan singkatan dari anak layangan, anak lebay, anak layu, dan anak kelayapan yang dihubungkan dengan anak jarang pulang. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan anak yang merasa keren dalam berbusana, musik, dan tingkah laku secara umum.

Kepala Kantor Bahasa Lampung Muhammad Muis mengatakan fenomena bahasa gaul dan bahasa alay muncul sejak 1970. Ketika tahun 70-an, muncul istilah cutbrai untuk celana yang melebar di bagian kaki. Kemudian, bahasa gaul berkembang dengan banyaknya pelesetan.

Singkatan dan pantun dipelesetkan dengan maksud sindiran. "Misalnya, UUD dipelesetkan menjadi ‘ujung-ujungnya duit’. ‘Sambil menyelam minum air’ menjadi ‘sambil menyelam minum kopi’," kata Muis, Sabtu (16-10).

Menurut Muis, bahasa gaul muncul karena kepentingan kelompok. Misalnya, kelompok gay atau lesbi memiliki bahasa tertentu yang hanya dimengerti oleh mereka. Perkembangan teknologi juga memacu munculnya bahasa alay. "Situs jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Friendster, menjadi tempat anak muda berkomunikasi dalam bahasa alay. Bahasa alay makin berkembang karena orang cenderung mengikuti tren bahasa yang ada," kata Muis.

Di sisi lain, Ketua Program Studi Indonesia Universitas Indonesia M. Josephine Mantik dalam makalahnya berjudul Bahasa Alay Merusak Bahasa Indonesia? menyampaikan awal 2000 menjadi titik penting perkembangan bahasa Indonesia, yaitu mulai dikenalnya istilah bahasa gaul, terutama di kalangan anak muda.

Menurut dia, kemajuan teknologi komunikasi turut mendorong perkembangan bahasa. Media cetak dan elektronik juga berperan penting dalam perkembangan bahasa dan maraknya situs jaringan sosial dunia maya yang ikut memicu munculnya ragam bahasa tersendiri.

Josephine menilai masyarakat pengguna internet memanfaatkan bahasa gaul untuk berkomunikasi secara online. Pengguna bahasa gaul pun tumbuh subur di dunia maya. "Konon asal usul alay diartikan sebagai anak kampung karena mereka rata-rata berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan," kata Josephine dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (9-10).

Menurut Josephine, maraknya penggunaan bahasa alay menandakan bahasa tersebut diterima masyarakat luas. Di sisi lain, banyak kalangan menilai bahasa alay mengakibatkan bahasa Indonesia tumbuh tanpa arah. Ini merupakan hal rawan apabila dibiarkan tanpa rambu. "Bahasa alay menyebabkan masyarakat, khususnya generasi muda melupakan kaidah berbahasa," ujarnya.

Pengamat Komunikasi Dian Budiargo dalam makalah Orang Muda dan Digitalisasi Bahasa memaparkan penggunaan bahasa Indonesia dalam media digital karena alasan praktis. Namun, tidak dapat dimungkiri penggunaan yang terus-menerus dan tanpa disadari menyebabkan pembentukan pemahaman yang mengkristal. (MG12/R-3)

Kamus Bahasa ‘Alay’

Aku : Akyu, Akuwh, Akku, q.
Kamu : U
Rumah : Humz, Hozz
Sempat : S4
Lucu : Luthu, Uchul, Luchuw
Khusus : Khuzuz
Kalian : Klianz
Belum : Lom, Lum
Manis : Maniezt, Manies
Telepon : Tilp
Ini : Iniyh, Nc
Boleh : Leh
Baru : Ru
Ya : Yupz, Ia, Iupz
Maaf : Mu'uv, Muupz, Muuv
Sorry : Cowwyy, Sowry
Siapa : Sppa, Cppa, Cpa, Spa
Lagi : Ghiy, Ghiey, Gi
Apa : Pa, PPa (PPa ???)
Kenal : Nal
Buat : Wat, Wad
Salam : Lam
Masuk : Suk, Mzuk, Mzug, Mzugg
Anak : Nax, Anx, Naq

Sumber: Lampung Post, Minggu, 17 Oktober 2010

No comments:

Post a Comment