Oleh Udo Z Karzi
INNALILLAHI wainna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke rahmatullah seorang pemikir sosial-budaya.
Daoed Joesoef meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan pada Selasa (23/1/2018) pukul 23.55 WIB.
Semasa Orde Baru, pria lahir di Medan Kota, Sumatera Utara, 8 Agustus 1926 ini Mendikbud (1978-1983) yang kebijakannya sangat dibenci mahasiswa. Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Mahasiswa (NKK/BKK) membelenggu aktivitas mahasiswa.
Tapi, selepas Reformasi, saya jadi tahu pemikiran-pemikiran brilian lulusan Doctorat de L'Universite, Universite de Paris, Perancis dari serangkaian tulisan di media massa.
Sebelumnya, ketika SD saya mengenalnya lewat cerpen berjudul "Emak" dalam sebuah kumpulan cerpen Himpunan Pengarang Aksara, Ibu (1982) yang dieditori Korrie Layun Rampan dan Matheus Elanda Rosi DS. Belakangan saya tahu cerpen ini ia kembangkan menjadi novel biografis berjudul Emak: Penuntunku Dari Kampung Darat Sampai Sorbonne (2003).
Saya juga membaca cerpennya, "Patung Guru"— yang diilhami dari karya Oscar Wilde, ‘The Happy Prince’ dalam The Happy Prince and Other Tales (1888) -- lagi-lagi dalam kumpulan cerpen Himpunan Pengarang Aksara, Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (1983).
Kedua buku tebal itu bisa saya baca dengan gratis. Kalaulah disuruh beli, dari manalah dananya hehee... Inilah sisi positif dan hebatnya Orde Baru: bisa membagi-bagikan buku bacaan ke sekolah-sekolah melalui proyek Inpres.
Tanpa grasa-grusu, inilah gerakan literasi itu yang sebenarnya.
Sekarang, gembar-gembor gerakan lliterasi, tetapi membiarkan buku-buku tetap mahal dan susah dijangkau masyarakat.
Secara pribadi saya tak mengenal Bapak. Tapi, secara batin saya dekat. Selamat jalan Pak Daoed Joesoef. Tabik. []
Di bawah ini sebuah kutipan dari sebuah artikel Daoed Joesoef:
"Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tidak dikaitkan dengan kebudayaan. Lalu, bagaimana "nasib" Fakultas Ilmu Budaya, Akademi Seni Rupa dan Musik serta Karawitan, serta Fakultas Seni Rupa dan Desain dari ITB, yang notabene membelajarkan teknologi? Bukankah semua lembaga yang disebut tadi tergolong pada perguruan tinggi? Apakah akan dimatikan begitu saja? Kalau dibiarkan hidup, mereka "berinduk" ke mana? Masak urusannya akan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang masih "berbudaya".
Proses pendidikan tinggi di mana pun di dunia berusaha menghasilkan "budayawan" (man of culture), bukan "ilmuwan" (man of science), walaupun tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. Sebab, ilmu pengetahuan tanpa budaya bisa tergelincir ke teknologi (applied science) yang menghancurkan manusia itu sendiri. "It is not the business of science to inherit the earth," kata Prof Bronowski, "but to inherit the moral imagination; because without that, man and belief and science will perish together."
....
Wahai Presiden dan Wakil Presiden, ... Kembalikan keutuhan Kemendikbud, jangan main-main dengan pendidikan dan kebudayaan. Pikirkan baik-baik."
....
(Daoed Joesoef. "Pendidikan dan Kebudayaan". Kompas, 07/11/2014. hlm. 6)
INNALILLAHI wainna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke rahmatullah seorang pemikir sosial-budaya.
Daoed Joesoef |
Semasa Orde Baru, pria lahir di Medan Kota, Sumatera Utara, 8 Agustus 1926 ini Mendikbud (1978-1983) yang kebijakannya sangat dibenci mahasiswa. Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Mahasiswa (NKK/BKK) membelenggu aktivitas mahasiswa.
Tapi, selepas Reformasi, saya jadi tahu pemikiran-pemikiran brilian lulusan Doctorat de L'Universite, Universite de Paris, Perancis dari serangkaian tulisan di media massa.
Sebelumnya, ketika SD saya mengenalnya lewat cerpen berjudul "Emak" dalam sebuah kumpulan cerpen Himpunan Pengarang Aksara, Ibu (1982) yang dieditori Korrie Layun Rampan dan Matheus Elanda Rosi DS. Belakangan saya tahu cerpen ini ia kembangkan menjadi novel biografis berjudul Emak: Penuntunku Dari Kampung Darat Sampai Sorbonne (2003).
Saya juga membaca cerpennya, "Patung Guru"— yang diilhami dari karya Oscar Wilde, ‘The Happy Prince’ dalam The Happy Prince and Other Tales (1888) -- lagi-lagi dalam kumpulan cerpen Himpunan Pengarang Aksara, Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (1983).
Kedua buku tebal itu bisa saya baca dengan gratis. Kalaulah disuruh beli, dari manalah dananya hehee... Inilah sisi positif dan hebatnya Orde Baru: bisa membagi-bagikan buku bacaan ke sekolah-sekolah melalui proyek Inpres.
Tanpa grasa-grusu, inilah gerakan literasi itu yang sebenarnya.
Sekarang, gembar-gembor gerakan lliterasi, tetapi membiarkan buku-buku tetap mahal dan susah dijangkau masyarakat.
Secara pribadi saya tak mengenal Bapak. Tapi, secara batin saya dekat. Selamat jalan Pak Daoed Joesoef. Tabik. []
Di bawah ini sebuah kutipan dari sebuah artikel Daoed Joesoef:
"Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tidak dikaitkan dengan kebudayaan. Lalu, bagaimana "nasib" Fakultas Ilmu Budaya, Akademi Seni Rupa dan Musik serta Karawitan, serta Fakultas Seni Rupa dan Desain dari ITB, yang notabene membelajarkan teknologi? Bukankah semua lembaga yang disebut tadi tergolong pada perguruan tinggi? Apakah akan dimatikan begitu saja? Kalau dibiarkan hidup, mereka "berinduk" ke mana? Masak urusannya akan diserahkan kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, yang masih "berbudaya".
Proses pendidikan tinggi di mana pun di dunia berusaha menghasilkan "budayawan" (man of culture), bukan "ilmuwan" (man of science), walaupun tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. Sebab, ilmu pengetahuan tanpa budaya bisa tergelincir ke teknologi (applied science) yang menghancurkan manusia itu sendiri. "It is not the business of science to inherit the earth," kata Prof Bronowski, "but to inherit the moral imagination; because without that, man and belief and science will perish together."
....
Wahai Presiden dan Wakil Presiden, ... Kembalikan keutuhan Kemendikbud, jangan main-main dengan pendidikan dan kebudayaan. Pikirkan baik-baik."
....
(Daoed Joesoef. "Pendidikan dan Kebudayaan". Kompas, 07/11/2014. hlm. 6)
RAHASIA MENHASILKAN UANG MELIMPAH RATUSAN RIBUH HINGGA JUTAAN RUPIAH INTERNET SEKEDAR INFO BAGI ANDA YANG PERCAYA.!! MUDA"HAN DENGAN ADANYA PESAN SINGKAT INI SEMUA BISA MERUBAH NASIB SEPERTI SAYA SEKELUARGA, MENDAPATKAN DANA GAIB 700 JUTA ALHAMDULILLAH SAYA PAKAI NAIK HAJI DAN KAMI PAKAI USAHA ITULAH KISAH SAYA UANG GAIB, PELARIS, ILMU PELET DLL SILAHKAN MINTA BANTUAN KEPADA AKI MANGKUBONO HANYA BELIAULAH YANG PERNAH MEMBANTU KELUARGA SAYA TERLEPAS DARI HUTANG PIUTANG.. SAYA SANGAT BERTERIMA KASIH ATAS BANTUN ABAH MELALUI PENARIKAN UANG GAIB SEBESAR 700 JUTA SEANDAINYA GAK ADA BANTUAN BELIAU GAK TAHU NASIB KELUARGA SAYA GIMANA.. SAYA YANG DULUHNYA BUKAN SIAPA" BAHKAN SAYA JUGA SELALU DIHINAH ORANG" SEKITAR ALHAMDULLILAH SEKARANG SAYA SUDAH BANGUN RUMAH DAN USAHA SENDIRI BERKAT BANTUAN AKI MANGKUBONO.. JIKA ANDA BUTUH BANTUAN BELIAU INI NOMER PRIBADINYA 0852 0333 3887 AKI MANGKUBONO TIDAK MELAYANI SMS.. MUDA"HAN BELIAU MAU MEMBANTU ANDA SEPERTI SAYA... TERIMA KASIH
ReplyDeleteIndonesia sangat kehilangan Daoed Joesoef
ReplyDelete