Bandarlampung, 7/10 (ANTARA) - Empat gajah jinak dari Way Kambas dijadikan penengah dalam menyelesaikan konflik antara gajah dan warga di sekitar Kawasan Konservasi Desa Pemerihan, Bengkunat, Lampung Barat.
"Keempat gajah tersebut Yongki, Arni, Renggo, Karnangin. Mereka didatangkan dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur," kata Koordinator Elephant Patrol Ali Rizqi, di Bandarlampung, Jumat.
Kehadiran empat gajah ditambah satu anak gajah liar Tomi tersebut, menurutnya berdampak pada perkembangan yang signifikan dalam melerai konflik gajah liar dengan manusia.
"Tomi ini anak gajah yang ditinggal mati oleh induknya, saat semua gajah pergi berlari, justru Tomi terlihat kebingungan. Kami sudah coba mengusirnya namun dia tetap di posisinya kala itu, makanya kami jinakkan dia bersama empat gajah dewasa lainnya yang mengemban misi atasi konflik," ujar dia.
Gajah jinak itu juga mengantisipasi gajah liar yang turun ke tepi jalan dan sungai Pemerihan sebagai batas antara kawasan dan pemukiman penduduk.
"Bahkan, adanya gajah jinak ini menjaga populasi gajah liar dari ancaman pembunuhan dengan menggunakan racun yang dilakukan oleh manusia," tuturnya.
Semula, Ali mengatakan, populasi gajah di sana hanya 25 ekor, dan angka itu cenderung menurun karena perburuan gajah.
"Namun sejak 2009, justru populasi gajah di kawasan itu meningkat menjadi 35 ekor," tambah dia.
Penambahan itu, dikatakannya, karena populasinya bertahan atau ada juga gajah-gajah betina yang melahirkan.
Ali juga menambahkan, untuk mengetahui gangguan pada gajah-gajah liar, pihaknya telah memasang satelit GPS Collar pada gajah tersebut.
"Satelit itu berguna untuk mendeteksi gangguan pada gajah, dengan demikian, hewan tersebut kondisinya akan terus terpantau oleh tim," imbuhnya.
Meskipun gajah jinak memiliki peran positif di kawasan, namun, pihaknya mengakui gajah jinak juga terbentur dengan UU satwa yang harus dilindungi.
Sumber: Antara, Jumat, 7 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment