January 1, 2021

Melayu Tua

Oleh Fath Syahbudin

Fath Syahbudin (IST)

 PADA tahun 1960-an orang bertanya, “Bahasa Lampung itu seperti Palembang ya?” Saya jawab.. “Tidak sama sekali.” Lampung bukan bagian dari Melayu. Kami suku ‘Melayu Tua’ (Proto Melayu).

Kalau orang Deli berkata “Kemane pigi”.. orang Minang berkata, “Kama pa i”.. orang Palembang bilang, “Nak kemano”. Anda masih bisa mengerti. Tetapi kalau saya berkata “Haga mit dipa atau agow ado’ keddow?,” maka anda tidak bisa menduga artinya.

Itulah bahasa Lampung, yang tergolong Suku ‘Melayu Tua’. Sepintas tidak mirip dengan Bahasa Melayu. Tetapi kosa kata bahasa Lampung sangat banyak berkontribusi ke Bahasa Indonesia. Sejak masa kanak-kanak saya tertarik memperhatikan bahasa, meyakini kata Melayu Tua adalah sebagai Cikal-bakal Bahasa Melayu.

Hal ini saya buktikan dari banyaknya persamaan kosa kata (kuno), mulai dari Pattani Thailand-Selatan, Malaysia, Tagalog-Filipina hingga Samoa-Fiji di Pasifik.

Masa pra-sekolah saya hanya berkomunikasi dengan ‘Bahasa Ibu’ (Bahasa Lampung Dialek Sungkay) dan bahasa Sunda Kulon, karena bertetangga dengan orang Rangkas Bitung.

Sedangkan Bahasa Indonesia, ‘Bahasa Melayu’ (Istilah jaman dulu), saya pahami dari lagu-lagu yang saya nyanyikan. Sejak kecil saya senang menyanyi. Semua lagu yang populer tahun 1950-an saya hafal, karena keluarga kami Pecinta seni. Kakak sulung saya Muhammad Thohir Syahbudin (Alm), sekolah SGB, Beliau menguasai Not-Balok, juga sering menyanyikan lagu dan notasi Mars Pemilu 1955. Karena itu ketika masuk SR 02 ‘Gedung Kapas’ Kotabumi tahun 1954 saya sudah nalar notasi.

Lagu-lagu yang populer pada tahun 1950-an seperti Khayal Penyair, Cinta Hampa, Impian Semalam, hingga lagu-lagu Langgam-Keroncong, serta lagu Malaya (P. Ramli) “Engkau laksana bulan..Tinggi di atas kayangan.” Semua bisa saya pahami syairnya, kecuali satu hal yang lama mengendap di pikiran saya, adalah syair lagu ‘Tukang Becak’. Tukang becak bangsa miun terkenal gemar berpantun. Sebagai sana sumpu (anak dusun), syair lagu ini membingungkan saya. Yang sering saya dengar bangsa Jawa, bangsa Cina, bangsa Padang. Kalau bangsa Miun, daerah mana ya? Mungkin karena di Lampung penjual makanan termasuk tukang becak dipanggil ‘Mang’ (mamang).

Ketika di Jakarta tahun 1964, barulah saya mengerti kalau ‘Bang Samiun’ nama panggilan tukang becaknya. Weleh weleehh itulah pengalaman masa kecil saya yang tidak terlupakan.


Kontribusi Bahasa Lampung ke Bahasa Indonesia 

Yang pertama kata ‘kucil’ (terlepas). (dikucilkan dari jabatan/dipecat). Populer pada tahun 1960-an, ketika saya Kls 6 SR. Kemudian kata ‘santay’ (masih banyak waktu). Populer tahun 1970-an, kata santai dimaknai rileks. Lawan katanya (suntu’) artinya waktu sudah sempit (mepet).

Bagi remaja kata (suntuk) dimaknai lagi kesal “Gue lagi suntuk nih!”. Kata ‘laga’ (berkelahi). Indonesia (medan laga). Beberapa tahun belakangan ini (Laga Tinju Prof, Laga UFC, Laga Klub sepak bola). Kata ‘sabung’ (menyabung ayam), ‘Sabung Pisaan’ (Berbalas pantun), pada ‘Acara adat Canggot Muli-Meranay (Pesta Muda-Mudi) Indonesia (menyabung nyawa). Kata ‘Gelanggang’ (Tempat berjudi, main dadu, menyabung ayam, memakai pisau taji). Indonesia (Gelanggang Olah Raga). Kata ‘pecundang’ (Ayam yang kalah disembelih untuk disantap), Indonesia (Mempecundangi/memenangi pertandingan).

Kata cadang (rusak), Indonesia (suku cadang), kata ‘cuwat-ticuwat’ (tegak lurus keatas seperti pucuk pisang). Indonesia (Namanya mencuat). Kata ‘Lambung’- dilambung (di atas). Indonesia (Namanya melambung). Kata ‘timpang’ (tidak seimbang), Indonesia (ketimpangan), kata ‘tumpang, ‘tindih’, Indonesia (tumpang-tindih), kata ‘semat’ (selip) Indonesia (Sematkan aku dihatimu, Menyematkan tanda jasa), kata ‘timbal’ (jawab), Indonesia (timbal-balik), kata ‘suluh’ (kayu bakar), Indonesia (Penyuluh), kata ‘kelitah’ (sekedar alasan), Indonesia (keletah sekedar alasan), kata ‘pantaw’ (menghubungi), “Mantaw kepara diwa..diwa di gunung linti’..diwa di batu midang..diwa di pintu langi’..diwa di bulan bintang” (Syair Sastra Lisan Warahan Radin Jambat), Indonesia (memantau situasi).

Kata ‘canggih’ (istimewa), ‘pakayan anggihan’ (pakaian istimewa). Di Negara Ratu (Sungkay Utara) pada tahun 1970-an ada seorang nenek bernama Canggih.


Bahasa Indonesia di TVRI 

Pada tahun 1970-an pengasuh Bahasa Indonesia di TVRI Pak Yus Badudu, kemudian berganti Pak Anton M. Mulyono, dari nama beliau pasti orang Jawa, tetapi logatnya Melayu banget.

Tahun 1980-an berganti Pak Lukman Hakim. Suatu hari pada tahun 1987 saya berjumpa Beliau di RS. Harapan Bunda. Seperti biasa, santai saja saya berkata, Bahasa daerah kami Lampung banyak berkontribusi ke Bahasa Indonesia lho Pak!. Spontan beliau balik bertanya, “Kalau membawa, Bahasa Lampung apa?” Saya jawab ‘usung’ Pak.

Pada tahun 1987 pula, kata ‘usung’ ada di Media/Televisi. ‘Mengusung Tema’, ‘Jenazahnya diusung’, sebelumnya (Jenazahnya ditandu).

Tahun 2013 saya berobat karena alergi. Saya bilang “Bentol-bentol ini kalau bahasa daerah saya disebut ‘galigata’ Dok”. Dokter bilang.. “Itu bahasa Kedokteran pak. Kalau begitu ada lagi Dok!.. Tukak-lambung, (tuka’) artinya bolong Dok!.. “Oo ya?!”, kata Beliau.. Kata ‘balay’ (lumbung padi), Balai Pustaka (lumbung ilmu).

Catatan Kosa kata Bahasa Lampung yang artinya sama dengan Bahasa Indonesia: alaw/halau, anyam/anyam, basuh/basuh, buluh/buluh, tabuh/tabuh, labuh/labuh, ulam/ulam, kubang/kubang, paya/paya, nyana/nyana, limaw/limau, belanga/belanga, kuwali/kuali, mangku’/mangkuk, bungku’/bungkuk, bidu’/biduk, benih/benih, tumbal/tumbal, timpa/timpa, rika/reka, sarat/sarat, tanggu’/tangguk, reni’/renik, jajal/jajal, jebbak/jebak, pikat/pikat, jalang/jalang, tandang/tandang, jerra/jera, tangkas/tangkas, tangkis/tangkis, tingkah/tingkah, ulah/ulah, singgah/singgah, sanggah/sanggah, urung/urung, cungkil/cungkil, humpas/hempas, paras/paras, tindih/tindih, puku’/pokok, pangkal/pangkal, ranting/ranting, tangkay/tangkai, helay/helai,tampar/ tampar, tajom/tajam, tanom/tanam, siku/siku, gucuh/gocoh, jaja/jaja, jerra/jera, jangka/jangka, dantar/datar, hakal/akal, hanaw/enau, gasa’/gasak, kuwa’/kuak, hantam/hantam, cakup/cakup, liput/liput, ringku’/ringkuk, pintas/pintas, pantas/pantas, pikat/pikat, jalang/jalang, perangkop/perangkap, jebbak/jebak, sambang/sambang, mangsa/mangsa, bilah/bilah, buluh/buluh, kukuh/kukuh, jerumus/jerumus, karom/karam.

Demikian kosa kata Bahasa Lampung yang artinya sama dengan Bahasa Indonesia. Pada bagian ini, saya tidak mengklaim bahwa semua kosa kata yang saya himpun ini hanya ada pada Bahasa Daerah Lampung, tetapi inilah kosa kata yang kami gunakan dalam percakapan sehari-hari.

Lewat tulisan ini saya berharap generasi muda lebih peduli terhadap Bahasa Lampung, bangga berbahasa Lampung. Begitu banyak kosa kata Bahasa Lampung yang menjadi kosa kata formal Bahasa Indonesia. Apa yang kurang dari semua yang kita miliki: Aksara Adat, Budaya, ‘Sesikun Lampung’ (Tata-krama sopan-santun). Semua ada aturannya, yang pantas kita pelihara.

Jangan biarkan budaya luar terus menerpa. Tanpa kita sadari, semakin menjauhkan kita dari budaya kita sendiri. Perihal penulisan saya yang berbeda dengan EYD, tentu merepotkan, mengubah hal yang sudah terbiasa. Tidak apa-apa, saya memaklumi. Harapan saya hanya (simak dan pahami). Itu saja! Suatu saat ketika berusia lanjut barulah disadari bahwa bahasa adalah bagian dari ‘Jati-Diri’ kita. Tujuan saya semata-mata untuk memelihara keakuratan lafal setiap kata, sesuai dengan masing-masing dialek bahasa kita.

Selamat Tahun Baru 2021.

Semoga Covid-19 segera berlalu. Aamiin. []


Sumber MedinasLampungnews.co.id, 2 Januari 2021

No comments:

Post a Comment