February 3, 2023

Syapril Yamin, Menjaga Alunan Musik Gamolan Pekhing

 Oleh Vina Oktavia


Gamolan pekhing atau dikenal dengan cetik merupakan alat musik dari bambu. Syapril Yamin membuat sekaligus memainkan Gamolan pekhing. Dia mengabdikan hidupnya agar alat musik itu terus mewarnai peradaban manusia.

Syapril Yamin, sosok maestro dan pelestari gamolan pekhing. (Foto: Kompas/Vina Oktavia)

Mencintai gamolan pekhing sudah ada dalam darah Syapril Yamin (53) sejak lahir. Seniman itu mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan alat musik tradisional Lampung. Ia ingin alunan musik gamolan harus terus terdengar.

”Bisa dibilang sejak buka mata saya sudah mengenal gamolan,” kata Syapril di sela-sela kesibukannya mengajari dua pemuda bermain gamolan, awal Januari 2023.

Di ruang kerjanya di kantor Dewan Kesenian Lampung, Mamak Lil, sapaan akrab Syapril, menerima tamu dua pemuda yang ingin belajar gamolan. Dengan telaten, ia menjelaskan nada-nada dasar pada alat musik yang terbuat dari bambu itu. Lantas, ia mencontohkan cara memukul gamolan hingga terdengar alunan nada yang indah dan syahdu.

Gamolan pekhing atau dikenal dengan istilah cetik merupakan alat musik yang terbuat dari tujuh ruas bambu, dan ditempatkan pada sebilah bambu bulat sebagai tempat resonansi suara.

Alat musik ini memiliki enam tangga nada pada setiap ruas bambunya, yakni do, re, mi, sol, la, si, dan do. Sementara satu ruas lagi berfungsi sebagai ritem atau nada pengalih. Tidak ada nada ”fa” dalam gamolan pekhing.

Syapril tidak hanya pandai bermain dan mengajarkan gamolan pekhing. Ia juga piawai membuat alat musik tradisional tersebut. Sejak tahun 1995, ia sudah memproduksi puluhan ribu gamolan pekhing untuk sekolah, perguruan tinggi, ataupun sanggar kesenian di Lampung.

Berkat kepiawaiannya itu, gelar ”Rajo Gamolan” disematkan pada dirinya. Ketenaran gelar itu membuat orang-orang di Lampung lebih mengenalnya dengan panggilan ”Mamak Lil Rajo Gamolan” ketimbang nama aslinya.

Dalam belajar gamolan, Syapril tak mengenal partitur. Ia mempelajari alat musik itu atas tuntunan ayahnya sejak kecil. Siang hari sepulang dari sawah, ayahnya membuat gamolan untuk dimainkan dan dikoleksi sendiri di kampung halamannya di Desa Kembahang, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat.

Di rumahnya, ia melihat dan mendengar orangtuanya memainkan gamolan setiap hari. ”Saya dipangku ayah, kedua tangan saya dipegang, lalu dituntun untuk memainkan alat musik ini,” ucapnya mengenang pertama kali belajar gamolan.

Ia mulai memainkan gamolan di hadapan orang banyak ketika bersekolah di SMPN 1 Liwa, Lampung Barat. Saat itu, tak banyak anak seusianya yang piawai bermain alat musik tradisional.

Karena kepiawaiannya itu, banyak orang yang memintanya kembali bermain gamolan di acara adat pernikahan. Tak hanya gamolan, Syapril juga mahir memainkan alat musik lain, seperti gambus lunik, serdam, dan talo balak.

Saat melanjutkan sekolah di SMAN 1 Telukbetung, Syapril muda bergabung dalam Sanggar Pesagi Belalau untuk melanjutkan hobi berkeseniannya. Hingga pada 1995, ia diminta pemerintah daerah untuk melakukan studi komparasi dan membuat gamolan dalam jumlah besar sebagai upaya pelestarian di daerah.

Ada beberapa bentuk tabuhan dalam memainkan gamolan, di antaranya tabuh jarang, tabuh labung angin, tabuh sekeli, dan tabuhan sambai agung. Tetabuhan ini dikuasai sepenuhnya oleh Mamak Lil. Sebagai seniman ulung, juga menciptakan beberapa tabuhan, seperti tabuh alaw-alaw kembahang, tabuh hiwang, dan tabuhan tari.


Diakui dunia

Beberapa tahun terakhir, Mamak Lil juga memperjuangkan agar alat musik tradisional itu mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Ia beberapa kali diundang dalam sidang bersama pada seniman dan pakar seni dari berbagai provinsi lain di Indonesia yang memiliki alat musik pukul tradisional serupa.

Menurut dia, sedikitnya ada 14 provinsi di Tanah Air yang memiliki alat musik pukul serupa yang terbuat dari bambu, kayu, atau perunggu. Di Sumatera Barat, ada alat musik pukul yang dikenal dengan nama talempong. Di Bali, masyarakat mengenal alat musik pukul dengan nama seloding. Sementara Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan dikenal dengan nama gamelan.

Karena itulah, disepakati ”gamelan” menjadi usulan nama untuk mewakili satu set perangkat alat musik pukul tradisional asal Indonesia. Pada 15 Desember 2021, gamelan akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO melalui sidang ke-16 ”Intergovernmental Committee for Safeguarding of the Cultural Heritage of Humanity” di Paris. Gamolan pekhing menjadi salah satu di dalamnya.

Bagi masyarakat Lampung, gamolan juga berfungsi sebagai alat pemersatu. Dalam sebuah pertunjukan, gamolan bisa dimainkan secara tunggal atau bersama dengan alat musik lain. Alat musik tradisional yang diperkirakan sudah ada sejak ratusan tahun itu juga menjadi sarana hiburan dan suara kebudayaan masyarakat agraris.

Sebagai maestro seni daerah, Mamak Lil sudah banyak mengajar pelajar dan mahasiswa dalam bermain gamolan. Ia juga membuat buku agar anak-anak muda di Lampung mempunyai panduan tertulis untuk belajar gamolan.

Kendati begitu, menurut dia, upaya memopulerkan gamolan pekhing sebagai alat musik tradisional daerah masih membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah. Para seniman tradisional di Lampung membutuhkan lebih banyak ruang untuk bisa berkarya. Itulah yang masih dinantinya hingga kini.

Meski berkesenian belum bisa dijadikan sumber penghasilan hidup, Mamak Lil tetap setia menjaga alunan musik gamolan. Ia memilik terus menekuni seni gamolan demi melestarikan budaya warisan leluhur. ”Mak kham sapa lagi (Kalau bukan kita sendiri siapa lagi),” ucapnya sembari memainkan gamolan. []


Biodata

Nama: Syapril Yamin

Lahir: Kembahang, 1969

Alamat: Bandar Lampung

Istri: Hidup Amir

Anak :

1. Abelia Marta Dini

2. Abelia Dina Diana

3. Ahmad Dino Alfanurin

Riwayat Pendidikan:

- SDN 1 Kembahang, Lampung Barat

- SMPN 1 Liwa, Lampung Barat

- SMAN 1 Telukbetung, Bandar Lampung

Penghargaan:

- Penghargaan Pelestari Seni Tradisional Lampung dari Gubernur Lampung tahun 2010

- Penghargaan Anugrah kreativitas dari SPDD Sultan Skala Brak Yang Di-Pertuan ke-23 Kepaksian Pernong Tahun 2011

- Penghargaan sebagai ”Pelestari Budaya” dari Pemerintah Kabupaten Lampung Barat Tahun 2017


Sumber: Kompas.com, 4 Februari 2023


No comments:

Post a Comment