Oleh Anwar Siswadi
TEMPO.CO, Bandung - Ajip Rosidi berjalan tertatih-tatih bersama sebilah tongkat di tangan kanannya. Ia bolak-balik naik turun panggung kecil yang tingginya sejengkal tangan orang dewasa. Nani Widjaja, istrinya, dan puluhan undangan termasuk Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, mengiringinya dengan tatapan dari belakang.
Lelaki berusia 79 tahun itu memberikan penghargaan Hadiah Sastra Rancage di Gedung Perpustakaan Ajip Rosidi, Bandung, Sabtu lalu, 9 September 2017. Ada selusin orang yang mendapat penghargaan termasuk Bupati Serdang-Bedagai, Soekirman Ompu Abimanyu. Bupati keturunan Jawa itu membuat cerita pendek berbahasa Batak.
Yayasan Kebudayaan Rancage rutin selama 28 tahun ini memberikan penghargaan sastra daerah. Setiap tahun panitia dan juri menjaring dan menilai buku-buku sastra berbahasa daerah tulisan sendiri, bukan karya bersama. Karya buku itu harus baru dan terbitan setahun sebelum ajang penghargaan. “Jumlah buku terbitan minimal satu, dari setiap daerah minimal ada terbitannya selama tiga tahun berturut-turut,” kata Ketua Dewan Pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage Rachmat Taufiq Hidayat di sela acara.
Penghargaan itu terus dihidupkan untuk mendorong dan merawat karya-karya sastra daerah. Tahun ini ada karya sastra pendatang baru dari Banjar, Kalimantan Selatan. Setiap pemenang mendapat hadiah piagam dan uang Rp 5 juta. Meskipun dinilai kecil, kata Ajip, Yayasan Kebudayaan Rancage berat juga menyiapkan duitnya. Karena itu pada 2018 kategori jasa bagi orang atau pihak yang berjasa bagi sastra daerahnya akan dihapus.
Pengumuman dan pemberian Hadiah Sastra Rancage tahun ini terlambat dibanding tahun-tahun sebelumnya karena kondisi kesehatan Ajip Rosidi. Selain itu, menurut dia, pada 2016 banyak terbitan buku sastra sehingga panitia dan juri perlu tambahan waktu untuk menilainya. Sastra modern itu berjenis kumpulan cerita pendek, sajak, maupun roman.
Persaingan di sastra Sunda melibatkan 23 judul karya buku yang lolos persyaratan. Penulis sastra selama setengah abad lebih, Aam Amilia, kembali meraih hadiah lewat karya kumpulan cerita pendek berjudul "Di antara Tilu Jaman". Hadiah bidang jasa sastra Sunda diberikan untuk Komunitas Ngejah. Wadah kegiatan literasi yang dibangun dan dihidupkan sekelompok anak muda itu berada di Sukawangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Penghargaan untuk sastra Jawa dimenangkan Mohammad Syaiful atas karyanya roman sejarah berjudul "Agul-agul Belambangan". Hadiah bidang jasa sastra Jawa diperoleh Abdullah Purwodarsono, salah seorang pendiri sekaligus Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi mingguan Djaka Lodang yang terbit sejak 1971.
Sastra Bali terbaik dimenangkan kumpulan cerita pendek karya Dewa Ayu Carma Citrawati berjudul "Kutang Sayang Gemel Madui". Berisi 13 cerita, ia mengangkat tema-tema aktual dalam kehidupan sosial Bali yang sedang berubah. I Putu Supartika menerima hadiah bidang jasa karena perannya sebagai pengarang muda dan penerbit karya sastra, juga dalam penerbitan jurnal elektronik sastra Bali modern.
Adapun hadiah untuk sastra Lampung hanya diberikan untuk Udo Z. Karzi atas karya romannya berjudul "Negarabatin".
Di ranah sastra Batak, dari empat buku yang terbit pada 2016, kumpulan cerita pedek Tansiswo Siagian berjudul "Sonduk Hela" meraih hadiah sastra. Bidang jasanya diperoleh Grup Tortot Sangombas yang menghidupkan kembali sastra berbahasa Batak sejak 2012. Penghargaan khusus berupa piagam diberikan ke Bupati Serdang-Bedagai, Soekirman Ompu Ambimanyu, yang membuat cerita pendek berjudul "Parlombu-lombu" (Si Gembala Sapi).
Roman berbahasa Banjar dengan judul "Pembatangan" karya Jamal T. Suryanata meraih hadiah sastra. Karya itu berkisah tentang penjual kayu yang memakai alur sungai sebagai jalur pengangkutannya.
Selain itu, ada hadiah Samsoedi untuk penulis bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Pemenangnya dari tiga buku yang terbit tahun lalu yaitu Nala karangan Darpan.
Sumber:
Tempo.co, Selasa, 12 September 2017
TEMPO.CO, Bandung - Ajip Rosidi berjalan tertatih-tatih bersama sebilah tongkat di tangan kanannya. Ia bolak-balik naik turun panggung kecil yang tingginya sejengkal tangan orang dewasa. Nani Widjaja, istrinya, dan puluhan undangan termasuk Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, mengiringinya dengan tatapan dari belakang.
Selusin peraih penghargaan Hadiah Sastra Rancage 2017. (FOTO: ANWAR SISWADI) |
Yayasan Kebudayaan Rancage rutin selama 28 tahun ini memberikan penghargaan sastra daerah. Setiap tahun panitia dan juri menjaring dan menilai buku-buku sastra berbahasa daerah tulisan sendiri, bukan karya bersama. Karya buku itu harus baru dan terbitan setahun sebelum ajang penghargaan. “Jumlah buku terbitan minimal satu, dari setiap daerah minimal ada terbitannya selama tiga tahun berturut-turut,” kata Ketua Dewan Pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage Rachmat Taufiq Hidayat di sela acara.
Penghargaan itu terus dihidupkan untuk mendorong dan merawat karya-karya sastra daerah. Tahun ini ada karya sastra pendatang baru dari Banjar, Kalimantan Selatan. Setiap pemenang mendapat hadiah piagam dan uang Rp 5 juta. Meskipun dinilai kecil, kata Ajip, Yayasan Kebudayaan Rancage berat juga menyiapkan duitnya. Karena itu pada 2018 kategori jasa bagi orang atau pihak yang berjasa bagi sastra daerahnya akan dihapus.
Pengumuman dan pemberian Hadiah Sastra Rancage tahun ini terlambat dibanding tahun-tahun sebelumnya karena kondisi kesehatan Ajip Rosidi. Selain itu, menurut dia, pada 2016 banyak terbitan buku sastra sehingga panitia dan juri perlu tambahan waktu untuk menilainya. Sastra modern itu berjenis kumpulan cerita pendek, sajak, maupun roman.
Persaingan di sastra Sunda melibatkan 23 judul karya buku yang lolos persyaratan. Penulis sastra selama setengah abad lebih, Aam Amilia, kembali meraih hadiah lewat karya kumpulan cerita pendek berjudul "Di antara Tilu Jaman". Hadiah bidang jasa sastra Sunda diberikan untuk Komunitas Ngejah. Wadah kegiatan literasi yang dibangun dan dihidupkan sekelompok anak muda itu berada di Sukawangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Penghargaan untuk sastra Jawa dimenangkan Mohammad Syaiful atas karyanya roman sejarah berjudul "Agul-agul Belambangan". Hadiah bidang jasa sastra Jawa diperoleh Abdullah Purwodarsono, salah seorang pendiri sekaligus Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi mingguan Djaka Lodang yang terbit sejak 1971.
Sastra Bali terbaik dimenangkan kumpulan cerita pendek karya Dewa Ayu Carma Citrawati berjudul "Kutang Sayang Gemel Madui". Berisi 13 cerita, ia mengangkat tema-tema aktual dalam kehidupan sosial Bali yang sedang berubah. I Putu Supartika menerima hadiah bidang jasa karena perannya sebagai pengarang muda dan penerbit karya sastra, juga dalam penerbitan jurnal elektronik sastra Bali modern.
Adapun hadiah untuk sastra Lampung hanya diberikan untuk Udo Z. Karzi atas karya romannya berjudul "Negarabatin".
Di ranah sastra Batak, dari empat buku yang terbit pada 2016, kumpulan cerita pedek Tansiswo Siagian berjudul "Sonduk Hela" meraih hadiah sastra. Bidang jasanya diperoleh Grup Tortot Sangombas yang menghidupkan kembali sastra berbahasa Batak sejak 2012. Penghargaan khusus berupa piagam diberikan ke Bupati Serdang-Bedagai, Soekirman Ompu Ambimanyu, yang membuat cerita pendek berjudul "Parlombu-lombu" (Si Gembala Sapi).
Roman berbahasa Banjar dengan judul "Pembatangan" karya Jamal T. Suryanata meraih hadiah sastra. Karya itu berkisah tentang penjual kayu yang memakai alur sungai sebagai jalur pengangkutannya.
Selain itu, ada hadiah Samsoedi untuk penulis bacaan anak-anak dalam bahasa Sunda. Pemenangnya dari tiga buku yang terbit tahun lalu yaitu Nala karangan Darpan.
Sumber:
Tempo.co, Selasa, 12 September 2017
No comments:
Post a Comment