August 26, 2022

Jendela ke Dunia Pengalaman yang Berbeda, Unik, dan Penuh Cerita

 Oleh Rahmad Desmi Fajar

 


MEMBACA Negarabatin: Negeri di Balik Bukit karya Udo Z. Karzi (Pustaka Jaya, 2022) ini menyenangkan. Sebagai penikmat (salah-satunya) genre kenangan masa kecil, memoar dan autobiografi, ada nilaiplus yg mudah dilihat dari karya-karya yang ditulis dengan baik seperti ini. Penuh detil, termasuk kesetiaan menggunakan istilah dan kebiasaan lokal.

Gaya penulisan yang mampu menyampaikan ambience khas daerah tersebut pada masanya. Plot yang menarik, termasuk ketika menggambarkan proses menuju dan di sekitar kaburnya Uyung dari kampung.

Buat saya dengan masa kecil di daerah-daerah lain di Lampung yang lebih majemuk (Ruwa Jurai beneran), apalagi bagi mereka yang dibesarkan di luar Lampung, buku ini adalah jendela ke dunia pengalaman yang berbeda, unik, dan penuh cerita.

Sejak lama, bagi saya pembanding utama karya kenangan masa kecil adalah Semasa Kecil di Kampung (1974) dari Muhamad Radjab dan tetralogi "Cerita Kenangan" yaitu Sebuah Lorong di Kotaku (1978), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979), dan Sekayu (1988) dari NH Dini.

Karya Radjab menjadi menarik karena dia mampu memasukkan dinamika sosial yang ada di masyarakat pedesaan Minang tahun 1920-an ketika menggambarkan proses tumbuh-kembangnya sebagai pribadi. Pembaca mendapat gambaran dari tangan pertama bagaimana praktek sehari-hari adat matrilineal berjalan saat itu. Atau penggambarannya tentang bagaimana para tetua adat dan tokoh agama mengeksploitasi posisi istimewa mereka.

Di sisi lain, membaca tetralogi Nh Dini seolah membaca buku harian yang lancar menceritakan respons pribadinya terhadap lingkungan sekitar dan peristiwa-peristiwa yang dialami di Semarang akhir 1930-an sampai era Jepang. Detail dan nuansa yang dihadirkannya dalam tetralogi ini sedemikian rupa sehingga seseorang pernah mengaku kesukaannya pada sayur bobor bayam justru muncul pertama kali ketika membaca salah-satu buku di tetralogi ini.

Buku Negarabatin ini condong ke tipe tetralogi Nh Dini, karena banyak menggambarkan peristiwa-peristiwa di kehidupan Uyung. Cukup dengan 168 halaman kita dengan sukses diajak tamasya ke kehidupan masyarakat Lampung Liwa di era 1970-an.

Akan sangat menarik jika Udo Z. Karzi melanjutkan karyanya ini dengan cerita-cerita lain yang diangkat dari khazanah pengalaman seorang Lampung. Masih banyak ruang kosong yang dapat diisi untuk hal ini, karena sependek pengetahuan saya baru ada 1-2 karya yang bermain di tema ini. Dulu ada Andy Wasis yang menulis Songket Kenangan (1982), Ketika Panen Kopi Tiba (1994), Bunga di Balik Bukit (2009, yang diterjemahkan Udo Z Karzi ke bahasa Lampung, Usim Kembang di Balik Bukik, 2017), berapa judul lain.

Akan menarik jika ada penulis yang bisa mengeksplorasi pengalaman orang Lampung ketika menghadapi, misalnya, maraknya kedatangan transmigrasi resmi di era 1950-1970. Atau bagaimana praktek-praktek adat mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Fakta dan data yang bisa jadi kering dan membosankan ketika ditampilkan di karya akademis pasti bisa dirajut dan memberikan kesan yang berbeda ketika ditampilkan sebagai sebuah karya fiksi.

Pada saat yang berbarengan, saya sedang berusaha menyelesaikan baca Memoar Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat. Ini sebuah memoar yang menakjubkan. Lagi-lagi pembaca dibawa ke suasana Banten akhir abad ke-19, bagaimana seorang keturunan bangsawan dibesarkan, belajar ilmu dunia dan agama, tahap-tahap awal dididik menjadi ambtenaar dan meniti karir dari leval bawah.

Setengah perjalanan membaca, kesan terpenting yang saya dapat adalah betapa pengalaman menghadapi berbagai keluhan masyarakat di level paling bawah itu menjadi unsur paling utama yang menunjang keberhasilan karier Achmad Djajadiningrat sebagai Bupati, yang merupakan level penguasa daerah tertinggi di era itu (diluar Jogja-Solo). []


--------------
Rahmad Desmi Fajar, pembaca buku


Sumber: LaBRAK.CO, Jumat, 26 Agustus 2022

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment