BANDAR LAMPUNG (Lampost): Bahasa dan sastra Lampung menggelisahkan. Persoalan-persoalan pun muncul yang pada akhirnya mengalami titik temu yang strategis, yaitu bagaimana membumikan bahasa Lampung di Lampung dan menghidupkan sastra Lampung dalam arti sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai alat kreasi.
Demikian benang merah yang muncul dari diskusi Sekolah Kebudayaan Lampung (SKL) yang bertemakan Sastra Lampung Hari Ini, Senin (15-6).
Upaya-upaya sebelumnya pernah dilakukan mulai dari membuktikan ke masyarakat nusantara bahwa Bahasa Lampung itu ada; bertolak dari diskusi-diskusi kecil sampai pada membukukan karya sastra berbahasa Lampung.
Tahun lalu, sastra Lampung mendapat kehormatan melalui Hadiah Sastra Rancage 2008. Namun, seperti disinggung Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage Ajip Rosidi--saat penyerahan Hadiah Sastra Rancage di Gedung Erasmus Huis, Jakarta, Rabu (10-6)--tahun 2008 buku sastra berbahasa Lampung justru menghilang.
Pentingnya karya sastra berbahasa Lampung, menurut penyair Udo Z. Karzi, merupakan upaya pelestarian bahasa Lampung yang pada tahap selanjutnya merupakan ajang apresiasi untuk menggali spiritual Lampung dengan mendiskusikan karya sastra berbahasa Lampung tersebut.
Meskipun demikian, muncul kembali persoalan bagaimana mendiskusikannya. Apakah karya sastra berbahasa Lampung selesai dengan tujuan melahirkan diskusi sastra? Menurut Udo Z. Karzi, tidak selesai hanya dengan diskusi sastra.
"Problem utama kita adalah bahasa Lampung tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah termasuk di dalamnya instansi-instansi strategis pemerintah. Bahasa Lampung perlu mendapat tempat strategis," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Oky Sanjaya mengatakan perlunya pemerintah melakukan pemaksaan terhadap penggunaan bahasa Lampung. Sehingga penggunaan bahasa Lampung di lingkungan pendidikan akan mendapat tempat strategis .
Salah Kaprah
Penyair Y. Wibowo menilai pemerintah salah kaprah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dengan semakin gencarnya pembelajaran bahasa asing di lingkungan pendidikan, membuat kesadaran melestarikan bahasa sendiri, bahasa Lampung, menjadi hilang.
"Apakah bermutu sistem pendidikan kita bila akhirnya bahasa daerah punah satu per satu?" tanya dia.
Udo mengatakan sikap masyarakat Lampung perlu diingatkan dengan mendorong pemerintah bersimpati terhadap krisis karya sastra berbahasa Lampung. Adanya krisis karya sastra bukan berarti tidak adanya karya sastra berbahasa Lampung, tetapi lebih kepada hal finansial.
"Kita minta pemerintah serius dan menganggarkan dana untuk pelestarian bahasa Lampung sehingga buku-buku sastra berbahasa Lampung cepat terwujud. Dengan demikian Rancage tahun 2009 tidak lepas lagi seperti di tahun 2008 yang alasannya adalah masalah teknis," ujarnya. n MG-14/K-1
Sumber: Lampung Post, Selasa, 16 Juni 2009
No comments:
Post a Comment