BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mesuji sejak dulu dicitrakan sebagai daerah "berbahaya" dan dikenal rawan kejahatan menjadikan daerah itu terisolasi. Untuk itu perlu strategi pembangunan dengan pendekatan budaya masyarakat, sehingga citra buruk itu akhirnya hilang.
Budayawan Lampung, Iswadi Pratama mengatakan sebelum membangun Mesuji, mindset atau pemikiran negatif terhadap kampung dan masyarakat Mesuji ini harus diubah. "Bagaimana kita mau membangun di Mesuji, kalau pemikiran kita masih negatif. Takut nanti diracun, dan sebagainya. Kita membangun pikiran yang positif-positif dulu tentang Mesuji, baru membangun Mesuji," kata Iswadi dalam dikusi dengan tema Strategi pengangkatan, pengembangan, dan penguatan kebudayaan Mesuji sebagai identitas daerah di kantor Lampung Post, Selasa (16-6).
Diskusi terbatas ini juga menghadirkan Penjabat Bupati Mesuji Husodo Hadi, Syaiful Irba Tanpaka (Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung), Sudjarwo (akademisi FKIP Unila), Agus Sri Danardana (Kepala Kantor Bahasa Lampung), Ismail Ishak, tokoh pemekaran Mesuji dan tokoh adat serta tokoh pemuda Mesuji.
Menurut Iswadi, pembangunan Mesuji paling tepat dilakukan dengan pendekatan budaya. Sebaiknya, dalam waktu dekat Pemkab bisa mengundang peneliti dan penulis nasional atau lokal melakukan perjalan ke Mesuji dan mengeksposenya. "Orang harus kenal dulu dan memiliki pemikiran yang positif tentang Mesuji," ujarnya.
Pembangunan dengan pendekatan kebudayaan di Kabupaten Mesuji harus dilakukan dengan mempertahankan keaslian dan keabadian. Tetapi, yang lebih penting lagi adalah melestarikan sosio-kultur yang berkembang di masyarakat Mesuji, seperti bahasa, tradisi, adat-istiadat, dan sebagainya.
"Jika di Mesuji itu ciri khas dan ikonnya sungai, mari kita mulai dari sungai. Adakan festival sungai, menjaga kelestarian sungai dengan mempertahankan rumah yang menghadap ke sungai," ujarnya.
Kemudian Guru Besar FKIP Universitas Lampung, Sudjarwo, mengatakan harus ada peta budaya untuk membuat entitas Mesuji. Pemkab bisa membuat portal internet tentang Mesuji. Dengan begitu masyarakat Mesuji yang tersebar di berbagai daerah bisa memberikan masukan. Selain itu juga dibutuhkan sebuah slogan yang menjadi etos kerja dan semangat semua orang yang ada di Mesuji.
"Tapi jangan sampai slogan ini membuat atas antara orang Mesuji dan pendatang lain. Etos itu untuk membangun semangat kerja bersama-sama demi kesejahteraan Mesuji," kata Dekan FKIP Unila itu.
Sementara itu Penjabat Bupati Mesuji Husodo Hadi mengatakan untuk membangun daerahnya, dalam waktu satu tahun ke depan dia akan membuat srncana pembangunan jangka menengah (RPJM) lima tahunan. Pembangunan Mesuji harus dilakukan dengan pendekatan kebudayaan karena Mesuji memiliki kebudayaan sendiri.
Pernyataan bupati itu diperkuat tokoh pemekaran Mesuji, Ismail Ishak. Menurut dia, Mesuji berasal dari nama sungai. Tahun 1860, mayarakat dari Sira Pulau Padang di OKI, Sumatera Selatan, membangun permukiman di tepian Sungai Mesuji dan bekerja dengan bercocok tanam serta menangkap ikan. Namun tahun 1918, terjadi sangketa antara suku Palembang dan suku Lampung Tulangbawang memperebutkan Kampung Mesuji. Pemerintah Belanda lalu menetapkan Mesuji sebagai adat dan kebudayaan tersendiri dengan simbol payung putih besar dari kain sutera. n RIN/MG13/K-3
Sumber: Lampung Post, Rabu, 17 Juni 2009
No comments:
Post a Comment