August 4, 2013

[Fokus] Mewarisi Kue Tradisional Lampung

KUE lapis legit berharga Rp700 ribu seloyang itu dibuat oleh nenek tua. Padahal, di toko kue, nama yang sama harganya tidak separuhnya. Mengapa?

Loyang-loyang itu berjejer di dalam oven besar. Sesekali Nenek Hanim (70) melongok ke dalam oven untuk memastikan kue lapis legit yang dibuatnya tak gosong.



Sejak sepekan terakhir, nenek ini hanya berkutat di dapurnya, dari pagi hingga malam hari. Ia baru akan berhenti saat waktu salat dan berbuka puasa saja. "Pesanan legit dan engkak ketan sedang banyak," kata dia di dapur kerjanya di bilangan Jalan Pagaralam, Bandar Lampung, Rabu lalu.

Ia hanya dibantu dua orang tetangganya yang sengaja dibayar untuk membantunya. Tugasnya pun hanya sekadar mengadon dan menyiapkan bahan-bahannya saja. Urusan takaran bahan sampai memasaknya di oven mutlak menjadi kewenangan Nenek Hanim.

Ia khawatir jika semuanya diserahkan ke dua pembantunya itu akan membuat kue-kue itu tak jadi. "Pinggang pegal sekali setiap hari," ujarnya.

Setiap loyang legit atau engkak ketan dijual seharga Rp700 ribu untuk loyang besar dan Rp400 ribu untuk loyang kecil. "Semua harga bahan sudah pada mahal. Telur, gula harganya naik semua karena bensin naik jadi ikut-ikutan naik. Apalagi mau Lebaran.?

Demikian halnya dengan kue segubal. Ia mengaku bisa membuat kue berbahan ketan yang dibungkus dengan daun pisang ini. Biasanya disandingkan dengan tapai ketan.

Harga segubal lumayan murah, hanya Rp10 ribu per gulungnya. Tetapi ia mengaku membatasi pesanan segubal ini karena ia kesulitan mencari daun pisang untuk membungkus ketan itu. "Kalau tidak dibungkus dengan daun pisang rasanya tidak enak. Sekarang cari daun pisang susah, kalau ada yang jual harganya mahal. Makanya saya cuma buat 30 kilo ketan saja untuk segubal, takut nanti malah nombok," ujar dia.

Saat menjelang Lebaran seperti sekarang ini, dia mengakui pesanan sangat banyak. Dalam sehari, ia harus menyelesaikan sedikitnya 6 loyang. Sampai dengan sehari sebelum Lebaran, pesanan sebanyak 49 loyang harus sudah selesai.

Pemesannya tersebar dari mana-mana. Bahkan ada yang dari Jakarta, yang sengaja memesan kepadanya untuk dibawa ke Jakarta.

Ia bahkan terpaksa menolak jika ada pesanan baru karena khawatir tak selesai."Ini saja buat orang semua. Buat di rumah saya sendiri aja belum tahu kapan buatnya.?

Soal kue-kue klasik Lampung yang dijual di toko-toko kue, Nenek Hanim mengatakan tidak sama. Kue lapis legit yang banyak dijual di toko-toko kue umumnya sudah banyak mengalami modifikasi yang citarasanya jelas jauh dari kue lapis legit yang asli.

"Kue legit atau engkak ketan yang asli itu seperti basah, karena ada margarin dan gulanya dan tahan sampai berbulan-bulan. Tidak seperti legit-legit yang dijual sekarang," kata Nenek Hanim.

Karena itu, jangan pernah menawar harga seloyang lapis legit yang ukuran besarnya bisa mencapai Rp700 ribu. Karena membuat legit bukan seperti membuat kue-kue biasa.

Demikian halnya, Ny.Tan, spesialis pembuat kue, mengakui tingginya pemesan kue basah meski masih didominasi pelanggan-pelanggan lamanya. "Banyak pesanan, walaupun kebanyakan pelanggan-pelanggan lama saya. Dari nenek sampai cucunya sekarang masih pesan ke saya," kata Ny. Tan.

Situasi perekonomian saat ini yang membuat semua harga kebutuhan melonjak naik memang memaksa Ny. Tan untuk memodifikasi kue-kue lapis legit dan engkak ketannya seperti ukuran kue. "Karena itu harga kue yang saya jual tidak pernah naik, hanya ukurannya saja yang saya kurangi."

Ia juga tak melulu menjual kue-kue itu dalam bentuk loyang. Kemampuannya membuat kue akhirnya memodifikasi kue legit dan engkak ketan dalam bentuk gulungan dan berbagai motif tak hanya berbentuk lapis saja tapi juga berbentuk anyaman, sulam bahkan tapis.

"Kalau satu loyang itu sama dengan empat gulung, dengan motif yang berbeda. Piring-piring kue meski hanya satu jenis kue legit tapi motifnya berbeda-beda." (MEZA SWASTIKA/DIAN WAHYU/M1)

Sumber: Lampung Post, Mingggu, 4 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment