Bandar Lampung, Kompas - Kontribusi dan peran media dalam menumbuhkembangkan budaya daerah Lampung belum optimal. Media cetak ataupun elektronik belum menjadikan budaya sebagai komoditas utama dalam pemberitaannya. Kalaupun ada berita dan ulasan budaya, porsi pemberitaan bisa dikatakan sangat kecil.
Demikian kesimpulan yang diambil sebagai hasil diskusi dan dialog Budaya Visual yang diselenggarakan Subdinas Kebudayaan Dinas Pendidikan Lampung bekerja sama dengan para praktisi media cetak dan elektronik Lampung, Selasa (2/10). Selain dihadiri para praktisi media, diskusi juga dihadiri para seniman Lampung dari berbagai genre seni.
Salah satu praktisi media Lampung, Ardiansyah, dalam diskusi itu mengatakan, yang menjadi kendala minimnya pemberitaan budaya di media cetak dan elektronik adalah rendahnya nilai jual berita mengenai kesenian daerah. Padahal, media berprinsip apabila sesuatu informasi tidak menarik atau tidak menawarkan hal baru maka akan dianggap tidak layak terbit atau layak siar.
Layak ekspos
Ardiansyah mengatakan, masyarakat dan seniman Lampung seharusnya bisa memajukan seni pertunjukan supaya layak untuk diekspos. Tentunya, pertunjukan yang ditampilkan harus memiliki keunikan dan ada sentuhan-sentuhan baru sehingga memiliki nilai berita.
Dalam diskusi tersebut juga terungkap, para seniman Lampung seharusnya bisa mengkreasikan budaya Lampung supaya layak "jual". Untuk itu, selain dari kreativitas para senimannya, juga dibutuhkan niat baik dan kesadaran bersama untuk mengangkat budaya Lampung.
"Di sini peran media untuk menginformasikan dan menumbuhkembangkan iklim kesenian melalui pemberitaan-pemberitaan dan ulasan-ulasan di media akan terjadi," kata Ardiansyah.
Selama ini, minimnya nilai berita dari sebuah peristiwa atau kegiatan kesenian juga akibat minimnya dukungan kreativitas dari para seniman Lampung sendiri. Dalam diskusi tersebut terungkap, banyak seniman Lampung yang ternyata kebablasan dalam menafsirkan pakem-pakem budaya Lampung.
Misalnya, pakem pada tari-tarian klasik Lampung. Tari-tari klasik Lampung mempunyai pakem di mana dalam menari, penari wanita tidak melakukan gerakan yang memperlihatkan ketiaknya.
Gerak tari klasik Lampung yang lemah gemulai tidak bisa dipaksakan untuk menjadi dinamis, seperti tari Bali. Justru gerak tari yang lemah gemulai itu adalah kekuatan dan ciri khas tari Lampung yang dapat dijual. Apabila seniman ingin memunculkan tari kreasi baru, hendaknya ruh Lampung tetap menonjol sebagai ikon dan bukannya menjiplak kesenian daerah lain.
Para peserta diskusi juga sepakat, ke depan apabila seniman Lampung tetap berkreativitas tanpa meninggalkan pakem-pakem budaya khas Lampung, diharapkan upaya itu bisa menumbuhkembangkan budaya dan kesenian asli Lampung.
Selain itu, meski masih kecil, media juga tetap memiliki peran menumbuhkembangkan kesenian daerah. Yaitu melalui pemberitaan-pemberitaan yang terus-menerus dan ulasan-ulasan yang berbobot. (hln)
Sumber: Kompas, Rabu, 03 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment