BANDAR LAMPUNG (Lampost): Masyarakat perkotaan mengalami "demam Barat" sehingga bahasa daerah sudah tidak lagi menjadi bahasa pertama. Muh. Abdul Khak dari Balai Bahasa Bandung menyatakan hal itu pada seminar nasional tentang bahasa di Kantor Bahasa Provinsi Lampung, belum lama ini.
Abdul Khak mengungkapkan berdasarkan penelitian pada 882 responden keluarga Sunda menunjukkan orang tua yang mengajarkan bahasa Sunda kepada anaknya tinggal 43,2%. Padahal, semestinya ranah rumah tangga adalah tempat terakhir dalam mempertahankan bahasa daerah.
"Bahasa Indonesia telah tergeser oleh bahasa asing. Padahal, ketika datang di kota-kota di Indonesia, para pelancong (lokal dan asing) seharusnya melihat wajah kota dengan nama-nama yang berbahasa Indonesia/daerah," kata dia.
Menurut dia, saat ini masyarakat telah disuguhi pemandangan yang serbabahasa asing. Pada sisi kanan kiri jalan, papan nama asing mendominasi sehingga tidak ada bedanya dengan kota-kota di Amerika atau di Hong Kong.
"Untuk menanggulangi problem pergeseran bahasa itu, perlu dilakukan pembenahan secara serentak dan terus-menerus dari segi peraturan perundang-undangan, pembenahan dari segi mental bangsa, dan pembenahan langsung di lapangan," kata dia.
"Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Kita berharap undang-undang ini segera diimplementasikan sehingga persoalan kebahasaan di Indonesia tidak semakin karut-marut," kata dia.
Khalik juga memaparkan beberapa data menarik, dari semua acara televisi yang berbahasa asing, 24% merupakan acara yang berisi acara dalam bahasa asing, sedangkan sisanya (76%) merupakan acara yang disampaikan dalam bahasa Indonesia (dan/daerah). Data itu memperlihatkan bahwa pengelola acara televisi lebih menyukai bahasa asing, meskipun acaranya diisi dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Nama perumahan yang ada di kawasan Bandung juga memperlihatkan tingginya penggunaan bahasa asing (31,54%). Meskipun belum ada survei yang menunjukkan pemakaian bahasa asing akan menaikkan nilai penjualan, kecenderungan pemakaian nama asing tetap tinggi. Bahkan dari sisi gengsi, pemberian nama asing sebenarnya juga tidak otomatis menaikkan gengsi perumahan itu.
Beberapa perumahan dengan nama dalam bahasa Indonesia bahkan menunjukkan gengsi yang tinggi (misalnya Pondok Indah di Jakarta dan Kota Baru Parahyangan di Bandung).
Seminar ini diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Lampung selama dua hari, diikuti oleh 45 peserta uang terdiri dari guru, mahasiswa, dan dosen. Seminar mendatangkan lima pembicara utama dan 55 makalah yang dipersentasikan secara pararel. (MG14/S-1)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 30 Juli 2010
No comments:
Post a Comment