Bandarlampung, 20/7 (ANTARA) - Masyarakat, penggiat lingkungan, dan Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandarlampung, membuat pernyataan tertulis tentang pembatalan alih fungsi taman hutan kota menjadi perkantoran dan ruko, kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
"Pemerintah Kota Bandarlampung telah menerbitkan Surat Hak Penggunaan atas tanah di atas kawasan hutan kota Way Halim pada 1 Februari 2010 lalu, dan kami atas nama masyarakat yang menandatangani ,meminta pembatalan surat HGB itu," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandarlampung, Indra Firsada, di Bandarlampung, Selasa.
Pernyataan tertulis tersebut dialamatkan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, melalui Kepala Badan Pertanahan kota Bandarlampung. Isi surat adalah permintahan kepada instansi tersebut untuk membatalkan hak atas tanah yang diterbitkan pada 1 Februari 2010, bernomor HGB no 44/HGB/BPN.18/2010.
Dalam HGB yang diterbitkan BPN tersebut, pemerintah memberikan hak kepada PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB), untuk mengubah kawasan Hutan Kota Way Halim, dari fungsi awalnya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi pertokoan dan ruko.
Indra menegaskan, apabila dalam dua minggu BPN tidak memberikan tanggapan atas permohonan pembatalan tersebut, LBH Bandarlampung, penggiat lingkungan dan masyarakat akan melakukan langkah hukum lebih tinggi, yaitu melayangkan gugatan.
Selain LBH Kota Bandarlampung dan masyarakat, sejumlah LSM penggiat lingkungan ikut menandatangani surat permohonan pembatalan tersebut.
Sejumlah LSM tersebut antara lain Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Mitra Bentala, Majelis Konservasi Indonesia, Perkumpulan Lampung Ikhlas, dan LSM Kawan Tani.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Hendrawan, mengungkapkan pemerintah telah melakukan kelalaian dengan membiarkan surat perizinan alih fungsi tersebut terbit.
"Ada unsur pelanggaran terhadap aturan tentang ketersediaan lahan terbuka hijau dalam penerbitan SHGB itu, dan Pemkot Bandarlampung terbukti telah lalai dalam pengawasan aset yang mereka miliki," kata dia.
Pemkot Bandalampung, lanjutnya, tidak menaruh perhatian lebih terhadap hal itu, tiba-tiba terbit SHGB baru kepada PT HKKB oleh BPN Lampung.
Menurut Hendrawan, penerbitan SHGB itu melanggar aturan tentang penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), yaitu Perda Nomor 4 tahun 2004 tentang peruntukan ruang terbuka hijau, dan SK Walikota no 141 tahun 2009 tentang penetapan areal tanah sebagai Taman Hijau Kota. "Belum lagi semangat penyediaan RTH pada setiap kota minimal 30 persen," kata dia.
Berdasarkan data Walhi Lampung luasan areal RTH di Bandarlampung baru mencapai 21 persen dari total luasan keseluruhan, dan akan semakin berkurang akibat penerbitan SHGB tersebut. Padahal, penerbitan SHGB itu jelas akan mengalihfungsikan lahan Taman Hutan Kota yang sudah terlanjur hijau, karena dalam SHGB tertulis izin pengalifungsian lahan menjadi ruko selama 20 tahun ke depan. "Alih fungsi jelas akan semakin mengurangi luasan RTH, dan kemungkinan itu yang harus kita cegah," kata dia.
Pada 1 Februari 2010, pemerintah melalui BPN menerbitkan izin pengelolaan dan alih fungsi hutan kota Way Halim Bandarlampung, kepada PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) selama 20 tahun.
Sebelumnya, pemerintah menyerahkan pengelolaan Taman Hutan Kota Way Halim kepada PT Way Halim Permai (WHP) dan telah habis masa berlakunya pada 2001.
Sumber: Antara, 20 Juli 2010
No comments:
Post a Comment