BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pengusiran warga dari Kualakambas, kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kabupaten Lampung Timur, bak buah simalakama.
Di satu sisi warga butuh hidup. Di sisi lain, hutan harus lestari. Meski demikian, hal itu semestinya bisa dihindari jika pemerintah membuat perencanaan matang terkait relokasi dan masa depan warga. Pengusiran, juga tidak asal sekadar memindahkan warga dari kawasan tersebut yang bahkan dengan cara-cara tidak manusiawi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi Lampung, Anang Prihantoro, Jumat (16-7), mengatakan pihaknya menyayangkan pengusiran warga dari Kualakambas yang tidak disertai pembinaan untuk masa depan mereka. Menurut Anang, areal hutan tersebut memang harus dijaga agar tetap lestari dan tidak malah menjadi perkampungan yang lebih besar.
"Memang sebelum diusir, ada sosialisasi. Namun sosialisasi itu untuk menggusur, bukan pembinaan. Warga dipaksa alih profesi dari nelayan tanpa ada pembinaan. Kalau masyarakat jadi telantar itu adalah hal yang ironi sekali. Negara tidak bisa melindungi warganya," kata Anang melalui telepon.
Hari ini, menurut Anang, anggota DPD Iswandi meninjau Kualakambas dan Kualakapuk. "Kami akan mencari informasi dan data-data yang valid terkait pengusiran tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Aliansi Peduli Nelayan Sekapuk (APNS) yang terdiri dari Serikat Tani Indonesia (Sertani), Serikat Tani Nasional (STN), Serikat Petani Indonesia (SPI), dan Liga Mahasiswa Nasinal untuk Demokrasi (LMND) menilai tindakan aparat yang mengusir warga dari Kualakambas dan Kualakapuk merupakan tindakan tidak manusiawi.
"Tuduhan pihak TNWK yang mengatakan para nelayan tersebut akan merusak konservasi hutan dan illegal logging tersebut tidak logis. Dari data yang dikumpulkan di lapangan, ada lima poin penting yang menggugurkan tuduhan tersebut," kata Juandi Sinurat (Sertani) yang didampingi oleh Abu Hasan (STN), Suryo Cahyono (Sertani), Adi Supermaret (STI), dan Lamen Hendra (LMND), saat datang ke kantor redaksi Lampung Post kemarin.
Mereka menyampaikan empat fakta ketidakmanusiawian pengusiran itu. Empat poin tersebut, kata Juandi, yakni aktivitas warga adalah nelayan murni dan tidak sama sekali mengganggu zona konservasi TNWK.
"Mereka adalah nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap tradisional sistem tarik atau payang padang," kata Juandi.
Warga nelayan tersebut bahkan beberapa kali menggagalkan illegal logging dan perburuan liar. "Bahkan para nelayan pernah menangkap pemburu liar dan menyerahkannya ke petugas TNWK," ujarnya.
Warga pun turut mendukung konservasi, kata Juandi, dengan menanam sejumlah pohon di sekitar bibir pantai, "Itu poin yang ketiga."
Sedangkan tuduhan yang mengatakan nelayan mengambil kayu untuk dijadikan gubuk, kata Suryo Cahyono, dapat dibantah dengan poin keempat, yakni dari data di lapangan ditemukan bahwa bahan bangunan untuk gubuk menggunakan bambu-bambu yang hanyut terbawa arus laut. (KIS/MG13/U-2)
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 17 Juli 2010
No comments:
Post a Comment