SUKADANA (Lampost): Setelah "sukses" membumihanguskan permukiman nelayan Kualakambas, Kamis (15-7), aparat polisi kehutanan (polhut) dan Polri membakari rumah nelayan di Kualasekapuk, Lampung Timur, Sabtu (17-7) pagi.
DERITA DI KUALASEKAPUK. Istri, anak-anak, dan keluarga nelayan Kualasekapuk, Lampung Timur, hanya bisa menangis dan menyelamatkan barang seadanya ketika tim Polhut dan Polri membakar rumah mereka, Sabtu (17-7) pagi. (LAMPUNG POST/AGUS SUSANTO)
Suasana di Kualasekapuk kemarin mirip suasana perang di film-film. Seperti hendak menyergap pasukan separatis di tengah hutan, tim gabungan itu melengkapi diri dengan senjata otomatis.
Beberapa kali terdengar letusan peluru yang ditembakkan ke udara dan asap hitam membubung dari rumah-rumah yang hangus di tiap sudut perkampungan. Sementara jerit tangis anak-anak dan wanita terdengar di mana-mana.
Namun, histeria ibu-ibu dan anak-anak itu tak menyurutkan niat aparat gabungan untuk melanjutkan aksi "pembersihan". Tidak sampai tiga jam, 170 rumah berdinding bambu dan atap rumbia berubah menjadi abu dan roboh ke tanah.
Pemusnahan permukiman Kualasekapuk memang sudah ditargetkan saat tim gabungan menggelar operasi serupa di Kualakambas, Kamis (15-7). Kedua perkampungan nelayan tradisional itu hanya berjarak 15 kilometer atau sekitar dua jam perjalanan berjalan kaki.
Menurut Ujang (50), operasi gabungan di Kualasekapuk dimulai sekitar pukul 07.00, saat sebagian warga masih terlelap karena cuaca dingin. Anak-anak ketakutan melihat ratusan aparat berseragam dan bersenjata lengkap tiba-tiba muncul di kawasan hutan konservasi yang didiami nelayan Labuhanmaringgai sejak belasan tahun silam itu.
Suasana semakin mencekam saat satu per satu rumah dilalap api. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Rumah yang kelihatan tidak ada penghuninya, langsung disirami minyak dan dibakar," kata Ujang.
Jika di rumah tersebut ada penghuninya, kata Ujang, aparat memaksa penghuninya keluar dan segera mengevakuasi barang-barangnya. Beberapa warga mencoba bertahan dan membujuk petugas, tapi tidak membuahkan hasil.
Jika ada yang membandel, kata Ujang, aparat menembakkan senjata ke udara. Warga pun tak punya pilihan kecuali mengikuti perintah aparat. Setelah warga keluar dan mengeluarkan semua barang-barangnya, "Bapak-bapak yang gagah itu menyiram rumah kami dengan minyak, kemudian membakar dengan api. Mana ada berani lawan, mereka pegang senjata!"
Dituduh Provokator
Setelah 170 rumah ludes terbakar, pasukan gabungan Polhut dan Polri itu berjalan ke arah hutan dan meninggalkan lokasi perkampungan.
"Mereka seperti tak ada rasa bersalah. Sementara kami hanya bisa menangis," kata Atun (40), warga lainnya.
Menurut Atun, selain membumihanguskan rumah penduduk, aparat gabungan itu juga menangkap empat nelayan Kualasekapuk. Keempat nelayan itu adalah Heri, Jasrul Tanjung, Yos, dan Yusdarso. "Mereka dituduh sebagai provokator dan perambah hutan. Katanya mau dibawa ke Polres (Lampung Timur, red) untuk diperiksa," kata Atun.
Sama halnya warga Kualakambas, nasib Atun dan ratusan warga Kualasekapuk pun kini tak menentu. Belum jelas ke mana eks penghuni kawasan hutan konservasi itu direlokasi. "Sekarang kami tidur di mana? Dari pagi tadi hujan tak henti-henti. Kalau hujan terus sampai nanti malam, kami mau tinggal di mana," kata Atun dengan suara terbata-bata sembari terisak.
Menurut Humas Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Sukatmoko, pihaknya akan memulangkan warga Kualasekapuk dan Kualakambas ke Labuhanmaringgai. Pemindahan mereka dilakukan bertahap. Mereka akan diangkut dahulu dengan perahu besar ke Way Kanan, TNWK, setelah itu naik truk ke Labuhanmaringgai.
"Sebagian mereka akan kami angkut malam ini (tadi malam, red) dan sebagian lagi besok (pagi ini, red). Evakuasi kami utamakan bagi mereka yang berusia sepuh dan anak-anak," kata Sukatmoko. (MG6/X-2)
Sumber: Lampung Post, Senin, 19 Juli 2010
No comments:
Post a Comment