May 24, 2007

Kurikulum Muatan Lokal: Pelajaran Seni Budaya Belum Optimal

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pelajaran seni dan budaya yang kini sudah masuk dalam kurikulum muatan lokal belum maksimal. Hal ini ditandai masih rendahnya tingkat apresiasi budaya daerah di kalangan anak muda.

Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Syaiful Irba Tanpaka mengemukakan hal tersebut dalam kegiatan Penyuluhan Kebudayaan Daerah bagi pelajar yang digelar di Gedung Olah Seni, Taman Budaya Lampung (TBL), Selasa (22-5).

Dia mengatakan penurunan kecintaan terhadap seni dan budaya ini terlihat dari maraknya krisis moral yang terjadi saat ini. "Generasi muda saat ini lebih menyukai budaya asing yang nyata-nyata bertolak belakang dengan budaya asli Indonesia, dibandingkan mencintai budaya asli," kata Syaiful.

Padahal menurut dia, kegiatan seni dan budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam membangun kehidupan yang ideal. "Seperti halnya dengan ilmu dan agama. Ilmu dan seni juga berproses dari belahan otak manusia. Ilmu berkembang dari otak kiri yang berfungsi membangun kemampuan berpikir ilmiah, kritis, dan teknologi," ujar dia.

Sedangkan seni, kata Syaiful, berkembang di otak kanan. "Ini akan membangun kemampuan kreatif, humanistik, dan mistikal. Dan di dunia pendidikan kita, yang lebih diasah adalah kemampuan otak kiri saja. Padahal, dalam pendidikan diperlukan adanya keseimbangan antara keduanya," ujar dia.

Salah satu yang bisa dikembangkan pemerintah dalam mengatasi persoalan ini adalah dengan menambah jam untuk pelajaran muatan lokal yang saat ini hanya dua jam per minggu menjadi enam jam. "Jika muatan lokal selama ini hanya diberikan dari tingkat SD--SMP, maka ini perlu dilanjutkan hingga jenjang SMA. Harapannya, akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas dan unggul tapi juga berjiwa humanis."

Selain itu juga, Syaiful juga menyarankan agar peran ini tidak hanya diambil oleh pendidikan formal saja tapi juga lembaga adat seperti Majelis Penyeimbang Adat Lampung atau sejenisnya. "Sehingga ini bisa memasyarakatkan bahasa, aksara, dan adat istiadat budaya Lampung dengan dukungan dana yang layak. Saat ini keberadaan lembaga yang ada belum optimal," ujarnya.

Sementara, Kasubdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Khaidarmansyah mengatakan keprihatinannya terhadap tingkat apresiasi budaya daerah di kalangan pelajar yang rendah. "Ini bisa dilihat dari pengenalan situs benda cagar budaya yang ada di Lampung sangat minim. Padahal, Lampung memiliki aset sejarah yang bisa diandalkan, di antaranya adalah situs Pugung Rahardjo, Batu Bedil, Kampung Tua Wana, Prasasti Palas Pasemah, dan sebagainya. "Kita harus bangga juga sebagai daerah yang memiliki aksara khas," katanya. n TYO/S-2

Sumber: Lampung Post, Kamis, 24 Mei 2007

No comments:

Post a Comment