October 28, 2012

[Komunikasi] Cerita Nulis Diskusi Online

KOMUNITAS menulis semakin banyak bermunculan, baik di dunia nyata ataupun dunia maya. Salah satu komunitas yang aktif dalam penulisan dunia maya adalah Cerita Nulis Diskusi Online atau Cendol.

Sejak berdiri pada 2011 lalu, anggotanya sudah mencapai 500 orang yang menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Lampung, bahkan hingga ke Hong Kong.

Di Bumi Ruwa Jurai, anggota komunitas ini menamakan dirinya Cendol Aliansi Lampung atau Capung. Anggotanya mencapai 20 orang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan ibu rumah tangga. Ketua Capung, Tri Lego Indah Fitria Ningsih, mengatakan kegiatan yang dilakukan adalah diskusi online dan tetap muka sekali dalam satu bulan. Kopi darat dilangsungkan di Universitas Lampung.

?Biasanya kami saling bertukar karya dan saling mengkritisi. Setiap penulis harus siap dibantai karyanya,? kata Tri Lego, pekan lalu.

Selain diskusi soal kepenulisan, anggota Capung juga berkunjung ke komunitas Cendol di daerah lain. Misalnya berkunjung ke Cendol Palembang. Di sana, para Cendolers saling berbagi pengalaman dan pengetahuan soal menulis. Menurut Tri Lego, penulis pemula di Lampung sudah memiliki kemampuan menulis yang baik. Mereka pun sudah memiliki karya, tapi bingung untuk memublikasikannya.

Beberapa anggota Capung belum percaya diri jika karyanya diterbitkan di media atau buku. Karena itu, Capung menjadi wadah bagi para penulis-penulis muda ini. ?Lewat komunitas ini kemampuan para penulis terus diasah dengan berbagi pengalaman dengan para penulis senior, seperti Gola Gong dan Mayako Aiko,? kata mahasiswa FKIP Unila ini.

Cendol didirikan oleh Mayoko Aiko. Komunitas ini berawal dari kegelisahan Mayoko yang juga seorang pengarang terhadap kondisi para penulis muda. Banyak penulis pemula yang dibodohi oleh penerbit dan harus membayar uang jika ingin karyanya terbit dalam bentuk antologi.

Tidak hanya itu, penulis juga harus memasarkan bukunya sendiri. ?Padahal seharusnya penulis mendapat honor yang layak dari tulisannya, bukan malah membayar,? kata Tri Lego.

Cendol juga memiliki penerbitan sendiri. Setiap anggota dibebaskan untuk menerbitkan buku ke mana saja, lewat penerbit Cendol atau penerbit yang lain. Tri Lego menambahkan melalui kelas menulis, anggota bisa berinteraksi dengan penulis terkenal. Diskusi pun disesuaikan dengan jenis tulisan, cerpen, puisi, flash fiction. Anggota juga akan diuji melalui mid semester untuk membuat tulisan yang nantinya akan dikritisi.

Pertemuan tatap muka dilakukan dalam perhelatan Kemah Sastra Nasional yang dilangsungkan Juli lalu. Lampung memiliki agenda serupa pada 2013 mendatang. Selain Kemah Sastra, juga ada gerakan nusantara menulis. Gerakan ini untuk memasyarakatkan menulis dan membaca yang pada akhirnya akan lebih banyak buku dan karya yang terbit. (PADLI RAMDAN/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012

[Perjalanan] Sejuknya Ham Tebiu, Liwa

BAGI masyarakat luar Lampung Barat, jika ke Kota Liwa, rasanya belum tuntas jika belum menikmati suasana sejuknya udara dan indahnya pemandangan di Ham Tebiu. Ada juga bunga-bunga langka.

Lokasi Ham Tebiu merupakan wajahnya atau ciri khasnya Kota Liwa. Di sekitar lokasi Ham Tebiu tersebut selain dapat dijadikan sebagai tempat masyarakat untuk bersantai ria, mencari hiburan atau sekadar untuk melepas lelah, kini juga menjadi taman kota Liwa yang di dalamnya terdapat berbagai aneka spesies tumbuhan.

Bahkan di sekitar lokasi itu, kini juga terdapat aneka koleksi bunga langka. Karena lokasi itu juga merupakan bagian dari pusat pengembangan aneka bunga langka yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan bekerja sama dengan petugas dari Kebun Raya Bogor.

Bunga-bunga langkah itu didapat kawasan hutan yang kemudian sengaja dikembangkan di lokasi itu dan selanjutnya akan disebar di kawasan Kebun Raya Liwa. Pengembangan berbagai bunga langka itu dipusatkan di sekitar Ham Tebiu disebabkan lokasinya berbatasan langsung dengan lokasi Kebun Raya Liwa.


Bunga-bunga langkah, antara lain bunga raflesia, kantong semar dan lain-lain itu nantinya akan ditanam di kawasan Kebun Raya Liwa.

Selain dapat menikmati sejuknya udara dan aneka tumbuhan, kita juga dapat memandangi panorama alam berupa kolam besar yang di dalamnya terdapat banyak aneka ikan air tawar, mulai dari yang terkecil hingga yang besar, terdiri dari ikan gabus, nila, mujahir, sepat dan lain-lain.

Lokasi Ham Tebiu setiap harinya kini mulai ramai dikunjungi masyarakat, baik secara keluarga, perorangan maupun anak-anak muda. Mereka datang silih berganti.

"Kalau lagi libur, anak-anak sering ngajak bermain di sini karena selain tidak ada tempat hiburan lain, di sini pemandangannya lumayan bagus dan udaranya sejuk. Anak-anak senang," kata Andre, warga Liwa yang berada di lokasi Ham Tebiu, kemarin.

Beberapa tahun lalu, lokasi ini sepi pengunjung karena lokasinya kurang terawat. Namun, belakangan ini atau sejak lokasinya dirawat dan ditanami berbagai bunga, masyarakat silih berganti mendatangi lokasi ini hanya sekadar untuk melepas lelah.

Di lokasi ini, juga telah tersedia WC umum sehingga bagi pengunjung yang membutuhkannya tidak perlu harus pergi jauh. Bagi pengunjung yang datang dari luar kota, ketika membutuhkan makanan atau minuman di luar lokasi sekitar 20 meter banyak warung yang menyediakan berbagai makanan mulai dari warteg, mi, soto, bakso hingga goreng-gorengan.

Selain itu, juga tersedia berbagai aneka jenis oleh-oleh, misalnya buah-buahan, kopi, dan gula merah.

Lokasi Ham Tebiu banyak dikunjungi karena lokasi alamnya masih asli, udaranya sejuk serta pemandangan yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat sejumlah bangunan untuk berteduh.

Bahkan, lokasi ini cocok untuk dijadikan tempat rekreasi. Sebab di dalamnya terdapat kolam besar yang tentunya dapat dijadikan sebagai objek wisata sepeda air. Kemudian di sisinya terdapat taman yang bervariasi. Hanya sayangnya pihak Pemkab belum dapat mengembangkannya ke arah sana dengan alasan keterbatasan dana.

"Lokasi Ham Tebiu untuk sementara fokusnya adalah sebagai ruang terbuka hijau karena lokasi ini selain sebagai taman kota Liwa juga merupakan daerah tangkapan air dan daerah patahan gempa sehingga pengembangannya harus mengutamakan aspek ramah lingkungan," kata Kabid Fisik Bappeda Lampung Barat Eric Inreco, beberapa hari lalu.

Rencana pengembangan untuk dijadikan sebagai taman rekreasi itu memang ada, tapi untuk sementara belum menjadi prioritas. Sebab, selain keterbatasan dana, pertimbangan lain adalah Ham Tebiu merupakan kawasan ruang terbuka hijau serta daerah tangkapan air sehingga pengembangannya lebih diarahkan ke fungsi lingkungan. Terlebih, di sekitarnya umumnya merupakan dataran yang tinggi. (ELIYAH/M-1) 

Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012

[Lentera] Khomsahrial, Mengajar dan Menulis

MENGAJAR dan menulis buku adalah dua hal yang tidak terpisahkan bagi Khomsahrial Romli. Guru besar IAIN Raden Intan Lampung dan dosen Universitas Bandar Lampung (UBL) ini mengatakan menulis dan mengajar sama derajatnya.

Membagi ilmu kepada orang banyak adalah pekerjaan mulia. Bunyi kalimat bijak itu terus tertanam di hati Khomsahrial Romli. Itulah yang kemudian ia memilih
dan menyukai profesi mengajar dan menulis. Dua aktivitas inilah yang tujuannya mengarah pada dua hal, berbuat baik kepada manusia dan beribadah kepada Tuhan.

Pilihan pria kelahiran Gunungsugih, Lampung Tengah, ini untuk menjadi dosen setelah membandingkan kehidupan saudaranya yang seorang guru dengan yang berprofesi sebagai birokrat pemerintahan. ?Saya lihat guru lebih tenang dan damai kehidupannya. Berbeda dengan saudara saya yang orang pemerintahan, jarang terlihat riang,? kata Khomsahrial.

Awalnya, Khomsahrial ingin menjadi orang pemerintahan. Namun, setelah melihat realitas pekerja pemerintahan, dia pun mengundurkan niatnya dan berbalik menjadi pengajar seperti orang tuanya.

Dia pun memutuskan untuk menjadi dosen dan diterima mengajar di IAIN Raden Intan Lampung pada 1990. Ketenangan dan kesegaranlah yang dirasakannya setelah menjalani sebagai seorang pengajar. ?Dosen itu pikirannya hanya mengajar dan enggak macam-macam. Seorang dosen pun hanya dituntut untuk terus melatih pikiran, untuk terus bisa memberikan pengetahuan yang benar kepada mahasiswanya. Berdiskusi dengan mahasiswa membuat kita semakin kaya akan masukan dan pengalaman,? kata dia.

Ayah tiga anak ini begitu mencintai profesinya. Meskipun mengajar sepanjang hari, doktor lulusan Universitas Padjadjaran ini mengaku menikmati dan tidak merasa bosan. ?Malah kalau libur panjang dan enggak mengajar, saya jadi bingung karena tidak ada aktivitas,? kata dia.

Khomsahrial mengibaratkan mahasiswa dan dosen sebagai akuarium yang lengkap dengan isi air dan ikannya. Dosen adalah ikan dan air adalah mahasiswanya. Jika tanpa air, akuarium tidak ada indah. Begitu pun jika tidak ada ikan. Keduanya saling melengkapi. Mahasiswa bukan hanya sekadar objek. Mahasiswa dan dosen saling mengisi.

Suami dari Auliana ini menerapkan hubungan yang tidak berjarak dengan mahasiswa. Jangan sampai ada jarak antara mahasiswa dan dosen. Kedekatan inilah yang nantinya membuat mahasiswa mau bertanya dan berdiskusi panjang dengan dosen. ?Jangan ada rasa jaim antara mahasiswa dan dosen,? kata dia.

Karier Khomsahrial sebagai dosen terbilang cepat dan mulus. Golongan yang sudah dicapainya hingga saat ini adalah IV/e atau pembina utama.

Untuk seorang dosen, Khomsahrial termasuk yang produktif dalam menulis buku. Dia sudah menerbitkan sebanyak 12 judul buku soal komunikasi. Pendidikan strata 2 dan 3 adalah ilmu komunikasi, khususnya soal jurnalistik dan media masa. Dia menulis buku sejak 2004, dan setelahnya hampir setiap tahun ada satu buku yang selesai dikerjakannya.

Menurutnya, kemampuannya menulis diasah sejak mahasiswa strata 1 di FKIP Unila. Tulisannya soal politik dan pemerintahan sering muncul di media kampus. Tulisannya pun memancing perdebatan sehingga muncul tulisan-tulisan dari mahasiswa lain. ?Sejak saat itulah saya mulai sadar punya kemampuan menulis yang baik dan akhirnya memilih untuk meneruskan kuliah ke ilmu komunikasi,? katanya.

Bagi Wakil Rektor I UBL ini banyak kepuasan yang didapat dari menulis buku. Buku yang sudah terbit akan disebarkan ke seluruh wilayah sehingga banyak dibaca orang. Lewat buku, ilmu yang disampaikan akan diterima dan dipakai orang banyak. ?Banyak yang menelepon dan bilang bahwa ada buku saya di beberapa toko di daerah Jawa. Mereka pun membeli,? kata dia.

Buku soal komunikasi organisasi terjual hingga 5.000 eksemplar dan direncanakan akan terbit cetakan kedua. Buku ini tidak hanya dipakai oleh jurusan komunikasi, ilmu manajemen pun membutuhkan referensi buku soal komunikasi kelompok. ?Tidak pernah sekalipun meminta mahasiswa untuk membeli buku saya,? kata dia.

Dalam waktu dekat, Khomsahrial menerbitkan buku soal komunikasi sosial dan pembangunan. Setelah mendapat gelar guru besar pada 2009, tuntutan untuk terus produktif menulis buku dan meneliti semakin besar. Guru besar harus terus berkarya lewat buku dan penelitian. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun menargetkan dalam setahun untuk menulis satu buku dan menghasilkan satu penelitian. (PADLI RAMDAN/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012

[Wawancara] Siti Noor Laila: HAM itu Memanusiakan Manusia

LAMPUNG mendapat kehormatan di tingkat nasional. Salah satu putri terbaik, Siti Noor Laila, terpilih menjadi salah satu komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Kehadiran S.N. Laila di Komnas HAM bukan sendiri, ia membawa serta nama Lampung yang selalu menarik perhatian nasional, bahkan internasional berkait dengan isu-isu HAM. Tak berlebihan jika Lampung yang sudah dikenal sebagai laboratorium politik Indonesia juga merangkap sebagai laboratorium HAM yang populer.

Banyaknya kasus HAM di Lampung tentu membuat warga dan para aktivisnya makin matang mengenali masalah. Kematangan dalam analisis, terlebih bagi aktivis yang concern dan mempunyai komitmen tinggi kepada penegakan HAM, adalah keniscayaan untuk menguasai dan memahami masalah. Pengalaman ini mungkin menjadi modal penting dalam mengikuti seleksi komisioner Komnas HAM.

S.N. Laila telah terpilih dan menjadi bagian dari 13 komisioner yang segera menjadi garda depan penegakan HAM di negeri ini. Apa yang akan dilakukan dan bagaimana komitmennya bagi Lampung? Berikut petikan wawancara wartawan Lampung Post Sudarmono dengan Siti Noor Laila, Selasa (23-10).

Pertama, mewakili masyarakat Lampung, kami menyampaikan selamat atas terpilihnya Anda menjadi komisioner Komnas HAM?

Terima kasih.

Anda ikut seleksi menjadi komisioner Komnas HAM. Apa yang ingin Anda capai?
Begini, ya. Kita semua tahu, Indonesia saat ini adalah negeri yang sedang mencari bentuk. Setelah dipola sedemikian rupa selama 33 tahun oleh Orde Baru, muncullah orde reformasi dan era otonomi daerah. Kita mengira perubahan itu akan memunculkan era baru yang lebih baik dari sisi HAM. Tetapi, kenyataannya keadaan tidak seperti yang kita inginkan.

Jadi, yang ingin saya capai adalah terciptanya keadilan bagi masyarakat yang terampas hak-haknya. Caranya adalah melalui kerja-kerja kemanusiaan untuk mencapai perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Ini bukan obsesi saya pribadi, melainkan obsesi kita semua.

Memang, menurut Anda HAM di Indonesia saat ini bagaimana?

Berdasarkan data Komnas HAM, pengaduan atas pelanggaran HAM meningkat. Walaupun di sisi lain berbagai kebijakan berkait dengan perlindungan HAM sudah dilahirkan sebagai kebijakan. Seperti, ratifikasi kovenan hak sipil dan politik, ekonomi, sosial, budaya. Penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dll.

Selain meningkat, watak pelanggarannya pun pada zaman Orde Baru dengan sekarang juga berbeda. Zaman Orba banyak pelanggaran berkait dengan hak sipil dan politik dan pelakunya kebanyakan dilakukan oleh TNI dan pemerintah. Di era reformasi saat ini, hampir semua kalangan kuat ikut menjadi pelanggar. Mereka melakukan pelanggaran HAM banyak pada pelanggaran hak untuk mendapatkan keadilan, ekonomi, sosial, budaya, dll. Pelaku kebanyakan dilakukan oleh polisi, swasta atau perusahaan, dan pemda.

Orang menuduh, gara-gara HAM, negeri tidak aman. Aparat polisi tidak tegas karena takut HAM. Anda yakin HAM bisa bareng hidup bersama aman damai?

Inti dari HAM adalah martabat manusia, bagaimana meningkatkan martabat manusia. Untuk meningkatkan martabat manusia tentu dengan cara-cara memanusiakan manusia. Artinya, cara-cara dengan kekerasan bertentangan dengan nilai-nilai HAM.

Justru kalau kita memberi penghormatan terhadap HAM, maka hidup damai bisa terwujud. Hal ini juga dipertegas dalam UUD 1945.

Pemahaman awam tentang HAM masih ricuh. Ada kejahatan kian beringas, demo anarkistis, dan lain-lain karena dilindungi HAM. Apa penjelasan Anda?

Harus dibedakan antara tindakan yang bersifat kriminal dan tindakan yang dilindungi HAM. Yang disebut di atas adalah tindakan yang masuk katagori kriminal, maka solusinya adalah penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat keamanan dengan tindakan yang berdasarkan aturan dan prinsip HAM.

Anda terpilih sebagai komisioner Komnas HAM dari wilayah yang kasus HAM-nya menonjol; Lampung. Apakah ini kabar baik bagi Lampung?
Semoga menjadi kabar baik ya?, amin. Sekaligus juga tantangan baru buat saya. Tetapi semua itu tergantung dari penerimaan masyarakat, pemerintah daerah, pihak swasta, kepolisian, TNI dan pihak-pihak lain.

Kalau saya sendiri berharap ada semangat dan energi positif dengan terpilihnya saya sebagai komisioner Komnas HAM. Yang pasti, saya berharap bisa mendapatkan dukungan dan bisa bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan perlindungan dan penegakan HAM, khususnya di Lampung.

Ada ujaran "menghadapi penjahat, polisi harus mati dulu baru boleh menembak!" Itu dalih ketidakmampuan atau benar-benar penghormatan terhadap HAM?

Tidak begitu juga, semua sudah aturannya, ada SOP yang mengatur bagaimana caranya menangkap pelaku kriminal, menghadapi demonstran, perambah, dll. Polisi sangat paham itu, termasuk pihak keamanan lainnya. Persoalannya, di lapangan sering para pihak tidak bisa mengendalikan diri sehingga terjadi bentrokan.

Ada banyak kasus HAM di Lampung. Baik yang aktual dan running, maupun yang hampir kedaluwarsa seperti Talangsari. Sebagai komisioner, apa janji Anda terhadap kasus-kasus di Lampung?

Secara moral saya merasa memiliki tanggung jawab khusus dengan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Lampung. Karena ada sebagian dari kasus-kasus tersebut saya dan teman-teman lainnya terlibat di dalamnya dalam proses pendampingan. Yang pasti, saya akan bekerja keras dengan segala kemampuan yang saya miliki untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berdasarkan rasa keadilan.

Untuk kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di Lampung, saya akan pelajari kasus-kasus yang sudah dilaporkan ke Komnas HAM dan saya akan menindaklanjuti untuk penyelesaian kasusnya. Saya akan sampaikan ke publik setiap perkembangannya.

Penegakan HAM akan banyak kendala karena pemahaman masyarakat tentang itu belum mapan. Apa yang akan Anda lakukan?

Komnas HAM memiliki fungsi pengkajian, pendidikan, pemantauan, mediasi, dan pengawasan. Kewenangan tersebut diatur di dalam UU. Menjadi salah satu tugas komisioner Komnas HAM memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang HAM.


Menjadi aktivis HAM juga riskan dan berisiko individu.  Anda siap dengan berbagai ancaman?

Sejak usia 20-an tahun saya sudah terbiasa mendampingi warga yang terampas hak-haknya, seperti kasus Kedongombo di Jawa Tengah, Inti Indorayon Utama (IIU) di Sumatera Utara, perburuhan, kekerasan terhadap perempuan, semua itu perjuangan yang sangat berisiko. Bahkan berisiko untuk dipenjara atau kehilangan nyawa. Tapi ini adalah pilihan hidup dan panggilan jiwa saya. Mohon doanya saja supaya bisa menjalankan amanah ini dengan baik.

Para pemerhati HAM banyak juga yang tidak yakin dengan penegakan HAM. Sebab, negara, bahkan Amerika Serikat pun sering plinplan atau punya standar ganda soal HAM. Apa komentar Anda?
Menurut saya, kalau negara seperti Amerika Serikat melakukan pelanggaran HAM, tidak berarti kita harus ikut melanggar atau menoleransinya. Negara kita adalah negara yang berdaulat, soal HAM pun juga diatur dalam konstitusi kita, jadi kita jugalah yang harus memberikan penghormatan dan mematuhinya. Sering juga masyarakat salah memahami bahwa HAM itu dari barat dan Komnas HAM atau NGO banyak menjelek-jelekkan negara sendiri di internasional berkaitan dengan situasi HAM di Indonesia. Instrumen HAM ini menjadi hukum internasional dan memiliki mekanisme sendiri untuk memberikan laporan perkembangannya secara periodik. Laporan ini yang kemudian nanti diberikan komentar dalam konferensi internasional yang dilakukan untuk hal tersebut.

Apa harapan Anda untuk penegakan HAM, terutama di Lampung?

Saya berharap bisa bekerja sama dan keberadaan saya di Komnas HAM bisa ?dimanfaatkan? secara optimal untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di Lampung. Komnas HAM memiliki kewenangan mediasi, dan saya berpikir pemerintah maupun masyarakat bisa memanfaatkan kewenangan ini untuk membantu penyelesaiannya. Seperti sekarang Bupati Mesuji merasa kecewa dengan pihak perusahaan karena pihak perusahaan selalu mewakilkan kepada orang yang tidak bisa mengambil keputusan sehingga kasus ini tidak kunjung selesai. Menurut saya, ada baiknya mediasi ini dilakukan oleh Komnas HAM (memiliki posisi yang lebih netral dan independen) karena pemerintah daerah adalah bagian dari pihak yang terlibat (pembuat kebijakan).

Anda punya target-target dalam menjalankan tugas sebagai komisoner Komnas HAM?

Yang penting bekerja, bekerja, dan bekerja untuk masyarakat yang terampas hak-haknya, dengan menggunakan ?mata hati? dan banyak mendengar, kemudian menganalisisnya dan membuat tindakan penyelesaiannya. Targetnya, ya bisa memberikan perlindungan dan penegakan HAM bagi semuanya. n


BiodataNama : Siti Noor Laila

Kelahiran : Pacitan, 30 November 2012

Suami : Dedy Mawardi

Anak :
1. Lady Noor Chita Mawardi
2. Lady Amanda Bertha
3. Malvin Zapata

Pendidikan :
- SDN Baleharjo 2, Pacitan
- SMPN 1 Pacitan
- SMAN 1 Pacitan
- Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
- Magister Hukum UII, Yogyakarta

Organisasi :
- Ketua Umum Gerakan Perempuan Lampung (2009?2013) - Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar (2000?2010)
- Anggota Peradi
- Ketua Dewan Pengurus Perkumpulan Rumpun Tjoet Nya? Dien, Yogyakarta

Pekerjaan :
- Advokat
- Konsultan Manajemen PT Remdec, Jakarta

Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012

October 25, 2012

[Inspirasi] Musiyah, Bersyiar lewat Buku

BUKU itu sumber ilmu dan perpustakaan adalah gudangnya ilmu. Kata-kata ini tergambar jelas betapa pentingnya perpustakaan dalam dunia pendidikan karena mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Obsesi inilah yang diinginkan oleh Musiyah, salah satu pustakawan Perpustakaan Daerah (Perpusda) Lampung. Sebagai pustakawan, dia berharap masyarakat dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik.

Suasana Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi (BPAD) Lampung atau lebih dikenal Perpusda Lampung siang hari cukup lengang. Terlihat hanya beberapa pengunjung yang asyik membaca buku atau literatur lainnya. Kini gedung perpusda mengalami banyak perubahan.

Beberapa ruangan tengah direnovasi. Ruang yang biasa melayani pengunjung di pintu utama gedung perpusda kini dialihkan ke bagian belakang. Sementara ruang bacaan anak-anak yang tadinya disatukan dalam satu gedung saat ini terpisah dengan bagian lainnya.

Di ruang bacaan anak-anak tersebut terlihat seorang perempuan paruh baya berjalan pelan-pelan. Dialah Musiyah, pustakawan yang kini bertugas di ruang anak. Perempuan kelahiran 19 Mei 1958 itu sebelum bekerja di Perpusda Lampung di berdinas di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta sejak 1978.

Setelah sekian lama bekerja di Perpusnas Jakarta pada 1991 dia pindah ke Lampung. Saat itu, kondisi Perpusda Lampung masih di bawah naungan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud).

Semua peralatannya masih sederhana sekali. "Iya, peralatannya masih serbamanual. Dulu mesin ketik masih banyak," kata dia sambil mengenang masa dulu saat kali pertama dinas di Perpusda Lampung, Rabu (24-10).

Menurutnya, pada waktu dulu perpustakaan Jakarta dan perpustakaan Lampung kondisinya tak jauh berbeda. Selain sepi pengunjung, juga minim fasilitas, tapi kondisinya sekarang sudah jauh berbeda.

Peralatannya tidak jadul (zaman dahulu) lagi dan tempatnya sangat nyaman bagi pengunjung. "Sebenarnya semua perpustakaan itu bergantung kepada pimpinannya, berdisiplin atau tidak," ujar Musiyah yang kini berusia 54 tahun ini.

Awalnya Musiyah tidak terlalu tertarik dengan dunia perpustakaan. Ia mengira perpustakaan hanya melayani peminjaman buku dan menata buku. Namun, anggapan tersebut ternyata salah besar, karena perpustakaan merupakan gudangnya ilmu.

Perpustakaan tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Untuk itu, perpustakaan merupakan denyut jantung bagi sekolah. Keduanya memiliki misi yang sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Misi mulia inilah yang membuat Musiyah makin menyukai pekerjaannya. Ia begitu menyukai pekerjaannya.

Ia berharap melalui pekerjaan ini ia bisa bersyiar untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. "Pekerjaan sebagai pustakawan itu banyak banget. Tidak hanya melayani pengunjung yang meminjam, tapi juga melakukan penelitian," kata dia.

Seperti yang dilakukannya yakni mengolah bahan berseret sebagai arsip atau dokumentasi dan lain-lain. Menurut dia, tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan bisa disebut pustakawan.

Dari ratusan pegawai yang bekerja di Perpusda Lampung, hanya ada 16 pustakawan. "Pustakawan itu kerjanya berpindah-pindah. Bukan hanya bertugas di satu ruang perpustakaan, tapi juga di ruang lain seperti dokumentasi atau arsip," kata Musiyah.

Selama berdinas di perpustakaan, dia selalu berpindah-pindah. Pada 1991?1994 di bagian tata usaha. Kemudian di bagian pengolahan dan pembinaaan perpustakaan. Lalu pada 2000?2006 bertugas di layanan umum. Pada 2006?2008 pengolahan bahan berserat. Baru pada 2009 hingga sekarang bekerja di ruang layanan bacaan anak.

Jadi, hampir semua jabatan sebagai tenaga fungsional sudah dilakoninya. Dia pun berusaha bekerja secara profesional. "Kalau dulu, kami enggak tahu apa-apa. Dari nol kita bekerja, kalau sekarang, kita harus tahu dulu," kata Musiyah.

Dengan ditempatkannya di bagian bacaan anak-anak, dia pun sangat menikmatinya lantaran dia menyukai anak-anak. "Banyak senangnya beradaptasi dengan anak-anak. Saya menyukai dan setiap hari bisa menyapa anak-anak," ujar dia.

Namun, dia merasa sedih bila anak-anak saat ini tidak ada yang tahu tentang perpustakaan. Dia berharap orang tua mau mendorong anak-anaknya datang ke perpustakaan dan memperkenalkan buku supaya mereka gemar membaca. "Untuk anak-anak yang baru belajar membaca bisa diperkenalkan ke perpustakaan agar mereka gemar membaca," kata dia.

Dia mengakui anak-anak saat ini lebih mengenal perpustakaan dibandingkan dengan anak-anak zaman dulu. "Kalau dulu anak-anak jarang yang mengenal perpustakaan, tapi sekarang sudah jauh berbeda. Anak-anak banyak yang datang ke perpustakaan," kata ibu dua anak ini.

Ia pun bersyukur, saat ini orang sudah mulai memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Perpustakaan bukan sebagai gudangnya buku, tapi gudangnya ilmu. Karena itu, ia mengajak masyarakat makin cinta buku dan perpustakaan, jangan segan-segan datang ke perpustaakan.

Sayangi dan cintailah buku, karena buku adalah jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak ilmu kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi ilmu yang dikuasainya dengan menuliskannya dalam bentuk buku. Bila kita cinta buku, misi perpustakaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud. (WANDY BARBOY/S-1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 25 Oktober 2012

October 23, 2012

Minat Baca Warga Lampung Masih Rendah

BANDARLAMPUNG -- Minat baca warga masyarakat di Provinsi Lampung masih tergolong rendah, antara lain berdasarkan data kunjungan ke perpustakaan tahun 2010 sebanyak 75.381 orang, justru mengalami penurunan sekitar 50 persen pada tahun berikutnya.

"Angka minat baca ini setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan, sehingga perlu adanya upaya dan langkah khusus untuk mengatasi hal tersebut," kata Nellawatty Ningsih, Kabid Pembinaan Arsip dan Perpustakaan Badan Pengelola Arsip Daerah (BPAD) Lampung, di Bandarlampung, Selasa.

Menurut dia, penurunan jumlah pembaca di Perpustakaan Daerah (Perpusda) Lampung terjadi, mengingat rata-rata pengunjung di perpustakaan itu setiap harinya hanya berkisar 80 orang.

Dia berpendapat, perlu adanya upaya meningkatkan minat baca masyarakat, salah satunya adalah menyediakan buku yang diperlukan di seluruh perpustakaan yang ada di tiap desa di Lampung.

"Kurangnya minat baca ini karena masih minim tersedia buku yang dibutuhkan oleh masyarakat umum maupun pelajar dan mahasiswa," kata dia lagi.

Karena itu, pihaknya segera mengadakan buku yang diperlukan masyarakat, sehingga dapat menunjang peningkatan minat baca di seluruh Lampung.

"Masing-masing desa nantinya akan mendapatkan sebanyak 1.000 judul buku, untuk menumbuhkan minat baca warga. Masyarakat kini tidak perlu jauh-jauh untuk mendapatkan buku yang diperlukan," ujar Nellawatty pula.

Pada 2012, kata dia lagi, BPAD Lampung membagikan 70 ribu buku yang akan ditempatkan pada 70 perpustakaan desa di seluruh Lampung.

"Pemberian buku dilakukan bergulir sejak 2008. Pemerintah kabupaten dan kota yang menentukan desa mana saja yang mendapatkan buku, dan untuk tahun ini beberapa daerah yang mendapatkan buku antara lain desa di Pulau Pahawang, wilayah pesisir, maupun daerah yang terpencil," ujarnya.

Dia menegaskan, pengadaan buku yang memerlukan dana mencapai Rp1,6 miliar itu dimaksudkan untuk menunjang aktivitas perpustakaan desa, sehingga masyarakat tidak kesulitan mendapatkan buku yang diperlukan.

"Keberadaan perpustakaan kami harapkan dapat menunjang proses belajar masyarakat, baik belajar secara mandiri maupun otodidak," ujar dia lagi.

Menurut dia, warga yang gemar membaca adalah ciri-ciri masyarakat yang pintar, seperti pepatah "buku adalah jendela dunia".

Sumber: Antara, Selasa, 23 Oktober 2012

October 22, 2012

Ketua KI Lampung Raih Penghargaan Komaroeddin

TANJUNGKARANG TIMUR (Lampost): Ketua Komisi Informasi (KI) Lampung Juniardi meraih penghargaan Komaroeddin tahun ini yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Sabtu (20-10) malam.

Sementara itu, penghargaan Saidatul Fitriah tahun ini diraih jurnalis Lampung Ekspress Plus Adolf Ayatulloh.

Mantan jurnalis Lampung Post ini dipilih karena dianggap gigih dalam memperjuangkan kebebasan memperoleh informasi untuk masyarakat. Selain itu, Juniardi juga dianggap mampu mengelola lembaga yang tidak bergaji selama enam bulan dan kondisi kantor yang memprihantinkan.

"Berbeda dari tahun sebelumnya, peraih penghargaan Komaroeddin juga mendapat uang tunai Rp1 juta," kata anggota dewan juri Oyos Suroso H.N., di sekretariat organisasi pers itu.

Oyos mengatakan penghargaan Komaroeddin diberikan kepada orang atau lembaga yang memiliki kontribusi besar terhadap jurnalisme dan demokrasi di Lampung.

Untuk penghargaan Saidatul Fitriah, Oyos mengatakan karya Adolf berjudul Cetik on the Stret dinilai layak karena komprehensif membahas soal cetik.

Kemudian konten lokalitas dan budaya yang kental, kata Oyos, membuat karya Adolf dipilih menjadi pemenang. Sementara itu, karya jurnalis Lampung Post Aris Susanto tentang tulisan berseri soal Kasus Mesuji masuk dua besar.

Atas kemenangan itu, Adolf mendapatkan uang tunai Rp1 juta dan plakat. Penghargaan Saidatul Fitriah sendiri diberikan kepada jurnalis yang karyanya dianggap punya pengaruh besar dalam masyarakat.

Penghargaan ini sendiri diberikan guna memperingati HUT ke-18 AJI secara nasional. Selain diisi malam penganugerahan, acara juga dimeriahkan dengan stand-up comedy dan orasi budaya oleh Ahmad Yulden Erwin.

Juga tampil ke panggung komisioner KPU Lampung Firman Seponada, pendongeng Iin Muthmainnah, dan Wakil Bupati terpilih Tulangbawang Heri Wardoyo.(ASP/K-2)

Sumber: Lampung Post, Senin, 22 Oktober 2012

Gol A Gong Tularkan Virus Menulis

  BANDAR LAMPUNG (Lampost): Penulis novel legendaris Balada Si Roy, Gol A Gong, memberikan kiat menulis kepada puluhan peserta Pelatihan Travel Writing, Minggu (21-10) di kampus Umitra. Kegiatan itu diselenggarakan Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung. Penulis bernama asli Heri Hendrayana Haris itu mengatakan tren sekarang bergeser ke penulisan perjalanan atau traveling. Para pelancong atau backpacker bisa menghasilkan tulisan yang bagus tentang objek yang dikunjungi.

Dengan mengunggahnya ke media blog atau media cetak, peluangnya untuk mendapat honorarium sangat besar. Sebab, ada banyak media yang merasa perlu memublikasikan karya itu. Terlebih jika objek yang ditulis ada di kota tempat surat kabar itu beroperasi. Selain itu, kata Gola Gong, hasil tulisan perjalanan juga bisa diejawantahkan ke dalam bentuk buku.

Dalam konteks buku, peserta yang mengikuti pelatihan juga berpeluang menulis buku hasil tugas menulis di acara tersebut. Ketua FLP Lampung Naqiyyah Syam mengatakan hasil tulisan peserta nanti akan dibukukan. Tentu yang masuk penilaian dan dianggap layak. Selain itu, FLP juga bertekad menyebarluaskan keterampilan menulis untuk pengelola Taman Bacaan Masyarakat di Lampung. Sebab, ini menjadi penting untuk mewujudkan masyarakat yang melek membaca dan menulis. (ASP/S-1)

Sumber: Lampung Post, Senin, 22 Oktober 2012

October 21, 2012

Adolf Ayatullah-Juniardi Dapat Penghargaan AJI Bandarlampung

JURNALIS yang juga Pemimpin Redaksi Harian Umum Lampung Ekspres Plus, Adolf Ayatullah Indrajaya, meraih penghargaan Saidatul Fitriah 2012, pada puncak peringatan HUT Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung pada Sabtu malam.

AJI Bandarlampung memberikan pula Penghargaan Kamaroeddin 2012 kepada Juniardi, Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung pada puncak HUT AJI BBandarlampung.

Dua penghargaan itu diberikan untuk tahun kelima pada kepengurusan AJI Bandarlampung sejak tahun 2011.

Keduanya diputuskan oleh Tim Juri AJI Bandarlampung untuk menerima penghargaan tersebut, berdasarkan karya dan hasil kerja serta kiprahnya selama ini.

Penghargaan Saidatul Fitriah diberikan kepada jurnalis atas konsistensi dan profesionalismenya dalam menjalani profesi jurnalistiknya dan telah menghasilkan karya jurnalistik yang dapat menginspirasi dan memberi dampak positif untuk masyarakat.

Penghargaan Kamaroeddin diberikan kepada kalangan nonwartawan, baik orang maupun lembaga yang berkontribusi positif terhadap pengembangan jurnalisme, kebebasan pers, dan demokrasi di Lampung.

Ketua AJI Bandar Lampung Wakos Reza Gautama menyebutkan bahwa tim juri yang menilai penerima kedua penghargaan itu adalah Oyos Saroso HN, Firman Seponada, dan Ida Nurhaida.

Menurut Oyos Saroso, untuk Penghargaan Saidatul Fitriah 2012 terdapat tiga nominator penerimanya, yaitu Aris Susanto (Harian Umum Lampung Post), Gatot Arifianto (LKBN ANTARA Biro Lampung), dan Adolf Ayatullah.

Juri memutuskan Adolf yang berhak mendapatkan penghargaan itu, setelah menilai tulisannya tentang Cetik on The Street, dapat menginspirasi berbagai pihak untuk mendorong upaya perlindungan, pelestarian, dan
pengembangan seni tradisional daerah Lampung yang nyaris punah itu.

Sedangkan untuk Penghargaan Kamaroeddin, tiga nominator penerimanya adalah Juniardi (Ketua KI Lampung), pegiat teater Iswadi Pratama, dan aktivis antikorupsi AY Erwin.

Juniardi ditetapkan sebagai penerima penghargaan itu tahun 2012 ini, mengingat kiprah dan kepemimpinannya yang menonjol dan mampu tetap berkiprah secara nyata, kendati fasilitas dan pembiayaan yang diterima kantor KI Lampung masih serba miniminal.

Mantan jurnalis Harian Umum Lampung Post itu, pernah sampai enam bulan tidak menerima gaji sebagai Ketua KI Lampung, biaya berlangganan penggunaan listrik dan sejumlah keperluan lain di kantor KI Lampung sempat tidak terbayar karena belum tersedia anggaran yang diperlukan selama beberapa bulan.

"Dalam kondisi serba keterbatasan itu, Juniardi sebagai Ketua KI Lampung mampu tetap menunjukkan eksistensi lembaga yang tergolong masih baru ini, sehingga keberadaannya dirasakan masyarakat luas," ujar Oyos Saroso, salah satu juri.

Pemberian dua penghargaan itu, merupakan puncak rangkaian peringatan HUT AJI ke-18 di Bandarlampung, antara lain diisi dengan kampanye dukungan kebebasan pers, stand up comedy tentang jurnalis, dan dialog manajemen pemberitaan konflik di media massa di Lampung.

Usai pemberian penghargaan, disampaikan orasi dari sejumlah tokoh, di antaranya AY Erwin (LSM KoAK Lampung), Iin Mutmainah (pegiat Komunitas Dongeng Dakocan), Mukri Friatna (aktivis Walhi Nasional), Firman Seponada (anggota KPU Provinsi Lampung/mantan Ketua AJI Bandarlampung), dan Heri Wardoyo (calon terpilih Wakil Bupati Tulangbawang/Wapemred nonaktif Harian Lampung Post).

Sumber: Antara, Minggu, 21 Oktober 2012

Eksotisme Tenun Ikat Inuh

TENUN ikat inuh dan bidak galah napuh merupakan tenun tertua di Lampung. Raswan sukses memadukannya menjadi busana kasual nan eksotik.

Kain tradisional Lampung yang didesain Raswan adalah tenun ikat inuh yang berasal dari Lampung Barat serta tenun ikat bidak galah napuh dari Way Kanan. Keduanya adalah kain adat yang pada awalnya hanya dipakai pada acara-acara tertentu saja.

Tenun ikat inuh mulanya hanya dipakai perempuan pada acara pernikahan. Perempuan yang memakainya harus istri dari laki-laki tertua dalam keluarga. Di masa itu, tidak semua wanita bisa memakai kain inuh, sedangkan tenun ikat bidak galah napuh dipakai hanya untuk acara adat untuk laki-laki dan perempuan.

Perbedaan kedua kain tenun ini terletak pada motifnya. Tenun ikat inuh memiliki motif lebih beragam berupa tumbuhan, kapal, dan rumah tradisional, sedangkan tenun bidak galah napuh bermotif bintik-bintik kecil yang diambil dari model kulit hewan. Napuh adalah sejenis hewan seperti kancil yang memiliki bintik-bintik kecil pada bagian leher.

Raswan sukses memadukan dua kain daerah ini menjadi model pakaian modern bertema kasual. Tidak hanya untuk wanita, pria juga bisa bergaya dengan busana ini. Model busana wanita berupa blezer, mini-dress, dan long dress. Pilihan warna yang dipakai seperti hijau tua, ungu, dan biru tua. Motif pada kain membuat pakaian kasual ini lebih eksotik dan mewah.

Dress pendek ini bisa dipadukan dengan kain tenun yang difungsikan sebagai selendang. Bisa dikenakan di leher atau diikatkan di pinggul. Perpaduan dress dengan kain tenun ikat inuh atau bidak galah napuh ini menghadirkan keanggunan dan kemewahan berbusana.

Raswan pun memadukan tenun ikat dengan kain tapis. Ini terlihat pada salah satu pakaian yang memadukan dua kain ikon Lampung itu. Tapis yang dibuat dari benang berwarna emas diletakkan pada bagian atas, di sekitar leher. Perpaduan ini menjadi kolaborasi yang indah dan sempurna. Kain tenun pun dipadukan dengan manik-manik yang melingkar di bawah leher. Pakaian jenis ini lebih menguatkan kesan tradisional sekaligus modern.
Untuk pakaian pria, kain tenun didesain menjadi kemeja trendi. Kemeja yang kasual ini memunculkan motif tenun yang kuat. Unsur tenun memancar dalam busana modern.

Raswan merancang kain tradisional lampung sesuai dengan tren busana saat ini. Selain untuk melestarikan kain tradisional, juga untuk lebih mengenalkan kepada anak muda dan masyarakat umum.


"Dengan desain yang modern, makin banyak orang yang tahu dan akan memakainya. Orang asing pun suka memakai busana ini, jadi tidak hanya untuk acara adat saja," kata Raswan.

Pembuatan kain tenun inuh dan bidak galah napuh menggunakan alat tenun bukan mesin atau ATBM. Dengan alat ini pembuatan kain lebih cepat dan biaya produksi pun bisa lebih kecil. Dalam sehari bisa dibuat kain sepanjang 6 meter. Untuk harga jual pun bisa lebih murah, hanya Rp200 ribu per 2 meter. Pembuatan busana dari kain tenun lampung pun bisa dibuat besar-besaran dengan harga yang tidak telampau mahal. (PADLI RAMDAN/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Oktober 2012

October 19, 2012

Bahasa Alay segera Berlalu

BANDARLAMPUNG (Lampost): Penggunaan bahasa gaul, alay, atau bahasa prokem akan hilang dengan berlalunya waktu.

Kepala Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dendy Sugono, mengungkapkan hal itu dalam sosialisasi UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan di Tabek Indah, Kamis (18-10).

Kegiatan ini diikuti 60-an peserta yang berasal dari berbagai unsur masyarakat seperti dosen, pemerintah daerah, guru, dan media massa. Saya melihat penggunaan bahasa alay atau dulu bahasa prokem atau dahulu bahasa preman seperti wanita yang mengenakan sepatu hak tinggi atau wanita yang mengikuti mode, ujar Dendy.

Dia mengatakan, seperti mode, penggunaan bahasa alay yang saat ini tengah marak akan segera berlalu. Menurutnya, sepanjang bahasa baku masih digunakan dalam kegiatan resmi, akademik, dan kegiatan ilmiah, maka tidak perlu dirisaukan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga tidak mungkin menggunakan bahasa baku karena tentu kedengarannya aneh, kata dia.

Masih menutur Dendy, dalam UU No. 24, penggunaan bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah sudah memiliki payung hukum. Sesuai UU tersebut, bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.

Bahasa Indonesia juga wajib digunakan dalam publikasi ilmiah, di instansi pemerintah maupun kegiatan kenegaraan lainnya. Namun, dalam kegiatan kedaerahan atau adat seperti pernikahan, kelahiran, dan kegiatan lainnya, penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan.

Bahasa terus berkembang setiap waktu, jadi kita menyosialisasikan UU ini untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahasa Indonesia juga memiliki payung hukum, kata dia.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung Muhammad Muis mengatakan penggunaan bahasa Indonesia di Lampung cukup bagus. Hal ini terlihat di berbagai acara resmi yang dia hadiri.

"Sejauh ini tidak ada persoalan dalam penggunaan bahasa di Lampung. Apalagi, dengan masyarakat yang heterogen, interaksi di Lampung justru banyak menggunakan bahasa Indonesia," ujarnya.(UNI/S-1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 19 Oktober 2012

October 17, 2012

Junaidi Bantah Daftarkan Gamolan ke Kemenkumham

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Junaidi, guru kesenian SMPN 2 Bandar Lampung, membantah telah mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) gamolan pering ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Yang saya daftarkan itu saron pering, yang merupakan pengembangan dari alat kesenian yang diadaptasi dari berbagai daerah, kata Junaidi, saat mengunjungi Lampung Post, Selasa (16-10).

Junaidi mengatakan saron pering adalah seperangkat gamolan berupa saron yang terbuat dari bambu, baik rancakan atau bilahannya. Saron pering masuk ke jenis alat musik idiopon, yang membunyikannya dengan cara dipukul, menggunakan alat pukul tertentu yang dibuat dari bambu.

Berorientasi pada aktivitas kebudayaan, terutama bidang musik tradisional dan kebudayaan lokal, terutama pendidikan berbasis lintas budaya.

Kami juga memproduksi alat-alat musik tradisional Jawa, Sunda, & Bali dalam laras pelog dan slendro. Adapula, alat musik tradisional dari daerah Lampung, Padang, Palembang, dan beberapa alat musik tradisional dari negara-negara di Asia, seperti China dan Jepang, terutama yang berbahan dari bambu, kata Junaidi.

Menurut Junaidi, dia bersama beberapa rekannya, salah satunya Nyoman Gusti Arsana dari Taman Budaya Lampung, mulai mengembangkan saron pering sejak 2010 ampung karena prihatin dengan pelajaran kesenian di sekolahnya yang justru mempelajari pianika, seruling, dan gitar.

Saya prihatin karena anak-anak justru mempelajari alat musik modern, sementara alat musik tradisional seperti ditinggalkan, kata dia.

Junaidi hadir ke Lampung Post untuk mengklarifikasi berita Lampung Post pada Selasa (9-10). Dalam berita itu, Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) menyomasi Junaidi yang berusaha mematenkan alat musik gamolan sebagai alat musik ciptaannya.

MPAL, melalui praktisi sekaligus pembuat alat musik gamolan Syafril, menjelaskan gamolan adalah alat musik yang merupakan warisan budaya Lampung sehingga Syafril, mewakili MPAL, protes dan merasa keberatan jika gamolan diklaim sebagai alat musik ciptaan seseorang.

Hal tersebut dikatakan di sela-sela kunjungannya ke Lampung Post beserta duta gamolan Fajar Ramadhan, peneliti gamolan Hasyimkan, dan perwakilan masyarakat Lampung Sutan Asli, yang tergabung dalam wadah MPAL, Senin (8-10). (UNI/MG4/S-1)

Sumber: Lampung Post, Rabu, 17 Oktober 2012

October 16, 2012

[Inspirasi] Rajo Gamolan Pering dari Kembahang

DARI segi silsilah, darah biru tak mengalir pada dirinya. Tapi predikat sebagai rajo gamolan pering melekat pada namanya.

Syapril Yamin (LAMPUNG POST/HENDRIVAN GUMAY)

Berkat kepiawaiannya membuat hingga memainkan alat musik tabuh khas Lampung tersebut, Mamak Lil, sapaan akrab Syapril Yamin, menjadikan dirinya sebagai tokoh tertinggi dalam dunia seni yang ia geluti sejak dini.

Pemberian gelar raja pada sosok tertentu bukanlah hal asing dalam dunia penggiat sastra, seni, dan budaya. Pada budaya musik pop pemberian gelar the king diberikan kepada sosok legendaris seperti Elvis Presly atas kiprahnya dalam musik rock and roll. Michael Jackson pun mendapat gelar ?King Of Pop? lantaran eksistensinya sebagai musisi pop dekade 1980?1990-an.

Di Lampung, kita mengenal sosok Isbedy Stiawan Z.S. sebagai Paus Sastra Lampung. Nah, dalam dunia seni musik tradisional khas masyarakat Lampung, gelar Rajo disematkan para seniman lokal pada putra asli Desa Kembahang, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat.

Kepiawaian Mamak Lil membuat hingga memainkan gamolan pering ia tunjukan kepada Lampung Post saat berkunjung ke kediamannya di Perumahan Tirtayasa Indah No. 84, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.

Pada sebuah ruang berukuran 2 x 6 meter persegi, pria berkumis tebal ini mengayunkan goloknya pada sebilah bambu yang ia pegang. Ruas bambu yang sebelumnya telah diserut hingga pada sisi luar terlihat mengilap itu dipapras pada bagian tengah dari sisi dalam bambu.

Pemaprasan dilakukan hingga ketebalan tertentu. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan perhitungan cermat sebagai buah pengalaman dan jam terbang yang menghasilkan kecerdasan intuitif pada sosok Mamak Lil.

Aktivitas Mamak Lil di siang hari yang terik itu terus berlanjut. Butir-butir keringat mulai bercucuran dari dahinya yang sawo matang. Sejurus kemudian Mamak Lil menghentikan paprasannya.

Ia mendekatkan bilahan bambu itu ke telinganya. Bagian tengah bambu disentil-sentil hingga menghasilkan bunyi yang dikenalnya sebagai nada tertentu. Telunjuk dan ibu jarinya berpindah-pindah tempat dalam memegang ruas bambu hingga menghasilkan nada paling tinggi.

Jika pemaprasan pada bagian tengah laras terlalu tipis, nada yang dihasilkan bisa terlalu rendah. Jika ketebalan, nada pun akan terlalu tinggi. Proses yang saya lakukan ini mencari ruas nada pada laras bambu. Ketebalan yang sempurna dan ketepatan dalam menemukan titik laras nada adalah kunci menghasilkan nada yang sesuai dan telah kita tentukan sebelumnya. Kondisi emosi kita pun harus tenang, jika tidak hasil pemaprasan jadi kacau, kata dia.

Di ruang tak terlalu besar yang terletak dan berimpitan dengan kediamannya inilah Mamak Lil menempatkan Sanggar Mamak Lil tempat ia bekerja menciptakan gamolan. Di sinilah suami dari Hidup Amir ini memapras ratusan bilah bambu dan mengolahnya menjadi alat musik yang mampu memproduksi nada-nada indah tatkala ditabuh dengan ketukan dan rima yang tepat.

Mamak Lil mulai memproduksi gamolan secara massal sejak 1995. Jika ditaksir, hingga kini jumlah gamolan yang tercipta mencapai kisaran 2.000 hingga 3.000 unit. Semuanya tersebar di berbagai pelosok Lampung. Pada lembaga sekolah maupun sanggar-sanggar kesenian. Proses produksi pertama kali berjumlah 250 unit berdasarkan permintaan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat ketika itu.

Gamolan pering atau kini dikenal dengan istilah cetik merupakan alat musik yaang terdiri dari tujuh ruas bambu (dalam bahasa Lampung cetik, red) yang ditempatkan pada sebilah bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat resonansi suara.

Tanpa Fa

Alat musik gamolan mampu menghasilkan enam nada, do, re, mi, sol, la, si, dan do. Sementara satu ruas lagi berfungsi sebagai ritem atau dana pengalih. Memang tidak ada nada fa dalam gamolan pering, ujarnya.

Tentu gelar Rajo tak akan tersemat jika Mamak Lil hanya mampu membuat gamolan pering. Kemahirannya dalam menabuh alat musik warisan leluhurnya dari kebudayaan Sekala Brak di Gunung Pesagi, Lampung Barat, ini adalah sebab utama. Sekitar 1998 hingga 1999, alat musik tradisional ini memperoleh momentumnya untuk dikenal secara luas. Namun ketika itu, ujarnya, seniman di sini tidak mendapatkan sosok yang bisa memainkan gamolan pering. Hingga muncul sosoknya, sejak saat ini istilah, pawang, pangeran hingga rajo gamolan pering melekat pada dirinya.

Menurut dia, ada beberapa bentuk tabuhan orisinal dalam memainkan gamolan pering; di antaranya tabuhan sambai agung, tabuh sekeli, tabuh jarang, tabuh labung angin. Tetabuhan ini dikuasai sepenuhnya oleh Mamak Lil. Sebagai seniman pun ia telah mengaryakan beberapa tabuhan, seperti tabuhan tari, tabuh alaw-alaw kembahang, dan tabuh hiwang. Namun, dirinya adalah seniman yang belajar berkesenian secara autodidak.

Dia tak mengenal partitur. Belajar gamolan atas tuntunan sang ayah sedari sekolah dasar. Ia belajar dengan melihat, mendengar, bahkan dituntun langsung sang ayah. Dalam belajar dulu saya dipangku ayah, kedua tangan saya dipegang lalu dituntun untuk menabuh, kenangnya.

Di Desa Kembahang yang terletak 8 kilometer sebelum ibu kota Lampung Barat, Liwa, beberapa keluarga secara turun-temurun menghiasi seni membuat hingga memainkan gamolan pering. Di kampungnya kala itu mungkin hanya tiga, Mat Zubairi sang ayah dan beberapa tetua kampung lainnya.

Di pagi hari hingga zuhur ayah saya bertani. Sepulang ke rumah dari bada zuhur hingga asar ayahanda membuat gamolan untuk dimainkan dan dikoleksi sendiri, kata dia.

Konsisten

Mamak Lil konsisten melestarikan gamolan Lampung. Dia mendedikasikan hidupnya, aktivitas kesehariannya untuk membuat gamolan Lampung meskipun sangat tidak menjanjikan secara ekonomi. Dedikasinya terhadap gamolan juga membuahkan banyak penghargaan. Salah satunya dari grup media nasional MNC menobatkannya sebagai salah satu pahlawan nusantara di era modern.

Dia juga menjadi duta budaya Astra untuk desa budaya di Merbaumataram, Lampung Selatan. Pada program ini Mamak Lil bertugas mengajarkan gamolan pering pada penduduk yang sebagian besar pendatang.

Mamak Lil bisa dibilang sebagai makhluk langka karena eksistensi pembuat gamolan pering atau yang menguasai tabuhan orisinalnya sangat langka, termasuk di Lampung Barat tempat alat musik ini berasal. Kondisi ini diperparah dengan minimnya anak muda yang serius belajar membuat atau memainkan gamolan pering.

Dia mengisahkan, dirinya mulai memainkan gamolan ketika masuk SMPN 1 Liwa. Atas kepiawaiannya ini, sanak famili dan tetangga di pekon kerap memintanya bermain gamolan di acara adat, terutama acara pernikahan. Dulu belum ada organ tunggal ataupun alat musik modern lainnya sehingga musik tradisional masih menjadi hiburan masyarakat di sana.

Pada masa tersebut ia tak hanya fokus pada gamolan saja. Alat musik tradisional lain, seperti gambus lunik, serdam, sastra tutur, dan talau balak juga ia dalami. Keasyikan pada dunianya membuat Syapril kecil sempat tak lanjut SMP hingga dua tahun.

Usai meneruskan kembali dan memperoleh ijazah SMP, Sapril melanjutkan sekolah di Tanjungkarang, tepatnya di SMAN 1 Telukbetung ketika itu. Dalam berkesenian di Bandar Lampung ia menemukan tempatnya. Syapril bergabung dalam Sanggar Pesagih Belalaw.

Pada 1995, ia diminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) ketika itu untuk melakukan studi komparasi pembuatan alat musik bambu di Saung Bambu Bandung selama dua mingu. Sepulang dari sanalah dirinya mulai memproduksi gamolan dalam jumlah besar hingga sekarang.

Tanpa Penerus

Namun, seorang Rajo pun harus memiliki putra mahkota sebagai sang penerus. Dalam hal gamolan pering, Mamak Lil belum menemukan sosok sebagai penerus dirinya dalam berkesenian tradisional musik Lampung. Dia tidak menemukan hal itu pada anak-anaknya ataupun orang lain.

Berkesenian di Lampung, menurutnya, belum bisa dijadikan sumber penghasilan hidup. Ia pun terus menekuni seni gamolan pering karena tidak ada pilihan lain selain berusaha menjaga dan merawat sekaligus melestarikan budaya warisan leluhur. Ini adalah tanggung jawabnya. Dan Mamak Lil pun sudah menetapkan pilihannya, mendedikasikan hidupnya untuk gamolan Lampung.

Kita generasi peneruslah yang mestinya belajar mencintai dan melestarikan gamolan ini agar tidak punah. (ABDUL GOFUR/S-2)


BIODATA

Nama : Syapril Yamin
Tempat Lahir : Desa Kembahang, Kecamatan Batuberak, Lampung Barat
Tanggal Lahir : 1989

Istri: Hidup Amir
Anak :
1. Abelia Marta Dini
2. Abelia Dina Diana
3. Ahmad Dino Alfanurin

Riwayat Pendidikan :
- SDN 1 Kembahang
- SMPN 1 Liwa
- SMAN 1 Telukbetung

Penghargaan :
- Pelestari Budaya Tradisional Lampung dari Gubernur Lampung tahun 2008 dan 2011.
- Satyalancana Budaya dari Pangeran Edward Pernong tahun 2012

Sumber: Lampung Post, Rabu, 16 Oktober 2012 

October 15, 2012

Kebudayaan di Era Serbapolitis dan Serbauang*

Oleh Udo Z. Karzi


APAKAH Kebudayaan (dengan K besar)? Lalu, kapankah kebudayaan mendapat tempat selayaknya di negeri ini? Dua pertanyaan tak hendak dijawab dan dibahas di sini, tetapi boleh dibilang dua pertanyaan inilah yang membuat Kebudayaan semakin kehilangan pamor kalau bukan memang tidak pernah populer di negeri ini.

***

Sempat memang terjadi Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an yang melibatkan, antara lain Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Poerbatjaraka, Sutomo, Tjindarbumi, Adinegoro, M. Amir, dan Ki Hajar Dewantara (baca: Achdiat K. Mihardja, Ed. Polemik Kebudayaan, 1948).

Ada juga perbalahan antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang menganut “seni untuk rakyat” dan penanda tangan  Manifes Kebudayaan yang menganut "humanisme universal" pada tahun 1950-an.

Polemik pun berlanjut di generasi berikutnya. Ada juga perdebatan tentang sastra kontekstual. Setelah polemik antara Taufik Ismail dan Pramoedya Ananta Toer (kelompok), ada "perseteruan" hebat antara Saut Situmorang dan Taufiq Ismail. Taufiq Ismail menyebut gerakan Saut sebagai gerakan sahwat merdeka atau sastra mazhab selangkangan. Perkembangan berikutnya, banyak komunitas sastra berdiri yang mengklaim diri sebagai pinggiran, sastra pedalaman, sastra pesantren, sastra sufi, sastra profetik, dan sebagainya.

***

Dari segi itu, sudah. Kenyataannya Kebudayaan tetap menjadi sosok asing di negeri ini. Kebanyakan kita tak juga paham apa itu Kebudayaan. Wajar saja kita tersesat-sesat...

Reformasi datang membawa kebebasan dalam segala bidang, terutama dalam hal mengemukakan pendapat dan berserikat/berkumpul. Maka, lahirlah era multipartai yang disertai bergemuruhnya suara-suara (baca: perdebatan) di antara para politikus. Sayangnya, perdebatan yang muncul bukanlah perdebatan yang sehat -- apatah lagi membicarakan strategi kebudayaan -- melainkan perselisihan paham karena "kepentingan" mereka terganggu.

Harus diakui rangkaian pemikiran ideal telah terumus sejak Musyawarah Kebudayaan di Sukabumi (1945) hingga Kongres Kebudayaan 2008 di Bogor. Namun, cita-cita untuk menempatkan kebudayaan sebagai pondasi bagi pembangunan negara-bangsa Indonesia masih sangat jauh.

Mengutip seorang pejabat kebudayaan di era Departemen Pariwisata dan Kebudayaan -- bagusnya dia mengkritik kelakuan sendiri -- disebutkan "Rumusan dan rekomendasi yang dihasilkan Kongres Kebudayaan belum dapat berfungsi efektif. Belum ada kebijakan-kebijakan nyata yang dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi hasil Kongres Kebudayaan, dan terkesan hanya berhenti sampai dengan keputusan saja."

***

Begitulah, boleh dibilang negara ini -- termasuk petinggi, birokrat, politisi, bahkan jangan-jangan seniman dan budayawan sekalipun -- seakan tidak butuh Kebudayaan. Orang berlomba-lomba masuk dan mendirikan partai politik (tanpa menapikan ada sebagian kecil yang ogah berpolitik), tetapi orang-orang ini minus ideologi kalaulah diasumsikan ideologi itu sebagai anak kandung dari Kebudayaan. Akibatnya, yang timbul adalah sikap-sikap kelewat pragmatis, mementingkan diri sendiri dan kelompok, dan jauh dari humanisme atau rasa kemanusiaan.

Sebagian budayawan memang masih bersemangat berbicara dan memperjuangkan Kebudayaan, tetapi yang terlihat pada masyarakat kebanyakan adalah sikap masa bodoh dengan kebudayaan. Kebudayaan semakin kesepian di tengah orang-orang yang mabuk kuasa -- tak cuma yang menang tetapi juga yang kalah dalam pemilu, pemilukada, pemilihan ketua partai, pemilihan-pemilihan ketua lainnya.

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan pemilihan bupati tiga kabupaten di Lampung baru-baru ini nyaris untuk mengatakan tidak sama kali membawa isu Kebudayaan. Semua kontestan nyaris sama mengampanyekan satu hal: tentang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Seolah-olah, rakyat (pemilih) telah menjelma menjadi “makhluk-makhluk kelaparan”. Jadi, harap maklum jika pemimpin terpilih memang susah diharapkan memiliki visi Kebudayaan. Yah, semoga saja pandangan ini salah.

***

Pada sisi lain, hedonisme, menggampangkan segala hal, dan berbagai aktivitas penuh glamour yang mendewakan uang hadir bersamaan dengan gejala globalisasi dan era keterbukaan informasi. Wacana Kebudayaan jelas bukan hal yang menarik bagi banyak kalangan -- kecuali orang-orang tertentu seperti katakanlah seniman dan budayawan, itu pun sebelum sang seniman/budayawan kecapean sendiri.

Yah, diskusi kebudayaan semakin jarang diselenggarakan. Kalau pun ada, jalannya diskusi semakin kehilangan gereget. Pesertanya itu itu saja dan semakin hari semakin sunyi. Yang paling menyebalkan adalah diskusi budaya pun sudah disertai dengan "embel-embel" tertentu di sebalik acara, siapa pembicara, dan siapa penyelenggara.

Bagaimana dengan diskusi Kebudayaan di media massa? Sama saja! Lesu. Semua seiring dengan pemikir/penulis/jurnalis Kebudayaan yang semakin langka.

***

Solusinya? Entahlah. Tapi, saya pikir kita tidak boleh putus semangat untuk terus-menerus berjuang mengampanyekan Kebudayaan kepada siapa pun dan dengan media apa pun. Soalnya, bagaimana kita bisa hidup tanpa Kebudayaan!

* Paper disajikan untuk Temu Redaktur Kebudayaan se-Indonesia di Jakarta, 9-11 Oktober 2012.

Sosok: Ari Susiwa, Perupa Lampung yang Otodidak

Ari Susiwa Manangisi adalah satu dari sekian perupa yang ada di Provinsi Lampung, dengan karya lukisannya telah dipamerkan sampai ke Wuhan, Cina.

Ari Susiwa Manangisi, perupa Lampung yang karyanya dipamerkan sampai ke Wuhan, China. (FOTO: ANTARA LAMPUNG/GATOT ARIFIANTO.)
       
"Melukis adalah separuh jiwa saya, walaupun ditahan, tidak lagi bisa dihalangi," ujar lelaki kelahiran Lubuklinggau, Sumatera Selatan tahun 1952 itu, saat ditemui di Bandarlampung, Senin.
       
Dia mengaku mulai melukis sejak tahun 1999 dengan belajar secara sendirian (otodidak).   
  
Media lukis yang pertama kali digunakannya, berupa cat air, dan selanjutnya berganti cat minyak.
       
"Seni rupa bermain dengan rasa, kalau itu dapat diolah dengan baik akan ada hal positif yang didapatkan, mengingat seni rupa atau lukisan merupakan gerbang pembuka rasa," ujar dia pula.
       
Karena itu, dia berpendapat, seni rupa menjadi perlu dipelajari bagi para siswa di sekolah sebagai bagian pembelajaran ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter pribadi mereka.
       
"Orang yang belajar melukis tidak harus jadi pelukis. Asalkan sudah bisa mengambil nilai dan hakikatnya sudah baik, seperti untuk melatih kesabaran, punya kemauan atau niat dan sampai akhirnya harus konsisten," kata dia lagi.
       
Selain karya lukisannya telah dibawa dan ikut dipamerkan di Cina, salah satu lukisan lain karyanya juga telah dikoleksi oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
       
Perihal lukisannya bisa sampai dipamerkan ke Wuhan, Cina, Ari mengatakan bahwa lukisan karyanya itu terpilih setelah dipamerkan di beberapa tempat, seperti dalam Goong Fine Art Gallery, Bandung, Jawa Barat, lalu di Museum H Widayat, Magelang, Jawa Tengah, kemudian di galeri Semar, Malang, Jawa Timur.

Sumber: Antara, Senin, 15 Oktober 2012

October 14, 2012

[Fokus] Hiburan Dangdut hingga Musik Cadas

TRUK Mitsubishi Fuso itu parkir di sisi Jalinsum, tak jauh dari Pelabuhan Bakauheni, Jumat (11-10) sore. Sang sopir, Imron (35), dan kernetnya terlihat mengobrol santai sambil menikmati secangkir kopi dan kudapan lain di rumah sederhana pinggir jalan.

Meskipun pelabuhan penyeberangan itu tidak ada penumpukan, dua kru kendaraan angkutan barang itu tidak segera merapat. Ia sengaja menunggu malam. Padahal, ia dari Palembang hanya membawa hasil bumi, bukan barang ilegal. ?Nunggu malem, Bang. Kenek gua itu mau nyawer,? kata Imron sambil tersenyum melirik ?navigatornya? yang berbaring di lantai.

Bagi pekerja jalanan yang menjalankan kendaraan jarak jauh, penyeberangan Bakauheni?Merak ini ternyata menjadi ruas jeda. Setelah mengukur jalan berhari-hari, mereka butuh penyegaran suasana.

Pilihan berlayar malam bagi Imron dan juga banyak sopir lainnya bukan tanpa alasan. Catatan Lampung Post, dari sekitar 40 unit kapal yang seperti setrikaan di jalur ini, ada tujuh kapal yang memberi hiburan live music. Kapal-kapal dengan hiburan musik dangdut seronok kerap menjadi tungguan para awak truk. Mereka rela menunda naik kapal hanya untuk memastikan bisa bersama kapal tertentu.

?Nunggu Mustika Kencana (nama salah satu kapal yang menyediakan organ tunggal dangdut),? ujar Imron.

Selain live music, beberapa kapal juga sangat perhatian dengan kenyamanan penumpang. Dilihat dari berbagai fasilitas yang ada, kapal itu tampaknya dibuat bukan untuk rute pendek seperti Bakauheni?Merak. ?Ada beberapa kapal yang tergolong cukup mewah. Ada banyak fasilitas layaknya kapal pesiar, meskipun tidak seperti kapal pesiar besar dan mewah,? kata seorang karyawan PT ASDP.

Untuk kapal-kapal yang menjadi tungguan para sopir dengan live music-nya, antara lain adalah KMP Mustika Kencana. Lalu, ada Nusa Dharma, Nusa Setia, BSP III, dan Bontang Ekspres. Kapal-kapal ini menyajikan hiburan musik dangdut yang membuat jantung kaum adam berdetak kencang. Organ tunggal dengan sederet perempuan yang lumayan cantik dan sedikit binal dengan goyangannya itu, membuat para sopir yang hendak menyeberangi Selat Sunda menunggu sampai malam tiba.

Organ tunggalnya mah main mulai jam 11.00 siang. Cuma kalau kami mau nyawer di siang bolong kan malu Mas, diliat orang. Jadi kami nunggu malam naik kapal yang ada hiburannya, kata Imron.

Ia mengaku setiap pekan bolak balik Palembang?Lampung. Setiap itu pula langkahnya tertahan beberapa jam saat mendekati pelabuhan penyeberangan yang menghubungkan Pulau sumatera dengan Jawa tersebut. Sembari menunggu malam, Imron bersama sejumlah teman seprofesi ngumpul di pos jasa penyeberangan.

Ada tujuh kapal yang menyediakan hiburan. Namun, kami lebih senang naik kapal Mustika Kencana, Nusa Dharma, Bontang Ekspres, BSP III atau Nusa Setia. Sebab, di lima kapal itu hiburannya organ tunggal dengan ditemani sejumlah biduan,? ujarnya.

Dua kapal lainnya, KMP Jatra I dan Jatra II, juga menyajikan musik hidup. Tetapi, dua kapal milik PT ASDP Indonesian Ferry itu lebih sering menampilkan musik pop sampai rock. ?Kalau kapal Jatra kurang sreg karena hiburannya band. Kadang lagu pop kadang rock, walaupun kadang dangdut juga. Jadi kurang pas di hati para sopir. Itu hiburan bagi penumpang kalangan atas, kata dia.

Perilaku hobi nyawer ditemani biduan tersebut tidak saja digandrungi oleh Imron. Puluhan sopir truk dan bus lintas Pulau Sumatera?Jawa tidak menyia-siakan waktu saat naik kapal. Mereka mengaku hiburan organ tunggal saat malam hari di atas kapal merupakan hiburan yang dapat menyegarkan pikiran setelah berhari-hari duduk di atas jok mobil.

Tiga hari tiga malam perjalanan dari Medan ke pelabuhan ini, Bang. Pikirannya sudah jenuh. Mana lagi tujuan kami ke Surabaya. Masih panjang perjalanannya. Jadi apalagi yang ngobati kami kalau tidak melihat goyangan para biduan. Karena itu, kami memilih kapal yang ada hiburan organ tunggalnya, ujar Ucok yang duduk di sebelah Imron itu mengaku bisa menghabiskan uang sekitar Rp200 ribu sekali naik kapal.

Sedikit minumlah biar kami berani joget dengan biduan, kata dia. (AAN KRIDOLAKSONO/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012

[Fokus] Feri Selat Sunda, Selter Berjalan

PERJALANAN darat dari Sumatera ke Jawa mesti terputus oleh Selat Sunda. Feri menjadi sarana penyeberangan. Waktu pelayaran yang sekira tiga jam layak dinikmati sebagai selter berjalan.

Kilauan air laut laksana berlian saat kapal-kapal feri yang berlabuh di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, bertolak menuju Merak, Banten, Kamis (4-10). Dorongan angin membuat perjalanan Kapal Motor Penumpang (KMP) Dharma Kencana IX membelah gelombang di perairan Selat Sunda itu semakin elok.

Sejumlah gugusan kepulauan yang dikepung samudera lautan seolah menyambut hangat para penumpang yang ada di atas kapal milik PT Dharma Lautan Persada asal Surabaya itu. Kapal elegan bak hotel berbintang dan didukung kru kapal yang ramah, serta selalu memberikan informasi terkait alat keselamatan yang ada di kapal tersebut.

Dua kapal lainnya, KMP Dharma Ferry IX dan Mustika Kencana, juga tak kalah bagusnya. Beberapa kapal lainnya juga menyuguhkan keunggulan lainnya dalam melayani penumpang. Ada yang menyediakan anjungan, kolam terapi ikan, bar, bahkan dangdutan.

KMP Mustika Kencana, misalnya, menjadi langganan tumpangan para duta besar (dubes) ke Gunung Anak Krakatau (GAK) pada kegiatan Festival Krakatau. Pilihan itu karena fasilitas dan kenyamanannya sangat baik untuk ukuran armada penyeberangan. Bahkan, beberapa orang menyebutnya sebagai kapal pesiar mini.

Menikmati perjalanan Bakauheni?Merak hampir selama 3 jam seolah masih kurang ketika para pengguna jasa dimanjakan dengan fasilitas yang wah di dalam kapal tersebut.

Pelayanan yang disuguhkan awak kapal Dharma Kencana IX itu memang lebih tinggi dari standar umumnya. Mulai dari informasi tentang alat keselamatan yang diumumkan secara terus-menerus hingga tersedianya fasilitas miniteater yang memutar film-flim yang berbeda.

Dengan tarif Rp4.000/orang membuat perjalanan sejauh sekira 28 km itu seperti berada di hotel berbintang.

Selama 5 tahun bolak-balik Palembang?Jakarta. Baru satu ini, kapal yang sangat informatif dan tidak ada biaya tambahan saat kita masuk ruang dengan fasilitas AC, kata Jarot (42), salah satu penumpang yang ada di haluan KMP Dharma Kencana IX, Kamis (4-10).

Ia mengaku setiap bulan pergi-pulang (PP) ke Jakarta?Palembang untuk belanja berbagai macam pakaian, yang dijual kembali.

Toilet, musala, kafetaria, miniteater, tentu saja yang paling penting tempat sekoci dan jaket pelampung tertata rapi. Ruangan penumpang dengan kursi yang empuk dan ruangan lesehan di bagian atas ruangan ber-AC. Juga disiapkan bagi perokok, yang bisa duduk di kursi sebelah luar yang langsung berhadapan dengan laut.

Juga kita lihat tempat-tempat sampah ada di setiap pojok-pojok ruangan. Coba setiap kapal feri seperti ini pelayanannya, mungkin tidak terjadi insiden-insiden seperti kapal terbakar dan kapal tenggelam, yang menelan korban jiwa dan materi, kata Jarot.

Sejurus kemudian, alat pengeras suara di bagian informasi kembali mengingatkan untuk tidak membuang sampah dan puntung rokok sembarangan. Pelayanan kru kapal yang sangat memuaskan ini mungkin sulit ditemui di feri-feri lainnya.

Fasilitas di kapal ini menyenangkan. Seolah-olah kita sedang menikmati wisata bahari dengan kapal pesiar, kata dia.

Relatif murah

Kapal yang beroperasi sejak empat tahun lalu itu layak mendapat reward. Selain pelayanan yang prima, pihak perusahaan juga tidak membebani biaya tambahan saat penumpang masuk ke ruangan ber-AC.

Kapal ini harus menjadi contoh feri-feri lainnya. Apalagi Pelabuhan Bakauheni?Merak merupakan penyeberangan terpadat di Asia, pelayanan harus ditingkatkan sehingga tidak ada lagi iensiden-insiden yang mengancam keselamatan penumpang, kata Jarot meminta dukungan sejumlah penumpang lain.

Serasa belum puas menikmati indahnya perjalanan, feri merapat di dermaga Pelabuhan Merak, Banten. Padahal sebelum naik KMP Dharma Kencana IX, pelayaran yang membutuhkan waktu hampir tiga 3 jam kerap membuat jenuh para pengguna jasa.

Pelayaran dengan KMP Mustika Kencana sama saja dengan perjalanan feri-feri yang lain. Namun, kayaknya kok lebih cepat. Apa karena pelayanan dan fasilitas memadai yang dimiliki kapal Mustika membuat perjalanan tidak terasa lama, ujar Jarot sembari melambaikan tangan dan turun menuju dek bawah. (AAN KRIDOLAKSONO/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012

[Fokus] Selat Sunda, Oasis Perjalanan

PERJALANAN darat Jawa-Sumatera yang menjadi titik jenuh adalah penyeberangan Bakauheni-Merak. Padahal, ruas laut sejauh 28 kilometer itu adalah oasis.

Bus eksekutif jurusan Pekanbaru-Yogyakarta itu berbelok ke satu rumah makan di bilangan Way Halim, Kamis (11-10), sekitar pukul 10.00. Kedatangan bus sarat penumpang itu disambut pengeras suara yang nyerocos dengan ucapan selamat datang dari pengelola rumah makan.

?Silakan, bapak-ibu. Toilet atau WC ada di bagian belakang. Silakan pesan makan. Dibungkus juga bisa. Waktu istirahat di rumah makan ini sekitar 30 menit,? kata suara itu memberi informasi.

Puluhan penumpang terlihat mulai lusuh karena lelah setelah menempuh perjalanan dari Riau. Di antara mereka, ada Suudi (45), warga Magelang, Jawa Tengah, yang memilih menunggu di luar rumah makan. Ia bersama empat temannya hanya memesan nasi bungkus. ?Makan di kapal saja, lebih santai,? kata dia.

Suudi tampaknya sudah sangat paham dengan seluk-beluk perjalanan panjang lewat darat itu. Ia sudah memperkirakan waktu yang tepat agar tidak terlalu jenuh bersafari selama sekira 48 jam.

"Saya sering pulang pergi ke Jawa dengan bus. Nah, kalau pas di kapal, itu kita bisa bebas. Tiga jam lumayan karena di bus kan capek duduk terus," ujarnya.

Strategi Suudi untuk menikmati perjalanan panjang itu sangat tepat. Trip penyeberangan dengan feri di Selat Sunda memang menjadi oasis rute ribuan kilometer itu. Suasana yang berbeda dari sekadar jalan raya bisa menjadi penyegar suasana.

Setiap penumpang bus, saat bau laut tercium, akan merasakan atmosfer berbeda. Kilau biru hamparan air samudera yang segera diseberangi dengan perahu besar seolah memberi kebebasan.

Saat bus memasuki kapal, serasa hari pembebasan. Penumpang bisa leluasa menikmati setiap sudut pojok kapal, memandang setiap penjuru laut, dan menantang hembusan angin laut yang kencang.

Feri-feri di jalur Bakauheni?Merak memang menggunakan istilah penyeberangan, bukan pelayaran. Ini karena jarak tempuhnya yang singkat. "Kalau penumpang yang bukan setiap hari lewat, naik kapal di Selat Sunda ini memang bagian dari rekreasi," kata Bedi, salah satu agen penyeberangan.

Di atas kapal yang sedang berlayar, suasana memang lengkap. Para sopir atau awak truk lebih banyak yang memilih jeda tugas itu untuk tidur di atas muatan atau di ruang penumpang. Penumpang yang sudah biasa melintas juga lebih banyak menonton film di televisi yang tersedia.

Namun, sangat banyak juga yang menantang hembusan angin, berpose di depan kamera dengan latar belakang luat dan pulau-pulau, atau lesehan makan nasi bungkus selaksa berkemah.

Pemandangan leluasa itu memang dominan jika pelayaran siang. Namun, bagi penggemar siluet malam, berlayar malam juga tak kalah menakjubkan. Memandang kota, kerlip lampu menjadi seperti kunang-kunang di kegelapan. Masih ada juga nelayan dengan perahu katir terkatung-katung di tengah segara hanya berteman petromaks.

Saat memandang langit, gemintang berpijar tanpa tiang adalah tanda-tanda kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. (SDM/KRI/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012

[Lentera] Sri, Menulis Pengalaman Pribadi

KESIBUKAN sebagai ibu rumah tangga, mengajar di sekolah, Sri Rahayu tetap mengisi setiap jeda waktunya dengan menulis. Pengalaman pibadi adalah tema paling mudah.

Sri Rahayu atau yang lebih dikenal dengan nama pena Naqiyyah Syam, sudah menghasilkan 30-an judul buku. Ada yang ditulis sendiri, berdua, atau keroyokan dengan banyak penulis lain.

Buku yang ditulis bertema perempuan, keluarga, anak, dan kumpulan cerita anak. "Kalau buku yang ditulis sendiri baru satu judul. Lainnya, berdua atau beramai-ramai," kata Sri.

Sebagai ibu rumah tangga, Sri tergolong sangat sibuk. Selain mengurus suami dan satu anak, dia pun mengajar di SDIT Permata Bunda, Sukarame. Jam mengajar sejak pagi hingga sore. Namun, di sela kesibukannya itu dia masih meluangkan waktu untuk membuat tulisan sampai dua halaman per hari.

Menyiasati waktu menulis dengan mengetik di ponsel saat menjaga anak di rumah. Dia tidak bisa mengetik di laptop saat anak belum tidur. ?Kalau kita buka laptop waktu anak belum tidur, malah dia yang maenin. Makanya ngetiknya di handphone sambil menjaga anak. Kemudian setelah anak tidur, baru tulisan diperbaiki di laptop,? kata perempuan kelahiran Jambi, 32 tahun silam ini.

Bila sudah ditarget untuk menyelesaikan naskah buku, Sri bisa menulis sebanyak 40 halaman dalam waktu satu minggu. Itu sudah termasuk mencari dan membaca referensi sebagai bahan guna memperkaya tulisan.

Untuk satu buku yang dibuat bersama penulis yang lain, ibu satu anak ini bisa mendapatkan honor mencapai Rp1 juta. Selain itu, ada honor tambahan dengan menulis di media cetak, koran, dan majalah. Bahkan Sri kerap ikut lomba penulisan dan pernah beberapa kali mendapat juara. Juara tentu mendapat hadiah berupa uang tunai juga.

Menurutnya, ibu rumah tangga yang sibuk sekalipun masih bisa terus produktif untuk berkarya lewat tulisan. Tulisan yang paling mudah adalah tema yang paling dikuasai, misalnya seputar rumah tangga dan anak. Pengalaman pribadi sebagai ibu yang mengurus anak dan keluarga membuat tulisan lebih mudah mengalir.

Beberapa buku yang dibuat Sri dan beberapa penulis lain, misalnya soal pengalaman melahirkan, mengatasi anak yang sakit, dan bagaimana mempersiapkan anak soleh. Tema yang ditulis lebih pada pengalaman pribadi yang kemudian dibukukan untuk berbagi dengan ibu-ibu rumah tangga yang lain.

Dia menceritakan tema-tema buku yang dibuat berawal dari obrolan online dengan penulis lain. Misalnya saat akan menulis buku soal pengalaman melahirkan. Selama ini belum ada buku yang bercerita bagaimana pengalaman melahirkan dan cara mempersiapkannya. Padahal buku ini penting karena banyak calon ibu yang ketakutan sebelum melahirkan. ?Akhirnya kita diskusi sebentar dan menghubungi beberapa penulis. Dalam waktu beberapa bulan jadilah buku yang dipakai untuk media berbagi para ibu,? katanya.

Semua ibu rumah tangga bisa menulis dan membuat buku. Dengan menulis tema-tema yang sudah dikuasi dan memang pengalaman sendiri. Misalnya soal anak, keluarga, dan hobi. Sebagai ibu rumah tangga, tugas memang tidak akan ada habisnya. Perlu tekad dan keinginan untuk bisa menulis dan menyelesaikannya menjadi sebuah buku.

Bagi Sri, menulis bukan sekadar mengejar materi. Menulis adalah usaha untuk menyebarkan gagasan dan ide kepada orang lain. Ide-ide yang baik itulah yang perlu dibagi dan ditularkan supaya bisa memberi pencerahan dan kebaikan.

Dia pun ingin membagi keterampilannya itu kepada orang lain. Salah satunya adalah berbagi pengalaman dalam komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) di Lampung dan Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung.

Sarjana kehutanan ini berencana membuat sekolah informal yang khusus mengajarkan keterampilan menulis. Lewat sekolah inilah dia ingin menularkan virus menulis dan berkarya lewat buku.

Dia menceritakan di Lampung belum ada sekolah menulis. Tidak seperti di Jawa yang sudah lebih dahulu dan banyak bermunculan sekolah informal tersebut. Bahkan ada yang sudah disatukan sebagai kegiatan tambahan di luar jam sekolah.

Lewat sekolah menulis yang memiliki kurikulum, maka anak-anak akan mendapatkan materi dan pratek langsung untuk menulis, puisi, cerpen, bahkan novel.

?Sekolah ini ibarat membimbing seperti mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Peserta sekolah dibimbing sampai bisa menghasilkan karya, baik cerpen atau buku,? kata istri Ahmad Suryanto ini. Selama ini, anak-anak dan pelajar hanya mendapatkan pelatihan singkat. Pelatihan memang baik, tapi tidak terlalu efektif sampai mereka bisa menghasilkan karya. Lewat sekolah menulis, pelajar akan dibimbing sampai bisa dan mampu berkaya hingga menerbitkan karyanya.

Ketertarikan Sri dengan dunia menulis dimulai sejak SD. Kedua orang tuanyalah yang menumbuhkan hobi itu melalui buku-buku cerita yang dibeli untuknya. Buku cerita anak dan majalah anak sudah mulai dibaca sejak SD.

Saat masih kecil, ayah Sri kerap memangkunya sambil membaca koran. Pengalaman inilah yang terekam dalam ingatannya. Virus membaca dari ayahnya inilah yang juga membuatnya senang membaca buku dan koran.

?Orang tua sudah mengajarkan untuk gemar membaca sejak kecil. Dari SD saya sudah mulai menulis cerita dan puisi, dan berlanjut hingga ke perguruan tinggi,? kata bungsu dari lima bersaudara ini.


Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Oktober 2012

October 13, 2012

Kisah Tenun Tradisional Indonesia

Oleh Gatot Arifianto


SEJUMLAH pelajar selonjor dan menggunakan satu jempol kakinya untuk menahan beberapa benang yang selanjutnya mereka anyam dengan tangan.

Ilustrasi (KOMPAS/YULVIANUS HARJONO)

Mangka’bi, demikian teknik tersebut, ialah cara mengepang benang dalam tenun Tana Toraja yang "diperkenalkan" antropolog Jepang, Keiko Kusakabe.

"Awal mengerti cara tersebut ialah saat yang bersangkutan membuat pelatihan mangka’bi, karena itu, anak-anak atau pengunjung yang mau mencoba kami ajari," ujar staf Bagian Pameran dan Edukasi Museum Tekstil Jakarta, Sari Permana, di sela perhelatan "Pameran Khazanah Kain Tradisional Nusantara" yang berlangsung di Museum Negeri Ruwai Jurai, Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung.

Di Lampung yang menjadi tuan rumah acara tersebut, kondisi sebagaimana terjadi pada mangka’bi juga terjadi pada kain tenun tradisional Lampung, yakni tapis bidak galah napuh yang dikonservasi sekitar 10 tahun lalu oleh Raswan Tapis, alumnus Fakultas Bahasa dan Seni Unila 1990 yang konsen terhadap kain tapis.

Menurut Raswan, rujukan konservasi bidak galah napuh ialah buku-buku dan barang-barang kuno milik orang asing. Sementara eksekusi rekonstruksinya melewati percobaan demi percobaan. "Supaya komposisi dan bentuk aslinya tidak hilang," kata Raswan menjelaskan.

Menunggu Kebangkitan Tenun Tradisional

"Pameran Khazanah Kain Tradisional Nusantara" yang merupakan bagian "Festival Krakatau XXII" terbukti ampuh membuat Museum Negeri Ruwai Jurai yang biasanya lengang menjadi penuh orang dalam beberapa siang.

Di sela acara pembukaan, puluhan pelajar terlihat khusyuk mengikuti lomba menyulam tapis. Selain itu, ada juga yang terlihat mengambil malam atau bahan membuat batik yang dipanaskan di atas penggorengan dan kompor kecil dengan canting dan kemudian menorehkannya pada kain putih yang disiapkan pihak Museum Tekstil Jakarta.

"Perasaan saya setelah membatik sangat senang, pengetahuan saya akhirnya bertambah," kata pelajar kelas IX SMPN 22 Bandarlampung, Isna Maulida, selepas belajar membatik dan selanjutnya ingin mencoba mangka’bi.

Gubernur Lampung Sjahroedin ZP dalam sambutan tertulis yang disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Berlian Tihang menyatakan Indonesia memiliki keragaman budaya sejak berabad-abad lalu. Salah satunya ialah kain tenun tradisional yang mempunyai nilai sejarah sangat tinggi.

Sebuah warisan yang harus dijaga serta terus dilestarikan. Termasuk secara aktif, perlu sosialisasi berkesinambungan mengenai keberadaan kekayaan kain tenun tradisional bangsa kepada khalayak.

Hal tersebut, kata gubernur, perlu dilakukan mengingat modernitas zaman telah mengikis pengetahuan sebagian besar remaja dari khazanah kain tradisional sehingga proses penting seperti pembuatan kain tradisional hampir hilang.

Maka, perhelatan "Pameran Khazanah Kain Tradisional Nusantara" yang berlangsung 9 sampai dengan 12 Oktober 2012 dan diikuti 31 museum nasional dari seluruh daerah di Indonesia itu, ialah upaya sosialisasi dan promosi yang diharapkan membuat masyarakat dan generasi muda lebih mengenal kain tenun tradisional yang merupakan kekayaan bangsa.

"Sejarah diwakili juga oleh kain, termasuk tapis bidak galah napuh dari Kabupaten Waykanan, karenanya perlu konservasi atau pelestarian dan perlindungan di jaman modern ini supaya tidak mati," kata Raswan.

Tapis bidak galah napuh menurut Raswan mewakili zaman kait dan kunci yang ada pada abad 2 SM. Memiliki penyongketan geometris, dan bermotif animal mitos, semisal buaya putih atau burung hong yang merupakan simbol-simbol peradaban spiritualitas masa lalu: pemujaan.

Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, sejumlah kain tradisional dari daerah itu juga memiliki motif binatang, seperti kuda, ayam, cicak, dan lain sebagainya.

Hal tersebut mempunyai nilai tersendiri dan ada sisi positif yang menarik untuk direnungkan dan dipelajari oleh manusia.

"Ayam jantan misalnya, ujar staf Unit Pelaksana Teknis Museum Daerah Nusa Tenggara Timur, Zakeos Safis, adalah sumber pengayom karena saat menemukan makanan tidak dimakan sendiri, pasti akan mengundang sejumlah pasangan dan anaknya.

Oleh sebab itu, katanya pula, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga berupaya mengembangkan dan melestarikan kain tradisional dari daerah tersebut.

"Ada beberapa hal yang membuat hal tersebut harus dilakukan, dari permintaan pasar sampai dengan permasalahan pergeseran motif," ujar dia seraya menambahkan harga kain Sumba cukup bagus, karena bisa mencapai Rp5 juta per lembar.

Terjadinya pengenalan kekayaan tradisi bangsa Indonesia kepada masyarakat dan generasi muda akan mendorong terjadinya rasa cinta dan memiliki keragaman budaya nusantara.

Bahkan, ujar Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Surya Helmy dalam sambutannya, hal itu juga bisa memperkuat jati diri bangsa. "Banyak anak sekarang yang  tidak peduli dengan tradisi dan budaya merupakan kenyataan," kata Isna lagi.

Oleh sebab itu, perkembangan kain tradisional di Indonesia seperti tapis, batik juga mangka’bi sangat diharapkan bisa semakin maju.

Pelajar kelahiran Bandarlampung, 16 Oktober 1998 itu menyatakan, tidak akan merasa malu jika nantinya diajak untuk menyebarluaskan pengetahuan membatik atau mangka’bi yang didapatkannya di stand Museum Tekstil Jakarta itu.

"Tentu saya akan ambil bagian untuk berpartisipasi supaya tradisi dan kebudayaan Indonesia tidak punah, minimal bisa menjawab ketika ditanya mengenai batik, mangka’bi dan kain tradisional lainnya. Siapa lagi yang tidak memulai melestarikannya jika bukan generasi muda seperti kami," kata Isna yang sebelumnya mengenal batik hanya melalui teori.

Namun demikian, butuh kesabaran dan kemauan mengajak supaya anak-anak mencintai kain tradisional Indonesia.

Menurut Sari, hal tersebut dibutuhkan sehubungan anak-anak tidak bisa langsung mengerti dengan cara pembuatan kain tradisional yang diajarkan.

Salah satu peserta "Pameran Khazanah Kain Tradisional Nusantara" yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Lampung itu menambahkan, pengenalan kain tradisional Indonesia seperti songket, dan batik memang perlu dikenalkan sejak dini pada anak-anak.

"Supaya anak mengerti budayanya sendiri, jika tidak, kebudayaan kita bisa hilang, oleh karena itu harus ada pembinaan untuk anak-anak," ujar dia pula.

Harapan tanpa upaya akan selamanya menjadi harapan. Dan kain tenun tradisional Indonesia yang beragam tentu akan mengalami kondisi lebih naas dari mangka’bi dan bidak galah napuh  jika hanya dengan berharap tanpa upaya nyata.

Selain itu, nasib keberlangsungan beragam kain tenun tradisional Indonesia yang masih memiliki peluang pasar lokal juga internasional juga membutuhkan cinta seperti yang dimiliki Keiko, Raswan, Sari dan Isna untuk bisa bangkit, termasuk peranan nyata sebagaimana dilakukan Pemerintah Nusa Tenggara Timur dan Lampung. (SUMBER: ANT)

Sumber: Oase Kompas.com, Sabtu, 13 Oktober 2012

October 7, 2012

[Buku] Kiat Heboh Bikin Biografi Gaya Ramadhan K.H.

Data Buku
The Secret of Biography: Rahasia Menulis Biografi ala Ramadhan K.H.


Zulfikar Fuad

Akademia, Jakarta, 2012

xvi + 155 hlm.

"Ini tentang pengalamanku dengannya, dengan seseorang yang mementingkan segi membangkitkan semangat dan solidaritas bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakannya, apa yang sebenarnya kita cita-citakan bersama, yakni kemerdekaan bagi bangsa kita. Di balik itu, ia pun adalah seorang yang sangat penuh romantika. Aku mengikutinya, melayaninya, mengemongnya, berusaha keras menyenangkannya, meluluhkan keinginan-keinginannya.

Namun, pada suatu saat, setelah aku mengantarkannya sampai di gerbang apa yang jadi cita-citanya, berpisahlah kami, karena aku berpegang pada sesuatu yang berbenturan dengan keinginannya. Ia pun melanjutkan perjuangannya seperti yang tetap aku doakan. Aku tidak pernah berhenti mendoakannya."


(Inggit Ganarsih, Kuantar ke Gerbang hlm. 2)

SIAPA yang tak tergetar membaca novel biografi Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno yang diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Sinar Harapan, 1981, kemudian diterbitkan kembali oleh Kiblat Buku Utama, 2000 dan Bentang Pustaka, 2011. Bahkan, Mizan Production memproduksinya dalam bentuk film dengan pemeran Maudy Koesnaidi (Inggit Garnasih) dan Anjasmara (Bung Karno).

Kemampuan Ramadhan K.H. dalam melakukan rekonstruksi riwayat hidup Inggit Garnasih, istri pertama Presiden Indonesia, pertama memang luar biasa. Tak perlu heran karena sebagai penyair, Ramadhan K.H. sangat memikat dalam Priangan Si Djelita (1956). Novel-novelnya Royan Revolusi (1958), Kemelut Hidup (1976), Keluarga Permana, (1978), dan Ladang Perminus (1990) mempunyai warna tersendiri dalam sejarah sastra Indonesia.

Ayahanda pemusik Gilang Ramadhan ini menjadi pioner dalam menulis roman biografi. Maka, lahirlah roman biografi lain dari penanya semacam Gelombang Hidupku: Dwi Dja dari Dardanella. Ada juga biografi tokoh-tokoh besar, antara lain Ali Sadikin, Mochtar Lubis, D.I. Pandjaitan, Soemitro, Gobel, A.E. Kawilarang, Hoegeng, dan Adnan Buyung Nasution.

Yang paling heboh adalah ketika Ramadhan bersama G. Dwipayana meluncurkan Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989). Buku ini banyak mendapat perhatian publik.

Bagi pembaca buku, nama sastrawan kelahiran Bandung, 16 Maret 1927 memiliki tempat tersendiri. Kita jelas merasa kehilangan besar ketika peraih Hadiah Sastra ASEAN (Southeast Asia Write Award) 1993 ini meninggal pada 16 Maret 2006. Tapi, peninggalannya berupa tidak kurang dari 30 buku puisi, novel, dan biografi menjadi warisan tak ternilai bagi bangsa ini.

Fakta menunjukkan kepergian seorang seniman, sastrawan, atau tokoh memang tak kan tergantikan. Adakah yang bisa menjadi duplikat bagi Bung Karno, Bung Hatta, Chairil Anwar, Mochtar Lubis, dan seterusnya? Rasanya sulit! Begitu juga dengan Ramadhan K.H., perjuangan hidupnya, dedikasinya, dan karya-karyanya, tidak mungkin bisa ditiru.

Namun, beruntunglah kita karena ada Zulfikar Fuad yang secara tekun berupaya "berguru" kepada almarhum. Hasilnya, lahirlah buku The Secret of Biography: Rahasia Menulis Biografi ala Ramadhan K.H. ini. Seperti ditulis dalam persembahannya, buku ini merupakan intisari pelajaran menulis biografi yang disampaikan kepada Zulfikar Fuad sepanjang 2002?2003 (hlm. 5).

Buku ini terbagi empat bagian. Bagian I menghadirkan kembali Ramadhan K.H., mengenang Sang Maestro Biografi Indonesia. Bagian II membahas beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa menulis biografi, syarat penulis biografi, dan tahapan penulisan dan penerbitan biografi. Bagian III membahas bagaimana Ramadhan K.H. menulis biografi, strategi dan praktek menulis biografi. Dan, Bagian IV membahas tentang beberapa catatan tokoh dan peristiwa.

Sebagai penulis biografi -- beberapa biografi yang sudah ditulisnya di antaranya B.J. Habibie, Derom Bangun, Mochtar Sani Badrie, dan beberapa lagi, termasuk yang sedang dalam proses terbit biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono -- Zulfikar Fuad relatif berhasil melakukan transfer ilmu dan pengalaman Sang Maestro dalam menulis biografi melalui buku ini.

Menulis tentang manusia, pemikiran, dan lakon hidupnya memang menarik. Apatah lagi Ramadhan K.H. Karena itu, buku ini sangat enak dibaca dan sangat kaya dengan tips, motivasi, dan seluk-beluk penulisan biografi. Pada bagian akhir, Zulfikar memperlihatkan contoh-contoh penulisan biografi tokoh dalam berbagai model.

Meskipun tidak sepenuhnya kemahiran Ramadhan K.H. dalam menggeluti penulisan biografi dapat disajikan dalam buku ini seperti diakui Zulfikar sendiri (hlm. v-vi), kiranya buku ini sangat bisa memberikan inspirasi dan sekaligus menyadarkan kita bahwa segala ucapan, sikap, dan tindakan dari siapa pun bisa menjadi sejarah. Syaratnya, ditulis.

Salah satu bentuknya yang cukup menantang adalah biografi atau autobiografi kalau ditulis sendiri.

Mari menulis biografi.

Udo Z. Karzi, pembaca buku

Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 Oktober 2012