BUKU itu sumber ilmu dan perpustakaan adalah gudangnya ilmu. Kata-kata ini tergambar jelas betapa pentingnya perpustakaan dalam dunia pendidikan karena mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Obsesi inilah yang diinginkan oleh Musiyah, salah satu pustakawan Perpustakaan Daerah (Perpusda) Lampung. Sebagai pustakawan, dia berharap masyarakat dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik.
Suasana Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi (BPAD) Lampung atau lebih dikenal Perpusda Lampung siang hari cukup lengang. Terlihat hanya beberapa pengunjung yang asyik membaca buku atau literatur lainnya. Kini gedung perpusda mengalami banyak perubahan.
Beberapa ruangan tengah direnovasi. Ruang yang biasa melayani pengunjung di pintu utama gedung perpusda kini dialihkan ke bagian belakang. Sementara ruang bacaan anak-anak yang tadinya disatukan dalam satu gedung saat ini terpisah dengan bagian lainnya.
Di ruang bacaan anak-anak tersebut terlihat seorang perempuan paruh baya berjalan pelan-pelan. Dialah Musiyah, pustakawan yang kini bertugas di ruang anak. Perempuan kelahiran 19 Mei 1958 itu sebelum bekerja di Perpusda Lampung di berdinas di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta sejak 1978.
Setelah sekian lama bekerja di Perpusnas Jakarta pada 1991 dia pindah ke Lampung. Saat itu, kondisi Perpusda Lampung masih di bawah naungan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud).
Semua peralatannya masih sederhana sekali. "Iya, peralatannya masih serbamanual. Dulu mesin ketik masih banyak," kata dia sambil mengenang masa dulu saat kali pertama dinas di Perpusda Lampung, Rabu (24-10).
Menurutnya, pada waktu dulu perpustakaan Jakarta dan perpustakaan Lampung kondisinya tak jauh berbeda. Selain sepi pengunjung, juga minim fasilitas, tapi kondisinya sekarang sudah jauh berbeda.
Peralatannya tidak jadul (zaman dahulu) lagi dan tempatnya sangat nyaman bagi pengunjung. "Sebenarnya semua perpustakaan itu bergantung kepada pimpinannya, berdisiplin atau tidak," ujar Musiyah yang kini berusia 54 tahun ini.
Awalnya Musiyah tidak terlalu tertarik dengan dunia perpustakaan. Ia mengira perpustakaan hanya melayani peminjaman buku dan menata buku. Namun, anggapan tersebut ternyata salah besar, karena perpustakaan merupakan gudangnya ilmu.
Perpustakaan tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Untuk itu, perpustakaan merupakan denyut jantung bagi sekolah. Keduanya memiliki misi yang sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Misi mulia inilah yang membuat Musiyah makin menyukai pekerjaannya. Ia begitu menyukai pekerjaannya.
Ia berharap melalui pekerjaan ini ia bisa bersyiar untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. "Pekerjaan sebagai pustakawan itu banyak banget. Tidak hanya melayani pengunjung yang meminjam, tapi juga melakukan penelitian," kata dia.
Seperti yang dilakukannya yakni mengolah bahan berseret sebagai arsip atau dokumentasi dan lain-lain. Menurut dia, tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan bisa disebut pustakawan.
Dari ratusan pegawai yang bekerja di Perpusda Lampung, hanya ada 16 pustakawan. "Pustakawan itu kerjanya berpindah-pindah. Bukan hanya bertugas di satu ruang perpustakaan, tapi juga di ruang lain seperti dokumentasi atau arsip," kata Musiyah.
Selama berdinas di perpustakaan, dia selalu berpindah-pindah. Pada 1991?1994 di bagian tata usaha. Kemudian di bagian pengolahan dan pembinaaan perpustakaan. Lalu pada 2000?2006 bertugas di layanan umum. Pada 2006?2008 pengolahan bahan berserat. Baru pada 2009 hingga sekarang bekerja di ruang layanan bacaan anak.
Jadi, hampir semua jabatan sebagai tenaga fungsional sudah dilakoninya. Dia pun berusaha bekerja secara profesional. "Kalau dulu, kami enggak tahu apa-apa. Dari nol kita bekerja, kalau sekarang, kita harus tahu dulu," kata Musiyah.
Dengan ditempatkannya di bagian bacaan anak-anak, dia pun sangat menikmatinya lantaran dia menyukai anak-anak. "Banyak senangnya beradaptasi dengan anak-anak. Saya menyukai dan setiap hari bisa menyapa anak-anak," ujar dia.
Namun, dia merasa sedih bila anak-anak saat ini tidak ada yang tahu tentang perpustakaan. Dia berharap orang tua mau mendorong anak-anaknya datang ke perpustakaan dan memperkenalkan buku supaya mereka gemar membaca. "Untuk anak-anak yang baru belajar membaca bisa diperkenalkan ke perpustakaan agar mereka gemar membaca," kata dia.
Dia mengakui anak-anak saat ini lebih mengenal perpustakaan dibandingkan dengan anak-anak zaman dulu. "Kalau dulu anak-anak jarang yang mengenal perpustakaan, tapi sekarang sudah jauh berbeda. Anak-anak banyak yang datang ke perpustakaan," kata ibu dua anak ini.
Ia pun bersyukur, saat ini orang sudah mulai memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Perpustakaan bukan sebagai gudangnya buku, tapi gudangnya ilmu. Karena itu, ia mengajak masyarakat makin cinta buku dan perpustakaan, jangan segan-segan datang ke perpustaakan.
Sayangi dan cintailah buku, karena buku adalah jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak ilmu kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi ilmu yang dikuasainya dengan menuliskannya dalam bentuk buku. Bila kita cinta buku, misi perpustakaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud. (WANDY BARBOY/S-1)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 25 Oktober 2012
Obsesi inilah yang diinginkan oleh Musiyah, salah satu pustakawan Perpustakaan Daerah (Perpusda) Lampung. Sebagai pustakawan, dia berharap masyarakat dapat memanfaatkan perpustakaan dengan baik.
Suasana Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi (BPAD) Lampung atau lebih dikenal Perpusda Lampung siang hari cukup lengang. Terlihat hanya beberapa pengunjung yang asyik membaca buku atau literatur lainnya. Kini gedung perpusda mengalami banyak perubahan.
Beberapa ruangan tengah direnovasi. Ruang yang biasa melayani pengunjung di pintu utama gedung perpusda kini dialihkan ke bagian belakang. Sementara ruang bacaan anak-anak yang tadinya disatukan dalam satu gedung saat ini terpisah dengan bagian lainnya.
Di ruang bacaan anak-anak tersebut terlihat seorang perempuan paruh baya berjalan pelan-pelan. Dialah Musiyah, pustakawan yang kini bertugas di ruang anak. Perempuan kelahiran 19 Mei 1958 itu sebelum bekerja di Perpusda Lampung di berdinas di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Jakarta sejak 1978.
Setelah sekian lama bekerja di Perpusnas Jakarta pada 1991 dia pindah ke Lampung. Saat itu, kondisi Perpusda Lampung masih di bawah naungan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud).
Semua peralatannya masih sederhana sekali. "Iya, peralatannya masih serbamanual. Dulu mesin ketik masih banyak," kata dia sambil mengenang masa dulu saat kali pertama dinas di Perpusda Lampung, Rabu (24-10).
Menurutnya, pada waktu dulu perpustakaan Jakarta dan perpustakaan Lampung kondisinya tak jauh berbeda. Selain sepi pengunjung, juga minim fasilitas, tapi kondisinya sekarang sudah jauh berbeda.
Peralatannya tidak jadul (zaman dahulu) lagi dan tempatnya sangat nyaman bagi pengunjung. "Sebenarnya semua perpustakaan itu bergantung kepada pimpinannya, berdisiplin atau tidak," ujar Musiyah yang kini berusia 54 tahun ini.
Awalnya Musiyah tidak terlalu tertarik dengan dunia perpustakaan. Ia mengira perpustakaan hanya melayani peminjaman buku dan menata buku. Namun, anggapan tersebut ternyata salah besar, karena perpustakaan merupakan gudangnya ilmu.
Perpustakaan tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Untuk itu, perpustakaan merupakan denyut jantung bagi sekolah. Keduanya memiliki misi yang sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Misi mulia inilah yang membuat Musiyah makin menyukai pekerjaannya. Ia begitu menyukai pekerjaannya.
Ia berharap melalui pekerjaan ini ia bisa bersyiar untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. "Pekerjaan sebagai pustakawan itu banyak banget. Tidak hanya melayani pengunjung yang meminjam, tapi juga melakukan penelitian," kata dia.
Seperti yang dilakukannya yakni mengolah bahan berseret sebagai arsip atau dokumentasi dan lain-lain. Menurut dia, tidak semua orang yang bekerja di perpustakaan bisa disebut pustakawan.
Dari ratusan pegawai yang bekerja di Perpusda Lampung, hanya ada 16 pustakawan. "Pustakawan itu kerjanya berpindah-pindah. Bukan hanya bertugas di satu ruang perpustakaan, tapi juga di ruang lain seperti dokumentasi atau arsip," kata Musiyah.
Selama berdinas di perpustakaan, dia selalu berpindah-pindah. Pada 1991?1994 di bagian tata usaha. Kemudian di bagian pengolahan dan pembinaaan perpustakaan. Lalu pada 2000?2006 bertugas di layanan umum. Pada 2006?2008 pengolahan bahan berserat. Baru pada 2009 hingga sekarang bekerja di ruang layanan bacaan anak.
Jadi, hampir semua jabatan sebagai tenaga fungsional sudah dilakoninya. Dia pun berusaha bekerja secara profesional. "Kalau dulu, kami enggak tahu apa-apa. Dari nol kita bekerja, kalau sekarang, kita harus tahu dulu," kata Musiyah.
Dengan ditempatkannya di bagian bacaan anak-anak, dia pun sangat menikmatinya lantaran dia menyukai anak-anak. "Banyak senangnya beradaptasi dengan anak-anak. Saya menyukai dan setiap hari bisa menyapa anak-anak," ujar dia.
Namun, dia merasa sedih bila anak-anak saat ini tidak ada yang tahu tentang perpustakaan. Dia berharap orang tua mau mendorong anak-anaknya datang ke perpustakaan dan memperkenalkan buku supaya mereka gemar membaca. "Untuk anak-anak yang baru belajar membaca bisa diperkenalkan ke perpustakaan agar mereka gemar membaca," kata dia.
Dia mengakui anak-anak saat ini lebih mengenal perpustakaan dibandingkan dengan anak-anak zaman dulu. "Kalau dulu anak-anak jarang yang mengenal perpustakaan, tapi sekarang sudah jauh berbeda. Anak-anak banyak yang datang ke perpustakaan," kata ibu dua anak ini.
Ia pun bersyukur, saat ini orang sudah mulai memanfaatkan perpustakaan dengan baik. Perpustakaan bukan sebagai gudangnya buku, tapi gudangnya ilmu. Karena itu, ia mengajak masyarakat makin cinta buku dan perpustakaan, jangan segan-segan datang ke perpustaakan.
Sayangi dan cintailah buku, karena buku adalah jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak ilmu kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi ilmu yang dikuasainya dengan menuliskannya dalam bentuk buku. Bila kita cinta buku, misi perpustakaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud. (WANDY BARBOY/S-1)
Sumber: Lampung Post, Kamis, 25 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment