MENGAJAR dan menulis buku adalah dua hal yang tidak terpisahkan bagi Khomsahrial Romli. Guru besar IAIN Raden Intan Lampung dan dosen Universitas Bandar Lampung (UBL) ini mengatakan menulis dan mengajar sama derajatnya.
Membagi ilmu kepada orang banyak adalah pekerjaan mulia. Bunyi kalimat bijak itu terus tertanam di hati Khomsahrial Romli. Itulah yang kemudian ia memilih
dan menyukai profesi mengajar dan menulis. Dua aktivitas inilah yang tujuannya mengarah pada dua hal, berbuat baik kepada manusia dan beribadah kepada Tuhan.
Pilihan pria kelahiran Gunungsugih, Lampung Tengah, ini untuk menjadi dosen setelah membandingkan kehidupan saudaranya yang seorang guru dengan yang berprofesi sebagai birokrat pemerintahan. ?Saya lihat guru lebih tenang dan damai kehidupannya. Berbeda dengan saudara saya yang orang pemerintahan, jarang terlihat riang,? kata Khomsahrial.
Awalnya, Khomsahrial ingin menjadi orang pemerintahan. Namun, setelah melihat realitas pekerja pemerintahan, dia pun mengundurkan niatnya dan berbalik menjadi pengajar seperti orang tuanya.
Dia pun memutuskan untuk menjadi dosen dan diterima mengajar di IAIN Raden Intan Lampung pada 1990. Ketenangan dan kesegaranlah yang dirasakannya setelah menjalani sebagai seorang pengajar. ?Dosen itu pikirannya hanya mengajar dan enggak macam-macam. Seorang dosen pun hanya dituntut untuk terus melatih pikiran, untuk terus bisa memberikan pengetahuan yang benar kepada mahasiswanya. Berdiskusi dengan mahasiswa membuat kita semakin kaya akan masukan dan pengalaman,? kata dia.
Ayah tiga anak ini begitu mencintai profesinya. Meskipun mengajar sepanjang hari, doktor lulusan Universitas Padjadjaran ini mengaku menikmati dan tidak merasa bosan. ?Malah kalau libur panjang dan enggak mengajar, saya jadi bingung karena tidak ada aktivitas,? kata dia.
Khomsahrial mengibaratkan mahasiswa dan dosen sebagai akuarium yang lengkap dengan isi air dan ikannya. Dosen adalah ikan dan air adalah mahasiswanya. Jika tanpa air, akuarium tidak ada indah. Begitu pun jika tidak ada ikan. Keduanya saling melengkapi. Mahasiswa bukan hanya sekadar objek. Mahasiswa dan dosen saling mengisi.
Suami dari Auliana ini menerapkan hubungan yang tidak berjarak dengan mahasiswa. Jangan sampai ada jarak antara mahasiswa dan dosen. Kedekatan inilah yang nantinya membuat mahasiswa mau bertanya dan berdiskusi panjang dengan dosen. ?Jangan ada rasa jaim antara mahasiswa dan dosen,? kata dia.
Karier Khomsahrial sebagai dosen terbilang cepat dan mulus. Golongan yang sudah dicapainya hingga saat ini adalah IV/e atau pembina utama.
Untuk seorang dosen, Khomsahrial termasuk yang produktif dalam menulis buku. Dia sudah menerbitkan sebanyak 12 judul buku soal komunikasi. Pendidikan strata 2 dan 3 adalah ilmu komunikasi, khususnya soal jurnalistik dan media masa. Dia menulis buku sejak 2004, dan setelahnya hampir setiap tahun ada satu buku yang selesai dikerjakannya.
Menurutnya, kemampuannya menulis diasah sejak mahasiswa strata 1 di FKIP Unila. Tulisannya soal politik dan pemerintahan sering muncul di media kampus. Tulisannya pun memancing perdebatan sehingga muncul tulisan-tulisan dari mahasiswa lain. ?Sejak saat itulah saya mulai sadar punya kemampuan menulis yang baik dan akhirnya memilih untuk meneruskan kuliah ke ilmu komunikasi,? katanya.
Bagi Wakil Rektor I UBL ini banyak kepuasan yang didapat dari menulis buku. Buku yang sudah terbit akan disebarkan ke seluruh wilayah sehingga banyak dibaca orang. Lewat buku, ilmu yang disampaikan akan diterima dan dipakai orang banyak. ?Banyak yang menelepon dan bilang bahwa ada buku saya di beberapa toko di daerah Jawa. Mereka pun membeli,? kata dia.
Buku soal komunikasi organisasi terjual hingga 5.000 eksemplar dan direncanakan akan terbit cetakan kedua. Buku ini tidak hanya dipakai oleh jurusan komunikasi, ilmu manajemen pun membutuhkan referensi buku soal komunikasi kelompok. ?Tidak pernah sekalipun meminta mahasiswa untuk membeli buku saya,? kata dia.
Dalam waktu dekat, Khomsahrial menerbitkan buku soal komunikasi sosial dan pembangunan. Setelah mendapat gelar guru besar pada 2009, tuntutan untuk terus produktif menulis buku dan meneliti semakin besar. Guru besar harus terus berkarya lewat buku dan penelitian. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun menargetkan dalam setahun untuk menulis satu buku dan menghasilkan satu penelitian. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012
Membagi ilmu kepada orang banyak adalah pekerjaan mulia. Bunyi kalimat bijak itu terus tertanam di hati Khomsahrial Romli. Itulah yang kemudian ia memilih
dan menyukai profesi mengajar dan menulis. Dua aktivitas inilah yang tujuannya mengarah pada dua hal, berbuat baik kepada manusia dan beribadah kepada Tuhan.
Pilihan pria kelahiran Gunungsugih, Lampung Tengah, ini untuk menjadi dosen setelah membandingkan kehidupan saudaranya yang seorang guru dengan yang berprofesi sebagai birokrat pemerintahan. ?Saya lihat guru lebih tenang dan damai kehidupannya. Berbeda dengan saudara saya yang orang pemerintahan, jarang terlihat riang,? kata Khomsahrial.
Awalnya, Khomsahrial ingin menjadi orang pemerintahan. Namun, setelah melihat realitas pekerja pemerintahan, dia pun mengundurkan niatnya dan berbalik menjadi pengajar seperti orang tuanya.
Dia pun memutuskan untuk menjadi dosen dan diterima mengajar di IAIN Raden Intan Lampung pada 1990. Ketenangan dan kesegaranlah yang dirasakannya setelah menjalani sebagai seorang pengajar. ?Dosen itu pikirannya hanya mengajar dan enggak macam-macam. Seorang dosen pun hanya dituntut untuk terus melatih pikiran, untuk terus bisa memberikan pengetahuan yang benar kepada mahasiswanya. Berdiskusi dengan mahasiswa membuat kita semakin kaya akan masukan dan pengalaman,? kata dia.
Ayah tiga anak ini begitu mencintai profesinya. Meskipun mengajar sepanjang hari, doktor lulusan Universitas Padjadjaran ini mengaku menikmati dan tidak merasa bosan. ?Malah kalau libur panjang dan enggak mengajar, saya jadi bingung karena tidak ada aktivitas,? kata dia.
Khomsahrial mengibaratkan mahasiswa dan dosen sebagai akuarium yang lengkap dengan isi air dan ikannya. Dosen adalah ikan dan air adalah mahasiswanya. Jika tanpa air, akuarium tidak ada indah. Begitu pun jika tidak ada ikan. Keduanya saling melengkapi. Mahasiswa bukan hanya sekadar objek. Mahasiswa dan dosen saling mengisi.
Suami dari Auliana ini menerapkan hubungan yang tidak berjarak dengan mahasiswa. Jangan sampai ada jarak antara mahasiswa dan dosen. Kedekatan inilah yang nantinya membuat mahasiswa mau bertanya dan berdiskusi panjang dengan dosen. ?Jangan ada rasa jaim antara mahasiswa dan dosen,? kata dia.
Karier Khomsahrial sebagai dosen terbilang cepat dan mulus. Golongan yang sudah dicapainya hingga saat ini adalah IV/e atau pembina utama.
Untuk seorang dosen, Khomsahrial termasuk yang produktif dalam menulis buku. Dia sudah menerbitkan sebanyak 12 judul buku soal komunikasi. Pendidikan strata 2 dan 3 adalah ilmu komunikasi, khususnya soal jurnalistik dan media masa. Dia menulis buku sejak 2004, dan setelahnya hampir setiap tahun ada satu buku yang selesai dikerjakannya.
Menurutnya, kemampuannya menulis diasah sejak mahasiswa strata 1 di FKIP Unila. Tulisannya soal politik dan pemerintahan sering muncul di media kampus. Tulisannya pun memancing perdebatan sehingga muncul tulisan-tulisan dari mahasiswa lain. ?Sejak saat itulah saya mulai sadar punya kemampuan menulis yang baik dan akhirnya memilih untuk meneruskan kuliah ke ilmu komunikasi,? katanya.
Bagi Wakil Rektor I UBL ini banyak kepuasan yang didapat dari menulis buku. Buku yang sudah terbit akan disebarkan ke seluruh wilayah sehingga banyak dibaca orang. Lewat buku, ilmu yang disampaikan akan diterima dan dipakai orang banyak. ?Banyak yang menelepon dan bilang bahwa ada buku saya di beberapa toko di daerah Jawa. Mereka pun membeli,? kata dia.
Buku soal komunikasi organisasi terjual hingga 5.000 eksemplar dan direncanakan akan terbit cetakan kedua. Buku ini tidak hanya dipakai oleh jurusan komunikasi, ilmu manajemen pun membutuhkan referensi buku soal komunikasi kelompok. ?Tidak pernah sekalipun meminta mahasiswa untuk membeli buku saya,? kata dia.
Dalam waktu dekat, Khomsahrial menerbitkan buku soal komunikasi sosial dan pembangunan. Setelah mendapat gelar guru besar pada 2009, tuntutan untuk terus produktif menulis buku dan meneliti semakin besar. Guru besar harus terus berkarya lewat buku dan penelitian. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun menargetkan dalam setahun untuk menulis satu buku dan menghasilkan satu penelitian. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment