July 31, 2011

Teater Selembayung di Kala Sumatera: Pengakuan Zubaidah...

Oleh Isbedy Stiawan Z.S.


HARI kedua panggung perempuan Kala Sumatera II di Teater Tertutup Taman Budaya Lampung (TBL) menampilkan Teater Selembayung dari Riau. Kelompok teater pimpinan Fadli Azis ini memanggungkan “Melodi Pengakuan” karya Rina Ne dan sutradara Mimi Suraini.

Selembayung berangkat dari cerita Lancang Kuning yang amat terkenal di Tanah Melayu, terutama Riau dan Kepulauan Riau, mengusahkan seorang perempuan bernama Zubaidah (diperankan oleh Yuliati). Perempuan lugu dan setia pada sang suami, akhirnya (menjadi) korban kekejaman seorang panglima atau nakhoda. Sementara sang suami—Panglima Umar (Ekky Gurin Andika)—lebih dulu menjadi korban.

Rina mengangkat perjuangan perempuan dari kisah Lancang Kuning, sungguh tepat. Untuk masuk ke dalam cerita, dimulai oleh pertanyaan anak kecil yang mendapat tugas dari gurunya. Anak kecil yang diperankan Maudy, pada akhirnya ingin sekali mendengar kisah dari sang ibu (Tri Sepnita). Cerita pun mengalir, melalui pengakuan masing-masing tokoh yang tahu dan dekat dengan Zubaidah dan Panglima Umar.

Dimulai dari pengakuan sang nakhoda yang juga panglima kejam. Ia ternyata tak mengendalikan Lancang Kuning sebagaimana diharapkan—hal ini juga tertulis dalam bait lagunya: kalau nakhoda kurang la paham/alamat kapal akan tenggelam. Demikianlah, Zubaidah menjadi korban. Kapal tenggelam...

Meski Teater Selembayung mengangkat dari legenda Lancang Kuning, cerita yang dipanggungkan ini tak semata berkisah masalah Tanah Melayu melainkan negeri ini. Dapat dibayangkan sekiranya pemimpin tak faham, dipastikan negeri ini akan tenggelam. Dan, ini realitas dari negeri ini.

Di atas Lancang Kuning, ada Inang (Mimi), Bomo (Ahmad), Datuk Laksmana (Naldi), Panglima Hasan (Andre), Zubaidah, dan Panglima Umar. Satu persatu mereka memberi kesaksian (pengakuan) dengan versi masing-masing. Bagaimana nakhoda, dengan angkuh merasa benar meski yang dilakukannya sangatlah kejam. Lalu Datu Laksamana yang menyesali perbuatannya sebab—tak kuasa mencegah malapetaka. Begitupula Inang yang merasa tak mampu menjagai Zubaidah hingga menjadi korban kebejatan.

Dan, kesaksian Panglima Hasan yang dikhianati atas nama membela negeri, harus mengorbankan isteri tercintanya, Zubaidah. Sementara Zubaidah pun, sebagai perempuan mitos negeri yang dianggap menjadi korban, pada kenyataannya mengorbankan dirinya pada Lancang Kuning. Sungguh, realitanya memang perempuan selalu menjadi nomor dua dalam membangun negeri.

Padahal, seperti pengakuan Zubaidah, (adalah) perempuan yang ingin bersikap, perempuan yang ingin berpendapat, perempuan kuat. “Dengarlah, dengarlah, dengarlah... Zubaidah ingin bersaksi.”

Benarkah perempuan dalam suatu negeri ini—bahkan di dunia ini—hanya pelengkap? Bagaimana seorang Tjut Nyak Dien, Kartini, bahkan ibu Fatmawati yang menjahit kain merah dan kain putih lalu menjadi bendera Indonesia yang dikibarkan pertama kali saat Proklamasi RI, 17 Agustus 1945: apakah mereka tak layak berperan dalam membangun negeri ini?

Itulah yang ingin disampaikan Teater Selembayung dalam Panggung Perempuan Kala Sumatera, yang berakhir 29 Juli 2011. Bertolak dari legenda Melayu Lancang Kuning, sebenarnya mereka ingin menegasi sejatinya cerita ini bukan semata persoalan Melayu melainkan negeri ini secara umum.

Mimi Suraini sebagai sutradara, memang tidak memberi penokohan sekaligus karakter para pemainnya. Setiap pemain, berdialog sendiri sebagai kesaksian (pengakuan) atas Lancang Kuning dan perempuan Zubaidah. Sehingga sepanjang pementasan, penonton tidak disuguhkan dialog pingpong antar-tokoh. Laiknya monolog, para pemain asyik dengan diri sendiri. Percakapan mono itu berlangsung hampir sepanjang permainan. Kecuali pada tokoh ibu dan anak.

Cara yang ditempuh Rina dan Mimi bukan tanpa risiko. Pasalnya, sekitar 10 menit dialog usai babak ibu dan anak benar-benar melelahkan. Apatah lagi, vokal yang kadang hilang atau intonasi yang tak jelas.

Bagi penonton yang biasa dihadapkan pada permainan grup—atau dialog satu tokoh dengan tokoh lainnya—terasa sekali pemanggungan “Melodi Pengakuan” ini melelahkan, dan sulit dipahami.

Meski itu sebagai kelemahan, namun penampilan Teater Selembayung ini berkesan. Ada banyak kelebihan: ilustrasi musik, setting panggung yang menyimbolkan sebuah kapal besar cukup dipahami penonton. Beberapa pemainnya, sebenarnya juga kuat. Misalnya pemeran Zubaidah, anak, dan Panglima Umar.

Kemudian penulis cerita yang keliwat oratoris. Beberapa dialog terasa propaganda, sebagaimana dilakukan para pejabat di zaman Orde Baru. Padahal, kalau sedikit saja dilakukan editing niscaya akan apik. Namun, Mimi yang masih bersandar pada bahasa Melayu membuat pementasan ini (akan) dikangeni. Terutama bagi yang sudah jauh dari tatanan kemelayuan, tentu akan mengharap sekali.

Begitulah sedikit apresiasi saya atas pementasan “Melodi Pengakuan” dari Teater Selembayung, Riau. Karena saya sudah mengenal lama kelompok teater ini, memang tampak kemajuan tiap penampilan. Misalnya, kali ini, bagaimana mereka membangun trap hingga tinggi meyerupai di anjungan kapal. Kemudian latar belakang digantung batangan pipa air yang panjang, menyerupai layar/tali kapal. Semua itu pertanda kreativitas yang kecil nilainya.

Panggung Perempuan
Kehadiran anak-anak dari Tanah Melayu itu, seperti memelekkan mata penonton yang dipenuhi para pelajar SMA se-Bandarlampung, bahwa sejatinya kemelayuan belum hilang terkikis zaman. Tradisi Melayu masih kental dalam diri anak-anak muda, sehingga betapapun Teater Selembayung bertolak dari kisah Lancang Kuning tetaplah sampai ke hati penikmat teater di daerah Lampung.

Adalah Kala Sumatera, Gelar Karya Teater Panggung Perempuan yang kali ini memasuki tahun kedua, dilaksanakan di Teater Tertutup TBL dari 25 Juli sampai 29 Juli 2011.

Acara yang ditaja Teater Satu atas bantuan HIVOS Belanda dan didukung antara lain Dewan Kesenian Lampung (DKL) dan Taman Budaya Provinsi Lampung itu, menampilkan grup teater se-Sumatera minus Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Nagroe Aceh Darusalam.

Hari pertama (25/7) menampilkan grup teater UKMF KSS Unila yang mementaskan naskah “Tanah” karya Angraini Agfar dan sutradara Karlina. Sebagai pembuka, UKMF KSS Unila tampil memukau. Para penikmat teater mengaku puas dengan kehadiran anak-anak Universitas Lampung tersebut.

Sejumlah grup teater di Sumatera yang tampil pada Panggung Perempuan se-Sumatera ini, yaitu Teater Mentari Universitas Muhammadiyah Metro, Teater Selembayung (Riau), Teater Rumah Mata (Medan), Teater Donga Cinga Kito (Bengkulu), Teater Catur (Palembang), Komunitas Seni Inner (Jambi), Teater Sakata (Padangpanjang), dan UKMF KSS Unila.

Menurut Direktur Artistik Teater Satu, Iswadi Pratama, pementasan Kala Sumatera II setap hari dimulai 25 Juli hingga 29 Juli 2011. Setiap hari pada pukul 14.30 hingga selesai, mementaskan dua grup teater. Dalam Kala Sumatera ini, penulis naskah dan sutradara harus perempuan.

“Kaum perempuan yang merancang, mengkoordinir latihan, menyutradarai pementasan,” ujar Iswadi Pratama di sela penampilan Teater Selembayung dari Riau.

Dikatakannya, sebelum mereka merancang sebuah pementasan terlebih dulu mengikuti workshop pada Maret 2011 silam di Bandarlampung. Pematerinya saat itu Iwan Nurdaya-Djafar (budayawan), Zen Hae (sastrawan, kritikus pementasan), SN Laila dari LSM perempuan DAMAR, dan Iswadi Pratama sendiri.

Setelah workshop, imbuh penyair ini, mereka ditugaskan menciptakan satu karya teater yang dipentaskan pada Panggung Perempuan ini. “Jadi workshop itu ada hasilnya yang direfresentasikan dalam panggung sekarang ini.

Menurut salah seorang penikmat teater di daerah ini, Kala Sumatera II lebih baik dibanding pada tahun lalu. Hal itu menunjukkan bahwa perempuan punya kemampuan menggarap sebuah pertunjukan, yang selama ini hanya jadi pemain. “Saatnya memang perempuan punya karya,” kata dia seusai menyaksikan “Melodi Pengakuan” Teater Selembayung, Rabu (27/7) lalu.

Seluruh penampilan diamati Novi dari Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta dan Falencia Hutabarat (HIVOS), dan Dino dari FTJ. Pada hari terakhir (29/7) ditutup dengan pementasan grup teater yang diundang, yakni Teater Satu (Lampung) dan Teater Tulang (Solo).

Dua grup bintang tamu akan mementaskan monolog “Kenang-kenangan Seorang Perempuan” karya WS Rendra (Teater Satu), dan “Bila Malam Bertambah Malam” karya Putu Wijaya (Teater Tulang).

Sementara itu, Teater Rumah Mata (Medan) pada Kamis (28/7) mementaskan “Jendela-Jendela” karya Sakinah dan sutradara Sidratul Muntaha. Permainan Rumah Mata tergolong kuat. Meski naskah ini adaptasi dari “Malam Terakhir”-nya Yukio Mishima, di tangan anak-anak Medan ini menjadi cair dan mengalir.

Di panggung hanya tiga pemain: Ayu Lestari (anak kelas 6 SD yang berperan idiot), Sidratul Muntaha (sebagai nenek yang juga idiot), dan Agus Susilo (pemuda yang kerap mengancam dan menggangu nenek). Akhir dari cerita, Ayu Lestari bermimpi menarikan tor-tor.

Terus terang, Ayu Lestari sangat bagus memainkan perannya. Ia konsisten sebagai anak idiot yang seluruh tubuhnya bergoyang. Agaknya, dia layak sebagai pemain teater berbakat di kemudian hari. Hanya itu.

Isbedy Stiawan ZS, sastrawan, penikmat teater, tinggal di Bandarlampung.

Sumber: Riau Pos, Minggu, 31 Juli 2011

Masjid Tertua di Bandarlampung Dibenahi Sambut Ramadhan

Bandarlampung, 31/7 (ANTARA) - Pengurus Masjid An Anwar, salah satu masjid tertua di Kota Bandarlampung, tengah berbenah untuk dugunakan shalat Tarawih saat Ramadhan yang diperkirakan jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011 mendatang.

"Bulan puasa sudah tinggal sehari, makanya kami saat ini berbenah untuk mengantisipasi umat yang hendak beribadah, khususnya shalat Tarawih," kata Pengurus Masjid Al Anwar Telukbetung Selatan, di Bandarlampung, Minggu.

Ia mengungkapkan, kegiatan berbenah tersebut sudah berlangsung sejak tiga hari yang lalu.

Pembenahan ditekankan pada pemberian kenyamanan bagi jamaah yang akan melaksanakan ibadah di masjid tersebut.

"Saat ini kami tekankan pada kebersihan masjid dan sekitarnya, serta perbaikan sarana dan prasarana ibadah," ujar dia.

Ia menambahkan, selama Ramadhan salah satu masjid tertua di Provinsi Lampung itu selalu dipenuhi baik dari warga sekitar maupun jamaah dari kampung tetangga yang hendak melaksanakan ibadah shalat Tarawih.

"Biasanya banyak jamaah dari kampung tetangga yang sholat di sini karena selain tempatnya luas, juga masjid-masjid di kampungnya sudah tidak bisa menampung jamaahnya lagi," kata dia.

Dia menjelaskan, pengurus masjid tersebut sudah kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mengisi bulan Ramadhan.

Sementara itu, Pengurus Masjid Assa'addah, Kelurahan Kangkung Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandarlampung, Syaiful Qori mengatakan selain kebersihan dan perbaikan sarana masjid itu juga sedang mempersiapan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama bulan Ramadhan.

"Biasanya selama Ramadhan, masjid tidak pernah sepi kegiatan, mulai dari shalat tarawih, tadarus, hingga penyelenggaraan menjelang buka puasa," kata dia.

Menurut dia, selama Ramadhan jadwal kegiatan padat, hampir setiap waktu ada kegiatan untuk beribadah karena bulan Ramadhan merupakan bulan kemenangan dan pengumpulan pahala.

Sumber: Antara, Minggu, 31 Juli 2011

July 30, 2011

'Kenang-kenangan Perempuan Pemalu' Tutup Kala Sumatera 2011

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pertunjukan monolog Desi Susan yang mengusung syair Kenang-kenangan Seorang Perempuan Pemalu karya W.S. Rendra dan sutradara Iswadi Pratama, Jumat (29-7) menutup rangkaian kegiatan Kala Sumatera 2011 yang berlangsung di Taman Budaya Lampung (TBL) sejak 25 Juli lalu.

Pertunjukan monolog Desi Susan yang mengusung lakon Kenang-kenangan Seorang Perempuan Pemalu karya W.S. Rendra dan sutradara Iswadi Pratama mendapat aplaus para penonton pada penutupan pergelaran Kala Sumatera 2011 di Taman Budaya Lampung (TBL), Bandar Lampung, Jumat (29-7). LAMPUNG POST/ZAINUDDIN

Penampilan rapi dengan kolaborasi gerak tubuh dan kosakata yang padu dalam membangun jalannya cerita syair tersebut, membuat sajian monolog yang disuguhkan Teater Satu ini tidak jarang mengundang raut wajah sedih dan gelak tawa dari ratusan penonton yang didominasi kalangan remaja tersebut.

Gelar karya teater perempuan Sumatera ini yang diikuti sembilan grup teater dari Sumatera, seperti Jambi, Lampung, Palembang, Bengkulu, Padang Panjang, dan Medan tersebut pada hari terakhir kemarin juga menampilkan pertunjukan dari Teater Tulang Solo.

Pemenang Festival Teater Remaja se-Jawa Tengah tahun 2010 ini memperagakan pertunjukan teater dengan mengusung syair Bila Malam Bertambah Malam hasil karya Putu Wijaya.

Manajer Operasional Kala Sumatera 2011, Imas Sobariah, mengatakan kegiatan yang melibatkan teater se-Sumatera tersebut merupakan yang kedua kali digelar di Lampung setelah sebelumnya kegiatan serupa digelar tahun 2009 silam.

Menurut Imas, kegiatan itu dalam upaya mengenalkan potensi dan kemampuan kualitas seni teater di Sumatera, khususnya di Lampung di kancah nasional. "Selama ini untuk seni teater kiblatnya masih di Pulau Jawa atau Bali, padahal Lampung dan daerah lain di Sumatera juga banyak yang berkualitas," ujarnya.

“Sebab itu, melalui kegiatan ini kami mencoba untuk menunjukkan eksistensi geliat teater yang ada di Sumatera," kata Imas saat ditemui Lampung Post, usai pergelaran Kala Sumatera 2011.

Ia menambahkan selama lima hari pergelaran Kala Sumatera, sedikitnya 300 penonton selalu hadir memadati Teater Satu Taman Budaya Lampung. Hal ini menunjukkan jika seni teater, khususnya yang ada di Lampung, mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat, khususnya di kalangan remaja.

"Bahkan, penontonnya tidak hanya dari Bandar Lampung, tetapi juga dari kabupaten/kota di Lampung," ujarnya. (YAR/D-2)

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 30 Juli 2011

Sampaikan Pesan melalui Dongeng

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dalam dongeng banyak pesan moral yang bisa disampaikan kepada anak-anak tanpa sebuah pemaksaan. Jika kemasan pementasan dongeng tersebut baik, akan membuat anak-anak tertarik dan dengan sendirinya menyerap pesan moral yang disampaikan.

Hal itu dikemukakan Pemimpin Umum Majalah Gemas Iin Muthmainnah pada Parade Dongeng, yang digelar di ruang pertemuan Toko Buku Fajar Agung, Jumat (29-7). Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional.

Iin menjelaskan parade dongeng diadakan sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pendidikan anak usia dini.

Kegiatan mendongeng merupakan pijakan awal dari serangkaian kegiatan harian pada lembaga pendidikan anak usia dini. "Mau tidak mau, guru atau pendidik harus bisa mendongeng ataupun bercerita dengan baik agar kegiatan bermain dan belajar pada pendidikan formal atau nonformal berjalan dengan baik dan sesuai dengn tujuan," ujarnya.

Dalam acara parade dongeng tersebut juga dilakukan peluncuran ke publik majalah Gemas edisi baru.

Iin mengatakan penerbitan majalah yang berkonsentrasi pada pengasuhan serta pendidikan kepada anak usia dini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial kepada pola dan tumbuh kembang anak-anak.

"Informasi yang benar tentang pendidikan dan pengasuhan anak usia dini harus sampai ke masyarakat. Untuk itu diperlukan sebuah media yang dapat menjadi referensi khusus bagi pendidik dan orang tua di rumah dalam melaksanakan pendidikan anak usia dini yang berkualitas," kata dia.

Iin mengatakan majalah Gemas tersebut bentuk baru dari majalah Gemas yang telah terbit tiga edisi sebelumnya, mulai dari bentuk atau tampilan yang lebih handy hingga penambahan rubrik.

"Hampir 90% isi majalah Gemas ini diubah. Semua rubriknya baru. Dan ada pula rubrik yang memungkinkan orang tua menggunakannya sebagai bahan pengasuhan di rumah," kata dia. (MG3/K-1)

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 30 Juli 2011

July 28, 2011

Kearifan Lokal Lampung Terancam

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kelangsungan adat dan kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Lampung, terancam. Hal ini terjadi akibat tidak adanya keterkaitan atau proses sistematis dalam membangun kearifan lokal, baik dari Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah.

"Dalam beberapa puluh tahun mendatang, kearifan atau adat-adat lokal terancam dan kemungkinan bisa saja mati. Dan yang paling dikhawatirkan tentu saja punahnya bahasa Lampung," kata Oyos Suroso dalam seminar dengan tema Kontribusi kearifan lokal adat budaya daerah dalam proses pembangunan di Provinsi Lampung di Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, kemarin (27-7).

Seminar digelar Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (Pussbik). Hadir juga sebagai pembicara, Kabid Kebudayaan dan Kesenian Yusuf Rusman mendampingi Kepala Disbudpar Lampung Gatot Hudi Utomo dan penggiat masyarakat adat Ikhwan M. Nur atau Buyung.

Menurut Oyos, salah satu kendala untuk mendukung eksistensi kearifan lokal yang terjadi saat ini, yakni selain terletak pada persoalan strategi kebudayaan yang tidak jelas, juga tidak adanya kebijakan yang strategis untuk menjadi wadah kearifan lokal.

Kondisi tersebut, kata Oyos, sudah terjadi saat memasuki era reformasi. Hal ini berbeda dengan era Orde Baru yang justru lebih jelas, seperti adanya pendidikan kesenian di sekolah-sekolah.

"Saat ini pendidikan kesenian hanya dipelajari sampai tingkat SD. Dengan kebijakan seperti ini, keterkaitan tentang kearifan lokal menjadi terbatas dan pengetahuan yang didapat pun hanya sebatas muatan lokal," ujarnya.

Ia menambahkan sebagian elite politik dan pemangku kepentingan serta masyarakat masih mengategorikan kebudayaan sebagai kata benda dan tidak menyertakan proses-proses kehidupan. Hal ini berdampak pada terabaikannya dimensi kebudayaan yang terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal.

Yusuf Rusman mengatakan pihaknya sudah mengusung program pengembangan kepariwisataan untuk tetap menjaga kelestarian kearifan lokal dengan mempertahankan tradisi budaya di setiap daerah.

"Langkah-langkah yang kami lakukan di antaranya dengan membentuk kreasi wisata dalam upaya untuk tetap mempertahankan kearifan lokal," kata dia.

Dengan demikian, berbagai kearifan lokal di Lampung akan tetap terjaga dengan baik. "Kita lihat saja di daerah-daerah seperti Lampung Barat, Lampung Timur, dan Lampung Utara yang masih tetap konsisten berkomunikasi dengan bahasa daerah Lampung," kata Yusuf. (YAR/K-1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 28 Juli 2011

July 26, 2011

9 Grup Teater Perempuan Se-Sumatera Tampil di Taman Budaya Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sebanyak Sembilan grup teater dari Sumatera akan tampil dalam pergelaran karya Panggung Perempuan Sumatera yang diselenggaran Teater Satu bekerjasama dengan HIVOS, Belanda, 25-29 Juli 2011, di Taman Budaya Lampung.

Perhelatan ini dibuka Senin (25-9), dengan penampilan grup teater UKMF KSS Universitas Lampung dengan menampilkan lakon “Tanah” karya Anggraini Afgar, Sutradara Karlina. Lakon ini mengangkat isu poligami dengan latar keluarga kelas menengah.

Kisah yang dikemas dalam warna lokal dan bersifat komedi ini dimainkan oleh aktor-aktor muda dari FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Universitas Lampung dengan renyah dan sangat komunikatif.

Anggraini, pemeran isteri tua dan Heri pemeran suami, cukup kompak dan mampu memunculkan karakter orang Lampung dengan segala perangai dan tingkah polah yang kocak. Demikian pula dengan pemeran lainnya. Konflik soal poligami yang seringkali menjadi wacana “serius” dan banjir tangis, di tangan anak-anak KSS menjadi tontonan yang menggelitik tanpa kehilangan pesan dan kritiknya yang tajam.

Cerita yang mengandung konflik, intrik, muslihat, dan persekongkolan ini diawali dengan percekcokan antara Yusni (isteri tua), dan Zubaidah (isteri muda). Yusni sangat cemburu dan sakit hati melihat perlakuan suaminya, Baijuri, yang cendereung memanjakan dan mengistimewakan ZubIdah.

Di hadapan Baijuri dan Yusni, Zubaidah selalu tampak sebagai isteri yang patuh dan sabar. Inilah yang membuat Baijuri kian sayang padanya. Tanpa disadari Baijuri, Yusni sebenarnya telah mempengaruhi Zubaidah untuk melawan Baijuri dengan cara tersembunyi. Keduanya bersekongkol untuk perlahan-lahan menaklukan Baijuri.
Persekongkolan keduanya kian sempurna dengan minggatnya Yusni dari rumah. Hal ini dimanfaatkan oleh Baijuri untuk menggaet wanita baru lagi untuk dinikahinya. Tanpa disangka Baijuri, wanita ketiga ini pun bagian dari persekongkolan Yusni dan Zubaidah. Di ujung cerita, semua wanita itu, ditambah dengan Ibu haji dan teman Yusni lainnya, bersatu “menghakimi” Baijuri sehingga laki-laki itu tunduk-takluk di bawah perintah mereka.

Isu yang sama juga diusung oleh Teater Donga Chinga (Bengkulu). Naskah yang ditulis Yusni Hidayat dan disutrdrai Putri ini mengisahkan tentang seorang gadis tua namun senantiasa tampak sangat cantik dan mampu membuat setiap laki-laki luluh-hati terhadapnya.
Lambat laun, para isteri yang merasa terganggu dan cemas karena suami-suami mereka tergoda dengan kecantikan Si Gadis Tua bereaksi dengan berbagai sikap. Fitnah, rumor, dan bahkan upaya menghakimi Si Gadis Tua pun mulai terjadi. Lakon yang dimainkan oleh sebagian besar aktor yang masih sangat belia ini juga dikemas dalam bentuk dan warna lokal disamping tetap menerapkan prinsip-prinsip teater modern.

Tak kalah dengan Teater UKMF KSS, teater Donga Chinga pun berhasil menampilkan sebuah pertunjukan yang segar, menghibur, namun tetap memberikan nilai perenungan bagi penonton.

Menurut Imas Sobariah, Manajer Operasional Perhelatan Panggung Perempuan Sumatera ke-II ini, seluruh grup yang tampil memang akan mengusung isu di seputar perempuan. “Ini sebuah program yang kami rancang untuk memberdayakan para penulis, sutradara, dan aktor perempuan.

Mereka juga akan mengangkat tema-tema tentang perempuan. Mualai dari lingkungan domestic (dalam keluarga) hingga ke tataran system politik, sosial, ekonomi, dan Negara,” kata Imas.

Selasa (26/7), tampil Teater Sakata (Padang Panjang) mengangkat lakon “Dongeng Mande dari Bukit Tui” karya ia Suswati pada pukul 14.00 WIB, dan Teater Catur (Palembang) dengan naskah “Atira” karya Ayu Lestari, sutradara Sania Marian Sari, pukul 16.00 WIB. (ZUL/K-1)

Sumber: Lampung Post, Selasa, 26 Juli 2011

Sastrawan Sambut Baik Lomba Puisi Kemerdekaan

Bandarlampung, 26/7 (ANTARA) - Sastrawan Lampung Isbedy Setiawan ZS menyambut baik perlombaan baca puisi yang digelar dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan RI tahun ini.

"Pekan lalu saya diundang menjadi juri lomba baca pusi di Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah," kata dia di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengaku senang karena sekitar 60 peserta dari tingkat SD, SMP, dan SMA serta berharap di sejumlah daerah dapat melakukan hal serupa.

"Hal tersebut untuk memotivasi sikap patriotik dan humaniora dalam diri siswa yang notabene generasi muda," kata dia.

Dengan terbiasa membaca puisi, lanjutnya, siswa terbiasa menarasikan gagasan dan khayalan atau imajinasinya.

"Bukankah sejumlah ilmuwan menemukan gagasan berawal dari khayalan," jelas dia.

Selain baca puisi, peringatan HUT RI di kecamatan tersebut juga diisi dengan lomba dan pertandingan olahraga serta kegiatan seni lainnya.

Camat Sendangagung, Lampung Tengah Ahmad Nizar mengatakan, berbagai lomba olahraga dan seni tersebut untuk menyambut kemerdekaan Indonesia dan dipusatkan di tanah lapang halaman kantor kecamatan tersebut.

Lomba yang diadakan di antaranya bola voli, gaple, sepak bola, dan lomba lari. Sedangkan lomba seni seperti lagu dan baca puisi tingkat SD hingga SMA.

Selain itu juga dilaksanakan pameran pembangunan mulai Senin (25/7) sampai Sabtu (30/7). Sepanjang pameran pembangunan, pada malamnya digelar beragam pentas kesenian.

Kecamatan Sendangagung, menurut Nizar, sebelumnya seperti tidur dari keriuhan aktivitas. Namun, sejak enam bulan dia menjadi camat berbagai aktivitas masyarakat difasilitasi. Hasilnya, salah satu desa di kecamatan itu mewakili Lampung Tengah mengikuti lomba desa tingkat Provinsi Lampung.

Sebelumnya, Isbedy meminta Dinas Pendidikan di Indonesia dapat memasukkan pengajaran sastra, minimal puisi, ke dalam kurikulum di sekolah tingkat menengah atas (SMA) karena sangat membantu para siswa untuk bernarasi.

"Selain itu, mereka belajar mengemukakan pendapatnya secara demokratis setelah membaca karya puisi. Karya puisi melatih siswa bersikap humanis," katanya.

Ia yang menghadiri Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V di Palembang, 16-19 Juli 2011, mengatakan, salah satu butir rekomendasinya memasukkan karya puisi dalam pelajaran di sekolah.

"Semestinya bukan ekstrakurikuler atau biasa disebut ekskul, tetapi dimasukkan dalam pelajaran seperti bahasa Indonesia, matematika, dan lain-lain. Kalau belum memungkinkan saat ini, pihak sekolah berinisiatif mengundang sastrawan masuk ke sekolah minimal dua minggu sekali," ujar dia.

Sastrawan Lampung itu pun mengkhawatirkan jika karya sastra, dalam hal ini puisi, kurang disentuh dalam pengajaran di sekolah, maka lambat laun akan ditinggalkan. Padahal, karya sastra adalah bagian dari kebudayaan Indonesia.

"Saya bisa bayangkan jika sastra atau seni berbahasa ini ditinggalkan atau pun dilupakan generasi muda. Anak-anak kita pada suatu masa akan kehilangan berbahasa yang indah dan runut," ujar dia.

Sumber: Antara, Selasa, 26 Juli 2011

Pertarungan Gagasan dalam Pemilihan Rektor Unila?

Oleh Syarief Makhya


HANYA tersisa waktu kurang dari dua bulan, Unila akan menggelar pemilihan rektor. Tahapan pemilihan rektor sudah mulai dilaksanakan dan sampai sekarang sudah terjaring tiga calon rektor, yaitu Sugeng P. Harianto, Wan Abas Zakaria, dan Paul. Berbeda dengan pemilihan rektor sebelumnya, berdasar Permendiknas No. 24 Tahun 2010, pemilihan rektor Unila sekarang tidak hanya dipilih oleh senat Unila yang berjumlah sekitar 66 orang, tapi juga secara bersama-sama juga akan dipilih oleh Mendiknas dengan proporsi suara sebesar 35%.

Keterlibatan Mendiknas dalam memilih rektor, apa pun alasannya, adalah sebuah bentuk intervensi terhadap otoritas senat yang selama ini otonom dan memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam memilih rektor. Intervensi Mendiknas secara jelas akan berimplikasi buruk terhadap persaingan di lingkungan para kandidat rektor, karena akan memberikan ruang yang bersifat politis sehinga akan sulit untuk menentukan pilihan yang objektif dalam memilih rektor.

Pemilihan rektor bukan hanya agenda rutin pergantian kepemimpinan setiap empat tahunan, melainkan merupakan momentum untuk melakukan reformasi. Jika pemilihan rektor dipahami sebagai agenda untuk melakukan reformasi, isu yang diusung dalam pemilihan rektor bukan isu politis atau isu kampanye hitam. Alangkah tidak elok jika dalam komunitas akademik berkembang isu-isu yang lazimnya dipraktekkan dalam dunia politik praktis, semisal kampanye hitam.

Dalam pemilihan rektor, apa pun sistemnya, akan terjadi persaingan. Namun, persaingan harus mengarah pada perbaikan institusi serta berorientasi pada perubahan. Pemilihan rektor akan ditentukan oleh anggota senat yang mayoritas bergelar profesor dan doktor, maka pemilihan tentu akan dilakukan dengan cara-cara yang rasional. Oleh sebab itu, seharusnya yang terjadi dalam persaingan pemilihan rektor adalah pertarungan gagasan. Siapa yang memiliki dan berkemampuan mengusung gagasan untuk mewujudkan visi misi Unila disertai dengan program-program yang konkret dan oprasional, dari mana pun dan siapa pun kandidat tersebut, layak untuk dipilih. Budaya pemilihan rektor sepertinya belum mengarah pada pertarungan gagasan. Setiap menjelang pemilihan rektor, yang berkembang dikalangan sivitas akademika, bukannya mendiskusikan persoalan gagasan, melainkan masih cenderung pada sentuhan isu-isu yang bersifat emosional dan politis.

Mewujudkan Visi Unila ?

Unila sudah menetapkan visi menjadi 10 perguruan terbaik di Indonesia dan juga hendak go international dalam skema World Class Research University (WCRU). Namun, pertanyaan mendasar strategi implementasi, seperti apa yang bisa mewujudkan visi tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini sesungguhhnya yang menjadi pekerjaan rumah bagi rektor Unila ke depan.

Mimpi Unila untuk memosisikan diri sebagai perguruan tinggi yang berdaya saing di tingkat nasional dan international adalah sesuatu yang realistis karena perkembangan komunitas akademik di Unila dari tahun ke tahun menunjukkan membaik.

Namun, pencapaian visi Unila belum didukung kapasitas manajemen dan perubahan budaya akademik yang mendukung terhadap peran Unila sebagai sumber pengembangan ilmu.

Visi Unila, secara subtansial adalah visi pengembangan ilmu, bukan visi dalam pengertian yang bersifat teknis. Oleh sebab itu, pengelolaan sumber daya harus diarahkan pada pengembangan ilmu dan peningkatan kinerja dalam proses pembelajaran. Pengembangan ilmu dan peningkatan proses pembelajaran bukan hanya dalam konteks mengejar peringkat, melainkan sampai seberapa jauh ilmuwan Unila itu mampu memberi kontribusi terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Untuk mencapai visi tersebut, penguatan kinerja jurusan atau program studi menjadi penting dan strategis, karena pelaku dan tanggung jawab pengembangan ilmu ada pada unit-unit kecil, yaitu jurusan dengan program-Program studi dan pusat-pusat penelitian.

Upaya lain untuk mewujudkan visi Unila adalah membangun good university governance (GUG) yang sampai sekarang menjadi persoalan mendasar. Visi dan misi Unila hanya bisa diwujudkan apabila manajemen universitas mampu melaksanakan pilar GUG, antara lain kemampuan leadership, integritas, dan manajerial yang baik.



Kapasitas Manajerial dan Akademik

Merujuk pada problem yang dihadapi Unila, prasyarat penting untuk rektor Unila harus memiliki kapasitas manajerial dan kapasitas akademik yang memadai. Kemampuan manejerial ini bukan hanya sebatas pada kemampuan untuk mengelola perguruan tinggi dari aspek pemenuhuan sarana fisik pembelajaran atau pengelolaan sumber dana, melainkan yang paling penting adalah kemampuan untuk memobilisasikan intelectual resource.

Rektor juga harus memiliki kapasitas akademik, karena mengelola perguruan tinggi sangat berbeda dengan mengelola birokrasi pemerintahan pada umumnya. Jabatan rektor dalam persepsi publik adalah simbol intelektual. Oleh sebab itu, rektor juga harus mampu mengelola dan mengarahkan peran transformasi ilmu kepada masyarakat, perguruan tinggi harus menjadi sumber rujukan untuk memberi solusi terhadap problem yang dihadapi di daerah, ia harus mampu memberikan pencerahan pada publik, dan ia harus memiliki komitmen dan kepedulian untuk melakukan perubahan di lingkungan yang ada di sekitarnya serta menawarkan alternatif gagasan untuk melakukan perubahan pada masyarakat.

Syarief Makhya, Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila

Sumber: Lampung Post, Senin, 25 Juli 2011

July 24, 2011

[Inspirasi] Zesy, Diam-Diam Melahirkan Tiga Novel

TAK banyak penulis novel perempuan asal Lampung yang sudah meluncurkan novelnya di usia remaja. Dari sedikit itu ada Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Diam-diam novelis kelahiran Bandar Lampung, 10 Oktober 1993, ini sudah melahirkan tiga novel.

Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (LAMPUNG POST/SONI ELWINA)

Hebatnya, sebuah cerpen berbahasa Inggrisnya berjudul Boy With Doughnut Basket menjadi juara pertama dalam ajang National Children Day 2011 di Jakarta. Zesy, demikian ia biasa dipanggil berhasil menyisihkan ratusan peserta yang tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga berasal dari luar negeri.

Dua buah novel telah diluncurkan sebelumnya, Indigo Girl (2010) dan Down The Little Abbey (2011). Sebagai penulis, Zesy biasanya menggunakan nama Ginger Elsye Shelley. Novel yang ketiga dan akan diluncurkan Agustus ini adalah Miss Tuddles.

Zesy adalah buah cinta pasangan Syamsul Arifin dengan Nurbadi'ah. Saat ini Zesy melanjutkan sekolah di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad). Sebelumnya ia bersekolah di SMPN 4 Bandar Lampung kemudian melanjutkan ke SMAN 10 Bandar Lampung.
Nurbadi'ah, mama Zesy, menuturkan di bangku sekolah Zesy yang bercita-cita memiliki kafe ini merupakan murid cerdas. Ia sempat terpilih mengikuti pertukaran pelajar Genesis ke Jepang pada 2009 dan pertukaran pelajar Asean ke Malaysia pada 2010. Seleksi pertukaran pelajar Genesis ini terkenal sangat ketat. Hanya enam orang yang terpilih dari Indonesia untuk mengikuti pertukaran pelajar.

Naluri seni rupanya mengalir deras dalam diri muli yang agak pendiam ini. Selain goresan pena berupa tulisan, ia juga melukis, menyanyi, dan memainkan alat musik sakospon. Semua ilustrasi novelnya dibuat sendiri oleh Zesy. Rumahnya yang memiliki desain seperti rumah barby ini pun dipenuhi dengan lukisan karya Zesy. Lukisan Zesy ini diminati kolektor lukisan dari luar negeri, seperti Kamboja dan Filipina.

"Lukisan yang masukkan ke internet, eh ternyata ada yang berminat," kata Zesy yang ditemui di Graha Patimura Resto, Kamis (21-7).

Sebelumnya, Zesy tidak memberitahukan orang tuanya mengenai novel dan cerpen yang ia buat. Kebiasaannya menyendiri diri di kamar ternyata diisi untuk menulis. Kemudian hasil tulisannya ia tawarkan ke sejumlah penerbit melalui internet. Ia melakukan kontrak sendiri dengan penerbit untuk menerbitkan novelnya tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Sang ayah, yang kebetulan sedang melakukan perjalanan ke Toko Buku Gramedia di Mal Taman Anggrek Jakarta, mendapati novel karya Zesy dipajang. "Saya malu, takut novelnya enggak bagus," kata Zesy.

Zesy yang mempunyai segudang prestasi ini tidak hanya pandai membuat novel, cerpen, melukis, menyanyi, dan bermain alat musik. Ia juga langganan mendapatkan juara story telling sejak duduk di bangku SMP.

Kegiatannya setiap hari ia isi dengan membaca buku. Tak hanya buku berbahasa Indonesia, tapi juga buku-buku berbahasa Inggris.

Di balik kesehariannya yang bergaul dengan buku dan internet, ternyata Zesy memiliki jiwa sosial yang tinggi. Hadiah yang ia terima dari setiap perlombaan sering ia berikan kepada orang-orang tak mampu. Bahkan, hadiah menulis cerpen berbahasa Inggris yang ia terima sebesar Rp4 juta, ia berikan kepada penjual donat di dekat rumahnya. "Cerpen ini inspirasinya dari penjual donat itu, saya sudah berjanji kalau menang hadiahnya untuk dia," kata Zesy.

Selain mendapatkan inspirasi dari kehidupan di sekitarnya, Zesy terkadang menyendiri untuk sejenak mencari inspirasi dari tulisannya. Biasanya Zesy pergi tengah malam ke suatu tempat yang sepi. "Biasanya saya nongkrong di pondokan Bukit Randu, sampai ditegur satpam suruh pulang," kata cewek manis ini.

Novel dan cerpen Zesy berisi cerita khas anak remaja, human interest, percintaan, pergaulan, dan cerita cinta kehidupan remaja. Segudang prestasi dan kegiatannya tidak melupakan Zesy dengan jerih payah orang tuanya. "Saya bangga mempunyai keluarga ini, keluarga yang tidak mungkin dimiliki orang lain,” kata Zesy.

Meskipun kini menetap di Bandung, hampir setiap bulan Zesy berkumpul dengan teman-temannya, atau sekadar menyapa teman melalui e-mail-nya kiwi.kuma@yahoo.com. (SONI ELWINA/P-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 24 Juli 2011

July 20, 2011

Budaya Lampung dan Tantangan Modernitas

Oleh Muslim Basyar


BANGSA Indonesia memiliki beragam kebudayaan daerah. Ini setidaknya tercermin dari keanekaragaman kesenian, bahasa, suku, dan adat istiadat. Namun, geliat pembangunanisme yang terus dijalankan di negeri ini ternyata tak hanya membawa dampak positif berupa perubahan dalam struktur masyarakat yang menjadi lebih maju. Tapi juga menimbulkan dampak negatif dengan menurunnya kuriositas masyarakat pribumi dalam melestarikan budayanya sendiri.

BUKANLAH hal baru jika kebudayaan nasional menjadi kurang berkembang. Sebab, seperti dikemukakan di muka, laju perkembangan dunia yang terbingkai dalam arus besar globalisasi dan modernisasi memiliki pengaruh yang kuat untuk menghambat itu semua. Demikian pula yang terjadi di Lampung. Maraknya seni budaya luar yang menjamur di daerah ini tak pelak lagi membuat kebudayaannya menjadi bergeser.

Sesungguhnya, seni budaya Lampung dan daerah yang lain tak lain merupakan suatu pola hidup menggambarkan kepribadian masyarakat itu sendiri. Sebab diakui atau tidak, beragam budaya yang ada dalam masyarakat Lampung banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Islam dan Hindu yang acap bernuansa magi (spiritual) dan simbolis.

Tujuan dan kegunaan dari suatu karya seni bisalah dikatakan sebagai sarana dan ekspresi kehidupan agar ia berguna bagi kemajuan peradaban. Akan tetapi, dalam realitas sosial suku Lampung, nilai-nilai seni budaya yang juga ditujukan sebagai sebuah proses guna meningkatkan pengetahuan dan peradaban secara turun-temurun. Secara (tak) langsung, kini mulai hilang dan tidak lagi terinternalisasi dalam jiwa masyarakatnya.

Adanya perubahan dan perkembangan pemikiran serta pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh proses industrialisasi, telah mengubah struktur kerja masyarakat yang agraris ini. Industrialisasi telah membawa dampak terhadap meningkatnya aktivitas pekerjaan dan mobilitas penduduk guna memenuhi kebutuhan hidup di tengah persaingan yang begitu ketat. Konsekuensinya, individu dalam masyarakat menjadi sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga tidak ada waktu untuk menikmati atau mengadakan acara seni budaya.

Perkembangan pemikiran pada masyarakat suku Lampung, seyogia membuat masing-masing dari mereka memiliki tingkat kreativitas tinggi dalam melestarikan seni budayanya. Kenyataannya, masyarakat Lampung ternyata terbawa oleh nilai budaya daerah lain. Ini setidaknya disebabkan oleh proses transmigrasi yang telah lama menimbulkan pembauran masyarakat, yang di dalamnya kerap membawa dan menggunakan nilai budayanya masing-masing.

Terlebih, kuantitas penduduk pendatang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Lampung sendiri. Selain itu, pengaruh letak geografis provinsi ini sebagai daerah lintas dan penghubung antara pulau Sumatera dan Jawa juga bisa kita tunjuk sebagai penghambat perkembangan seni budaya Lampung selanjutnya. Sebab, ini mengakibatkan budaya dari luar sangat mudah masuk sehingga terjadilah pembauran yang cenderung tak harmonis.

Modernisasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk perubahan sosial yang didasarkan pada social planning. Proses ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas, sehingga mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional menuju ke pola modern gaya barat. Terjadinya modernisasi tentu akan mengubah sistem nilai dan norma sosial masyarakat itu, dari yang tradisional ke bentuk modern.

Permasalahan yang kemudian timbul adalah modernisasi menjadi tujuan utama dan dianggap sebagai sesuatu yang harus dikuasai dan diikuti sehingga nilai-nilai yang telah lama dimiliki lambat laun hilang. Ujung-ujungnya, kepribadian individu dalam masyarakat pun menjadi berubah dan budaya tradisional semakin tak diminati pemiliknya sendiri.

Proses ini pun terjadi dalam dimensi kehidupan masyarakat Lampung. Hal yang begitu terpengaruh adalah dari segi adat istiadat dan seni budaya yang sudah sangat jarang dipakai. Salah satu contoh dalam pelaksanaan pesta adat, di mana kegiatan ngehantakh (menghidangkan makanan) sudah diganti dengan model perancisan.

Di sisi lain, keengganan generasi muda suku Lampung untuk mempelajari dan melestarikan budayanya sendiri menjadi sesuatu yang juga bisa kita tunjuk ikut menghambat perkembangan budaya Lampung. Bahkan, bahasa Lampung sudah sangat jarang sekali digunakan dalam interaksi sosial sehari-hari, terutama daerah perkotaan.

Walau banyak lembaga yang bergerak dalam bidang seni budaya Lampung, media ini kurang menarik minat para pemudanya untuk berkreativitas sehingga belum menampakkan hasil konkret bagi kemajuan seni budaya Lampung. Hal tersebut disebabkan oleh tidak efektifnya pola dan mekanisme yang diterapkan dalam manajemen organisasi.

Untuk itu, diperlukan penanganan yang intensif melalui sentuhan tangan kreatif dari para pakar dan ahli, termasuk pejabat pemerintah daerah serta pengusaha dalam rangka melestarikan seni budaya ini. Paling tidak bahasa Lampung harus tetap eksis dalam masyarakat suku Lampung sendiri. Terlebih, dalam menghadapi tantangan modernisasi yang semakin gencar.

Pelestarian seni budaya Lampung tidak cukup hanya menggelar pameran-pameran seni budaya atau kegiatan adat-istiadat, tapi juga harus dengan langkah konkret. Yaitu peningkatan kualitas individu masyarakat suku Lampung, baik dalam bidang ekonomi maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, kita sangat berharap agar para pemuda Lampung beserta tokoh adat dan aparat pemerintah daerah bisa mengambil langkah yang efektif dan kreatif. Jika tidak, dalam beberapa dekade saja seni budaya Lampung ini akan punah.

Maka dalam rangka melestarikan seni budaya Lampung, peningkatan kualitas dan mutu masyarakat terutama generasi mudanya sangatlah bersifat esensial serta mendesak. Begitu kompleksnya persoalan yang menerpa seni budaya Lampung di atas, mestilah menimbulkan suatu pemikiran baru bagi kita semua bahwa sudah saatnya kita menengok kembali lumbung padi dan warisan leluhur yang sudah lama tersimpan dan hampir hilang ditelan zaman. Sebab, jika terus-menerus menengok ke luar (baca: seni budaya daerah dan bangsa lain), statemen yang mengatakan bahwa esok lusa seni budaya Lampung akan punah, bisa benar-benar terjadi dan tak bisa kita tampik keberadaannya.

Muslim Basyar, Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Lampung

Sumber: Radar Lampung, Rabu, 20 Juli 2011

July 18, 2011

Tari Sekura Pikat Warga Lampung Barat

Liwa, Lampung, 18/7 (ANTARA) - Sejumlah warga terpukau menyaksikan pagelaran tari akbar "Sekura" yang dilaksanakan di Pekon (Desa) Canggu, Lampung Barat, sebagai tradisi tari masyarakat setempat.

"Pagelaran tari massal 'Sekura' yang melibatkan 98 penari daerah ini memukau ribuan masyarakat yang datang dari dalam dan luar daerah," kata Koreografer tari Lampung Barat, Nyoman Mulyawan, Senin.

Dia menjelaskan, pelaksanaan tari akbar tersebut menampilkan berbagai macam atraksi tari daerah yang menonjolkan keelokan dari topeng "Sekura".

"Pagelaran akbar tari 'Sekura' berjalan dengan lancar, panitia tidak menemukan kendala di lapangan, sehingga pelaksanaan tersebut berjalan sesuai dengan rencana, bahkan masyarakat kagum dan terlarut dalam penampilan yang disuguhkan tersebut," kata dia.

Menurutnya, tari "Sekura" pantas di sejajarkan dengan tari yang sudah ternama di Indonesia.

Nyoman menjelaskan, persiapan melaksanakan pentas tari akbar tersebut memakan waktu tiga bulan lebih, dengan penari dari sanggar tari daerah dan masyarakat setempat.

"Bersyukur masyarakat yang berada di daerah ini mampu membantu pelaksanaan pagelaran tari akbar, sehingga penampilan yang disuguhkan mampu memberikan hiburan dan pengetahuan terhadap masyarakat pendatang yang sengaja menyaksikan pagelaran tari tersebut," kata dia.

Kemudian, lanjut Nyoman, panitia juga melibatkan mahasiswa yang berasal dari Lampung Barat yang menjalani pendidikan pada Institut Seni Indonesia di Jogyakarta, mereka telah melakukan berbagai latihan dan narasi tari yang akan ditampilkan tersebut.

"Sekura" dalam kebudayaan Lampung artinya topeng (menutup wajah) atau mengubah penampilan yang menggambarkan berbagai bentuk sifat di muka bumi ini, tetapi dalam pesta "sekura" penggambarannya adalah suasana kegembiraan dan kebebasan berkreasi dan berekspresi dalam kebersamaan berkelompok.

Pesta Budaya "Sekura" secara definisi merupakan perayaan dan atau ungkapan kegembiraan masyarakat secara bersama-sama dengan bertopeng dan mengubah penampilan sedemikian rupa yang sifatnya menghibur serta bertujuan utama bersilaturahim yang berpuncak pada panjat pinang secara berkelompok dengan sistem "beguai jejama" (gotong royong).

Pelaksanaan tari akbar "Sekura" Lampung Barat tersebut, sebagai bentuk apresiasi dari seniman tari dalam menjalani tugas akhir Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) di Jogyakarta, tari "Sekura" yang dipilih tersebut sebagai bentuk penghargaan terhadap Lampung Barat yang memiliki kebudayaan kental dan hingga kini terus lestari.

Tari akbar yang melibatkan 98 penari tersebut membawakan lima buah tarian diantaranya Tari "Sekura Kamak', "Sakura Betik", "Muli Ngekliak Sakura", "Setekhut Sesiyahan".

Pesta budaya tradisional tersebut biasanya dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri mulai dari 1 Syawal sampai 6 atau 7 Syawal setiap hari bergantian dari Pekon ke Pekon yang lain.

Pesta Sekura dalam pandangan secara umum kegiatan tersebut hampir sama dengan pentas teater luar ruang dengan pelaku adalah masyarakat, dengan gambaran kegiatan budaya ini adalah identik dengan kemenangan, kebebasan dan kegembiraan sebagai ungkapan jiwa manusia untuk berkreasi dan berekspresi.

Topeng Sekura secara teknis dibagi dua kelompok yakni Sekura Betik yang memilki arti lebih mengarah pada menghibur penonton dengan tingkah mereka yang bebas berekspresi, sekura betik tidak berhak mengikuti panjat pinang, hanya sebagai penggembira, kemudian Sekura Kamak (kotor), Sekura Kamak berhak memanjat pinang yang telah ditentukan, untuk bersaing dan bekerjasama dalam berkelompok guna mencapai puncak dan menjadi pemenang.

"Saya berharap akan ada lagi pagelaran tari akbar semacam ini, sehingga kebudayaan asli Lampung Barat seperti Sekura dapat terjaga rapih, meskipun harus berhadapan dengan budaya barat," kata Nyoman lagi.

Sumber: Antara, Senin, 18 Juli 2011

July 17, 2011

[Perjalanan] Embun Abadi Air Terjun Putri Malu

AIR terjun yang anjlok dari ketinggian sekitar 75 meter terlihat mengembun saat tumpah.


FOTO: LAMPUNG POST/WARSENO

Dinding bebatuan yang membentuk setengah lingkaran, dihiasi rumput-rumput kecil halus menghiasi air terjun tersebut. Pepohonan rindang yang terlihat asri megitari lokasi air terjun itu. Pepohonan yang sudah burumur puluhan tahun juga masih terlihat.

Keindahan yang menakjubkan itu ditambah deretan sarang lebah di dinding-dinding terjal. Ketika hari menjelang siang, dan sinar matahari menyengat, madu-madu dari sarang lebah itu menetes. Sarang lebah yang hanya terlihat seperti titik-titk hitam tampak indah.

Untuk mencapai keindahan Air Terjun Putri Malu yang berada di hutan kawasan membutuhkan tenaga ekstra dan kehati-hatian. Belum dapat dijangkau menggunakan kendaraan roda empat. Kendati menggunakan sepeda motor juga harus melihat cuaca. Jika hujan atau gerimis turun, sepeda motor yang kita gunakan roda belakangnya harus dibalut dengan rantai agar tidak tergelincir.

Jalan setapak yang berada di tengah perkebunan kopi milik warga dihiasi jurang-jurang di sepanjang jalan itu. Tetapi kondisi jurang yang sedikit curam itu sebagian berada di sebelah kanan jalan dan sebagian di sebelah kiri jalan. Hal tersebut membuat pengunjung harus ekstrahati-hati. Lebih baik menyewa tukang ojek yang berpengalaman melewati jalan-jalan terjal dan licin.

Jalan setapak dengan jurang curam ketika jalan itu menurun dan begitu mendaki setelahnya. Keindahan alam yang menghiasi sepanjang perjalanan menuju air terjun yang biasa disebut Curup Putri Malu itu membuat kita refresh dan nyaman.

Selain keindahan yang ditimbulkan perkebunan kopi nan menghijau, juga pepohonan rindang masih terlihat tumbuh subur di areal tersebut.

Dimulai dari ibu kota Kecamatan Banjit, Way Kanan, tempat air terjun itu, tepatnya di Kampung Jukubatu, kita harus mengarahkan kedaraan ke Kampung Argomulyo.

Setelah melewati lapangan sepak bola milik Kampung Argomulyo, kita temukan jalan pertigaan dengan hiasan Tugu Pancasila. Kita ambil arah kanan menuju Kampung Menangasiamang.
Dari ibu kota Kecamatan Banjit yang berada di Kelurahan Pasar Banjit, untuk menuju lokasi wisata yang sangat asri itu masih bisa menggunakan kendaraan roda empat. Kendaraan roda empat dapat menelusuri jalan aspal yang masih bagus. Setelah melewati Kampung Menangasiamang, sekitar lima km akan masuk ke Kampung Jukubatu, tepat di dusun induk kampung tersebut.

Setelah masuk ke Kampung Jukubatu, dengan perjalanan sekitar empat puluh lima menit, sampai di Dusun Simpangrejang. Sampai di dusun itulah dapat dilalui kendaraan roda empat. Karena selebihnya harus menggunakan kendaraan roda dua.
Di lokasi tersebut banyak tukang ojek.

Jika waktu tempuh kita masih panjang dan hari belum sore, ada baiknya kita mengarahkan kendaraan ke sumber air panas yang tidak jauh dari Dusun Simpangrejang. Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai di sumber air panas yang kini mulai dibenahi.
Saat cuaca mendukung dengan kecerahannya, perjalanan dapat dilanjutkan menggunakan jasa ojek untuk menuju lokasi Curup Putri Malu. Dimulai dengan menelusuri jalan setapak menurun, dengan pemandangan perkebunan kopi milik warga, kita akan dibawa pada suasana sejuk. Jalan menanjak, menikung tajam pun akan kita lalui.

Ketika perjalanan sudah melewati jalan setepak berbentuk huruf S, perjalanan itu sudah tidak terlalu jauh.

Setelah perjalanan kurang lebih satu jam menelusuri jalan setepak itu, suasana dingin mulai merasuk. Suara-suara hewan liar terdengar, di antaranya kicau burung, kera, atau siamang.
Setelah berada di lokasi parkir darurat, kita dapat melihat air terjun dengan suara khasnya. Butuh waktu sekitar lima menit untuk sampai ke air terjun itu.

Embun yang dipercikan air terjun menimbulkan hawa dingin. Air yang bening membuat kita takjub. Air tumpah itu seperti kolam berbentuk bulat, mengalir melalui bebatuan yang dapat dilihat dengan jelas.

Beningnya air membawa pesona tersendiri, karena kita dapat melihat dasar aliran tersebut dengan jelas.

Jika kita melihat-lihat ke sekitar, akan ditemukan juga air terjun kecil dengan ketinggian yang sama dengan Air Terjun Putri Malu. Tempat air terjun yang sampai saat ini belum memiliki nama tenar itu biasa disebut masyarakat setempat Air Terjun Luang Gambir.

Letaknya tidak jauh, bahkan terlihat menyamping agak berhadapan dengan Air Terjun Putri Malu. Beberapa saat setelah menikmati Air Terjun Putri Malu dan Air Terjun Luang Gambir, perut mulai lapar. Akan terasa nikmat jika kita makan di lokasi tersebut. Selain suasananya indah dan sejuk, kita juga telah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan.

Kenikmatan tersendiri saat melihat keindahan air terjun membuat waktu cepat berlalu. Harapan warga sekitar kepada para pengunjung untuk tetap menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, karena akan berakibat fatal. Tidak perlu mencoret-coret di bebatuan yang indah. Beberapa warga yang siap menjaga lokasi itu marah ketika pengunjung mencoret-coret dan membuang sampah sembarangan. Sebaiknya sampah-sampah itu dikumpulkan dan dibuang pada tempatnya.

Bupati Way Kanan berjanji segera mengoptimalkan lokasi wisata tersebut, tapi sampai saat ini pembangunan jalan belum juga dilakukan. Ada dugaan kekecewaan karena sebelumnya beberapa rekanan yang mendapatkan proyek untuk pelebaran jalan dan pemasangan batu onderlaag menuju lokasi wisata itu ternyata tidak bertanggung jawab. Bahkan batu-batu untuk onderlaag yang hanya terlihat beberapa tumpuk masih dibiarkan berada di tempat penurunan semula.

Beberapa aktivis pemuda setempat mengharapkan pengusutan terhadap rekanan yang tidak merealisasikan pekerjaannya. Mereka juga berharap pemerintah daerah segera mengoptimalkan tempat wisata tersebut. (WARSENO/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 17 Juli 2011

July 15, 2011

Kober-UKMBS Adakan Pelatihan Teater

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Komunitas Berkat Yakin (Kober) Lampung bekerja sama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung untuk kesekian kalinya menggelar pelatihan teater.

Acara kali ini bertajuk Workshop Teater Mikro. Kegiatan ini akan berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu (16—17 Juli), di gedung Pusat Kegiatan mahasiswa (PKM) Universitas Lampung.

Ketua Umum UKMBS Unila 2011—2012 Devin Nodestyo menyambut baik event ini. "Pelatihan atau event teater semacam ini sangat dibutuhkan untuk terus meningkatkan kualitas pertunjukan teater di Lampung. Khususnya kalangan mahasiswa yang anggotanya terus berganti setiap tahunnya.”

Event-event yang bertajuk pelatihan atau capacity building merupakan langkah konkret dalam usaha memajukan dan mengembangkan kehidupan teater di masa mendatang. Menurut dia, teater mikro adalah salah satu solusi alternatif di tengah berbagai keterbatasan yang menyertai kehidupan teater di Lampung.

"Meskipun durasinya pendek karena bangunan pertunjukan tetap utuh, tetap menarik sebagai sebuah pertunjukan. Bahkan saya rasa akan menjadi tren baru bagi penciptaan teater di Lampung di kemudian hari," kata dia.

Yulizar Fadli, koordintaor Bidang Pendidikan dan Pelatihan Kober, mengungkapkan workshop teater ini akan dihadiri kelompok-kelompok teater yang berbasis kampus atau mahasiswa, seperti dari Bandar Lampung ada Teater Kurusetra (UKMBS Unila), Teater KSS FKIP Unila, dan UKMBS UBL.

Selanjutnya, UKMSBI IAIN Raden Intan, Green Teater Umitra. Sementara dari Metro diundang Teater Mentari Universitas Muhammadyah Metro, IMPAS STAIN Metro, Teater Kompeni Metro, PAKSI Metro, Teater Pelangi, Teater Akustik STKIP PGRI. Kemudian dari Kotabumi juga diundang Teater Sagkar Mahmud STKIP PGRI Kotabumi.

"Beberapa komunitas seni lain juga kami undang, meskipun selama ini belum eksis di bidang teater, seperti UKM Bidang Seni Teknokrat, Malahayati, UML, STKIP PGRI Bandar Lampung," kata Yulizar.

Workshop Teater Mikro merupakan satu rangkaian kegiatan yang akan dilanjutkan dengan Festival Teater Mikro yang akan diadakan pada minggu ketiga atau keempat bulan September 2011. Peserta workshop yang dianjurkan adalah aktor atau sutradara yang akan berpartisipasi pada event tersebut.

Selain sebagai ajang pelatihan, Workshop Teater Mikro adalah ajang silaturahmi bagi pelaku-pelaku teater di Lampung. Media untuk saling mengenal satu sama lain dan menciptakan sebentuk jaringan kerja sama. (MG1/S-2)

Sumber: Lampung Post, Jumat, 15 Juli 2011

July 14, 2011

2012 Lampung Barat Miliki Pusat Penangkaran Luwak

Liwa, Lampung, 14/7 (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lampung Barat berencana pada tahun 2012 akan membuat penangkaran luwak guna melestarikan populasi hewan tersebut dari kepunahan.

"Tahun depan pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan dan Pertenakan akan membuat lokasi penangkaran luwak (Musang), lokasi penangkaran dibuat nantinya sebagai upaya perhatian pemeritah terhadap binatang ini, yang semakin hari kian berkurang populasinya," kata Kepala Bidang Bina Usaha Perkebunan, Dinas Perkebunan Lampung Barat, Agustanto Basmar, di Liwa, Kamis.

Dia menjelaskan, penangkaran luwak yang dilakukan oleh pengusahan kopi tidak membuahkan hasil maksimal.

Menurut dia, penangkaran yang dibuat nantinya mampu meningkatkan populasi luwak di Lampung Barat.

"Melihat kondisi binatang ini semakin hari kian sedikit, menimbulkan keprihatinan pemerintah untuk meningkatkan populasinya kembali, sebab bila dibiarkan dengan kondisi yang sekarang ini, dapat dimuungkina tiga hingga empat tahun kedepan populasi luwak akan terancam punah," kata dia.

Dia menguraikan, sebagian besar binatang luwak mati di penangkaran masyarakat, sebab mereka kurang memahami kehidupan dan tingkah laku asli binatang tersebut.

Lampung Barat dikenal sebagai daerah penghasil kopi terbesar di Provinsi Lampung, dimana didalamnya juga terdapat berlimpahnya populasi luwak (Musang) sebagai binatang penghasil kopi termahal saat ini.

Kopi luwak menjadi salah satu produk ungulan di Kabupaten Lampung Barat, sebab kualitas dan mutu kopi luwak di daerah ini terbaik ke dua dunia, dan membuat nama Lampung Barat semakin dikenal di mancanegara sebagai daerah penghasil kopi luwak terunggul.

Meningkatnya permintaan kopi luwak di pasaran membuat perajin kopi menambah stok ternak luwak, agar lonjakan permintaan tersebut dapat terpenuhi dengan jumlah luwak yang diternakan.

Sayangnya penangkaran luwak yang dilakukan pengusaha kopi luwak tidak membuahkan hasil maksimal, sebagian besar dari luwak yang ditangkarkan tersebut mati.

Berkurannya jumlah luwak yang ada mendorong pemerintah daerah untuk membuat lokasi penangkaran luwak agar populasi luwak tersebut dapat terselamatkan.

Masyarakat sendiri memburu binatang ini untuk dijual pada pengusaha kopi, rata rata harga luwak mencapai Rp500 ribu hingga Rp600 ribu perekor, tingginya harga luwak membuat hewan ini banyak diburu oleh masyarakat.

Disinyalir populasi luwak kurun waktu lima hingga enam tahun kedepan akan terancam punah, sebab melihat kondisi saat ini, populasi luwak semakin berkurang akibat ketidak cocoknya ekosistem kadang buatan yang dilakukan pengusaha.

Di Lampung Barat sendiri terdapat 20 pengusaha kopi luwak yang aktif, rata rata setiap pengusaha memiliki 30 hingga 50 ekor luwak untuk ditangkarkan dan menghasilkan kopi luwak dengan kualitas dunia.

Pembuatan penangkaran luwak akan dimulai pada tahun 2012 mendatang, dan penangkaran tersebut berfungsi sebagai penilitian dan pengembangan habitat sehingga populasi luwak tidak terancam punah.

"Saya berharap penagkaran yang dibuat nanti mampu meningkatkan dan menyelamatankan populasi luwak dari kepunahan, dan berharap pula pada masyarakat terutama pengusaha kopi luwak dapat berkoordinasi baik oleh pemkab dalam pelestarian luwak ini," katanya.

Sumber: Antara, 14 Juli 2011

July 13, 2011

Pesona Ratusan Lumba-lumba Lampung Barat

POPULASI ikan lumba-lumba yang berada di kawasan pesisir Lampung Barat terjaga dan menjadi daya tarik bagi wisata bahari daerah tersebut. Hal itu dikemukan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat, Nata Djudin Amran, di Liwa Senin (11/7).

Dia menjelaskan, sebagian besar masyarakat pesisir menjaga kelestarian populasi ikan tersebut.

Menurut dia, potensi jelajah bahari menjadi pilihan bagi wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung di Lampung Barat untuk menikmati ratusan lumba-lumba di perairan tersebut.

"Saya meyakini panorama laut yang indah itu mampu memberikan kontribusi besar terhadap kunjungan wisatawan asing dan domestik pesisir, dan terlihat hampir setiap harinya para turis itu menikmati kawanan lumba-lumba yang muncul di kawasan laut tersebut," kata dia.

Ditambahkan, wisata bahari di Lampung Barat belum terkelola dengan baik, dan menjadi peluang investasi bagi investor.

Kabupaten Lampung Barat memiliki berbagai potensi lokal yang layak untuk dikembangkan, kawasan pesisir Lampung Barat juga kaya akan potensi wisata bahari di mana terdapat dua pulau yang dapat dijadikan ekowisata bahari, yakni Pulau Betuah dan Pulau Pisang.

Dua pulau tersebut diketahui terdapat ratusan ribu ikan lumba-lumba. Terjaganya populasi ikan tersebut disebabkan larangan masyarakat untuk menangkap ikan lumba-lumba sehingga populasi ikan ini meningkat setiap tahunnya.

Ketinggian Ombak

Keelokan panorama laut memberikan penawaran bagi wisatawan asing dan domestik untuk menjelajah di perairan Lampung Barat, sehingga kegiatan tersebut sebagai sarana rekreasi dan pengetahuan.

Kawasan pesisir juga memiliki ketinggian ombak mencapai 5 meter dan panjang gelombang 200 meter.

Tanjung Setia menjadi salah satu pantai dengan ombak tertinggi di dunia. Setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ribu wisatawan asing yang berasal dari Australia, Portugal, Belanda, Jepang dan Amerika berkunjung ke pantai ini untuk melakukan aktivitas surfing.

Sementara itu, Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mengatakan, pemerintah akan memberikan kesempatan bagi pihak investor mengelola potensi bahari di Lampung Barat.

"Kami akan memberikan kemudahan bagi investor untuk mengembangkan kawasan bahari pesisir Lampung Barat. Keindahan yang dimiliki menawarkan peluang usaha sektor pariwisata," kata Bupati menambahkan.

"Saya berharap pemerintah pusat membantu Lampung Barat dalam mengembangkan pariwisata di kawasan pesisir ini, daerah ini dapat dijadikan tujuan wisata nasional dan internasioanl dan menjadi kebanggaan bagi Indonesia." (ant-24)

Sumber: Suara Merdeka, Sabtu, 13 Juli 2011

Pulau Pisang Makin Tergerus

Liwa, Lampung, 13/7 (ANTARA)- Pesisir Pulau Pisang di Kabupaten Lampung Barat makin tergerus sehubungan penghijauan tetap minim di pesisir pulau tersebut.

"Abrasi meluas juga disebabkan kondisi kawasan pesisir pulau ini selalu kena hantam gelombang tinggi," kata salah satu warga Pulau Pisang, Zainal, saat dihubungi dari Krui Lampung Barat, Rabu.

Ia menyebutkan, saat gelombang tinggi air laut kini sudah hampir sampai ke permukiman warga.

"Setiap ada badai yang diikuti dengan gelombang tinggi, penduduk pulau ini cemas karena pesisir pantai tergerus terus," katanya.

Dia menyebutkan, meski pesisir pantai sudah tergerus, tetapi sampai sekarang belum ada dibangun pemerintah pemecah ombak.

"Kami berharap pemerintah memperhatikan keselamatan warga di pulau ini," katanya.

Pulau Pisang dihuni sekitar 145 kepala keluarga (KK).

Menurut warga Pulau Pisang lainnya, Taulan, sebagian warga akan meninggalkan pulau tersebut jika penggerusan terus berlangsung.

"Satu demi satu keluarga mulai meningggalkan Pulau Pisang ini, mereka takut sebab kawasan pantai semakin terkikis habis," katanya.

Selain itu, kata dia, ancaman terjadinya bencana gempa dan tsunami juga menjadi alasan kuat bagi masyarakat untuk meninggalkan Pulau Pisang.

Menurut dia, pemerintah semestinya membangun pemecah ombak untuk mencegah penggerusan pantai meluas.

Sebelumnya, populasi penyu di Kabupaten Lampung Barat juga dilaporkan makin terancam abrasi pantai.

"Kawasan pantai di pesisir Lampung Barat minim penghijauan, dan kondisi ini akan berdampak terhadap populasi penyu yang tidak mau lagi mendarat di lokasi pantai tersebut," kata penangkar penyu Desa Sukamaju, Kecamatan Ngambur, Lampung Barat, H Ahyar (56).

Dia menjelaskan, saat ini jumlah telur penyu yang ditemukan semakin sedikit dan letaknya jauh dari lokasi penangkaran.

"Penghijauan pantai harus segera dibenahi, bila dibiarkan maka penyu tidak akan pernah mendarat lagi. Kalaupun melakukan pendaratan, penyu tersebut berada jauh dari area konservasi, sehingga berpotensi terjadi pencurian telur" kata dia.

Sumber: Antara, 13 Juli 2011

July 11, 2011

Ikan Lumba-Lumba Lampung Barat Punya Daya Tarik

Liwa, Lampung, 11/7 (ANTARA) - Populasi ikan lumba lumba yang berada di kawasan pesisir Lampung Barat terjaga dan menjadi daya tarik bagi wisata bahari daerah tersebut.

"Ratusan lumba lumba yang ada di perairan pesisir Lampung Barat terjaga baik dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisata bahari daerah ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Barat, Nata Djudin Amran, di Liwa, Senin.

Dia menjelaskan, sebagian besar masyarakat pesisir menjaga kelestarian populasi lumba lumba.

Menurut dia, potensi jelajah bahari menjadi pilihan bagi wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung di Lampung Barat untuk menikmati ratusan lumba lumba di perairan tersebut.

"Saya meyakini panorama laut yang indah itu, mampu memberikan kontribusi besar terhadap kunjungan wisatawan asing dan domestik pesisir, dan terlihat hampir setiap harinya para turis itu menikmati kawanan lumba lumba yang muncul di laut kawasan laut tersebut," kata dia.

Kemudian lanjut dia, wisata bahari di Lampung Barat belum terkelola dengan baik, dan menjadi peluang investasi bagi investor.

Kabupaten Lampung Barat memiliki berbagai potensi lokal yang layak untuk dikembangkan, kawasan pesisir Lampung Barat juga kaya akan potensi wisata bahari dimana terdapat dua pulau yang dapat dijadikan ekowisata bahari, yakni Pulau Betuah dan Pulau Pisang.

Dua pulau tersebut diketahui terdapat ratusan ribu ikan lumba lumba, terjaganya populasi ikan tersebut disebabkan larangan masyarakat untuk menangkap ikan lumba-lumba, sehingga populasi ikan lumba lumba meningkat setiap tahunnya.

Keelokan panorama laut memberikan penawaran bagi wisatawan asing dan domestik untuk menjelajah di perairan Lampung Barat, sehingga kegiatan tersebut sebagai sarana rekreasi dan pengetahuan.

Sebagian besar wisata bahari di pesisir Lampung Barat belum terkelola maksimal, sehingga menjadi peluang investasi bagi pemodal untuk bermitra dengan Lampung Barat.

Kawasan pesisir juga memiliki ketinggian ombak mencapai 5 meter dan panjang gelombang 200 meter, Tanjung Setia menjadi salah satu Pantai dengan ombak tertinggi di dunia, setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ribu wisatawan asing yang berasal dari Australia, Portugal, Belanda, Jepang dan Amerika berkunjung ke pantai ini untuk melakukan aktivitas Surfing.

Potensi wisata bahari dapat berhasil bila semua pihak dapat bekerja ekstra, sehingga Lampung Barat dapat menjadi daerah tujuan wisata nasional juga internasional.

Sementara itu Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mengatakan, pemerintah akan memberikan kesempatan bagi pihak investor mengelola potensi bahari di Lampung Barat.

"Kami akan memberikan kemudahan bagi investor untuk mengembangkan kawasan bahari pesisir Lampung Barat, selain itu keindahan yang dimiliki menawarkan peluang usaha sektor pariwisata," kata Bupati menambahkan.

Bupati menjelaskan, keindahan pantai pesisir mampu memikat wisatawan mancanegara.

Menurut dia, wisata bahari Lampung Barat dapat menjadi tujuan wisata Nasional dan Internasional.

"Saya berharap pemerintah pusat membantu Lampung Barat dalam mengembangkan pariwisata di kawasan pesisir ini, sehingga Lampung Barat dapat dijadikan daerah tujuan wisata Nasional dan Internasioanl dan menjadi kebanggaan bagi Indonesia," kata Bupati menambahkan.

Sumber: Antara, 11 Juli 2011

July 3, 2011

[Buku] Menemukan Solusi Pasar Kerakyatan

Judul : Selamatkan Pasar Tradisional

Penulis : Herman Malano

Penyusun : Fadilasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Cetakan : I, Mei 2011

Tebal : 305 hlm

SEKITAR dua dekade terakhir, jumlah supermarket atau hypermarket maupun minimarket di Indonesia masih sangat sedikit. Namun, bandingkan sekarang. Sangat mudah bagi kita menemukan ketiganya. Bahkan, minimarket sudah merambah hingga ke desa-desa. Begitu banyak alasan orang lebih memilih belanja di sana. Selain nyaman, jenis barang yang beragam, hingga harga yang relatif lebih murah.

Lalu, pertanyaannya kemudian adalah, apakah kehadiran pasar-pasar modern yang menggurita itu akan menggilas keberadaan pasar tradisional? Apakah akan banyak pedagang pasar tradisional yang tersingkir? Bagaimana mencari jalan keluar atas kondisi ini? Pertanyaan-pertanyaan itulah mungkin yang coba direfleksikan Herman Malano dalam bukunya ini. Dalam buku ini, secara spesifik Herman memang menyebut para pelaku pasar tradional tersebut sebagai pedagang kecil dan mikro, atau yang biasa kita kenal sebagai pedagang kaki lima (PKL).

Buku ini sangat detail membicarakan tentang kisah-kisah para PKL yang selalu dianggap sebagai penyebab kumuh dan semrawutnya kota. Para pelaku pasar tradisonal tersebut bahkan tak jarang disalahkan jika sebuah kota tak mendapat penghargaan Adipura, sebuah penghargaan untuk kota yang rapi dan bersih. Namun, bagaimanapun juga pasar tradisional adalah penggambaran realitas denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Di sana, masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya, dari mulai para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak.

Herman sangat mungkin paham sekali segala permasalahan yang dialami para PKL tersebut. Wajar saja, sejak dari usia tiga bulan, dalam usia yang masih bayi tersebut, ia sudah dibawa ibunya berdagang sebagai PKL di tanah kelahirannya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Inilah salah satu buku yang begitu lengkap memaparkan karut-marutnya permasalahan PKL. Dibantu Fadilasari, seorang jurnalis kritis, bahasa buku ini menjadi ringan, disertai data-data yang akurat, hingga kisah-kisah yang menyentuh.

Di Indonesia ada lebih kurang 13.450 pasar tradisional. Jumlah itu mampu menampung sekitar 13 juta pedagang kios dan lebih dari sembilan juta pedagang yang berstatus PKL. Meskipun demikian, kini hampir 90% pasar tersebut tidak dikelola dengan baik. Bahkan, data dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI) pada 2005 seperti dikutip website Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup usaha setiap tahunnya.

Dalam buku ini banyak dijabarkan betapa PKL dengan pasar tradisionalnya menjadi sebuah permasalahan yang menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan. Mulai dari ekonomi, sosial, budaya, hingga politik. Pasar tradisional adalah tumpuan ekonomi jutaan pedagang menengah ke bawah serta tempat terbentuknya kontrak sosial budaya tegur sapa masyarakat yang lebih manusiawi. Di sana ada proses komunikasi, akad jual beli yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, serta pelajaran berharga tentang cara bertahan hidup di dunia yang semakin kompetitif.

PKL juga nyatanya adalah bagian dari kehidupan politis. Dalam buku ini ditulis bagaimana para calon kepala daerah atau calon anggota legislatif rajin menyambangi PKL di pasar tradisional saat menjelang musim kampanye. Mereka rela berbaur dengan para pedagang itu, rela berbecek-becek, bahkan tak jarang menumpahkan air mata saat mendengar keluhan para pedagang.

Pada bab terakhir dijabarkan solusi untuk mengangkat harkat dan martabat PKL. Herman adalah orang pertama di Indonesia, bahkan diklaim di dunia yang mampu membuat pasar semimodern hasil swadaya para PKL dan tanpa bantuan dari pemerintah atau swasta. Hal ini dilakukannya setelah terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Lampung.

Proyek itu berwujud Bambu Kuning Square (BKS). Dana pembangunan BKS yang menghabiskan sekitar Rp28 miliar itu semuanya berasal dari sewa kios calon pedagang. Sewa kios pun bisa dicicil dengan uang muka 20%. Harga kios pun relatif murah. Hanya mulai dari Rp8 juta per meter persegi selama 20 tahun. Bandingkan dengan harga kios di daerah lain dengan ukuran yang sama harganya mulai dari Rp35 juta—Rp500 juta. n

Andry Kurniawan
, mahasiswa Sosiologi FISIP Unila

Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Juli 2011

Raperda: Bahasa Lampung Wajib Digunakan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Bahasa Lampung wajib digunakan sebagai bahasa percakapan di sekolah satu hari dalam seminggu. "Dalam Raperda Penyelenggaraan Pendidikan, ada aturan yang mewajibkan setiap satuan pendidikan atau sekolah menggunakan bahasa Lampung sebagai bahasa percakapan satu hari dalam seminggu," kata kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Bandar Lampung Surya Jaya Ampera, Sabtu (2-7).

Menurut Surya, bahasa daerah diperbolehkan menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan. Namun, penggunaannya dibatasi hingga sampai sekolah dasar atau madrasah ibtidaiah. "Bahasa daerah dimungkinkan dipakai sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan atau keterampilan tertentu," kata dia.

Menurut Surya, dalam Raperda Penyelenggaraan Pendidikan, diatur penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar. Namun, penggunaannya sebagai bahasa pengantar hanya sampai kelas III SD atau MI. "Sejatinya bahasa pengantar dalam pendidikan adalah bahasa Indonesia. Namun, bila bahasa ibu diperlukan, dapat dipakai sebagai bahasa pengantar," kata dia.

Menurut Surya, bahasa Inggris dapat menjadi muatan lokal bagi siswa sekolah dasar. Sedangkan bahasa Lampung diwajibkan menjadi muatan lokal di sekolah. "Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar kedua pada pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi," ujar Surya. (MG3/K-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Juli 2011

Pendidikan Seni: Buka Imajinasi Anak dengan Seni Kreasi

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mengeksplorasi daya imajinasi harus diasah sejak masih kanak-kanak. Seni kreasi dan menggambar adalah satu cara terbaik untuk memberi ruang kebebasan anak mengungkapkan perasaannya.

MENGASAH IMAJINASI. Ratusan anak mengikuti lomba mewarnai yang digelar Lampung Post pekan lalu. Melalui seni kreasi dan menggambar, imajinasi anak akan tereksplorasi. (LAMPUNG POST/MG4)

Karena itu, jangan marah atau membentak jika si anak mencoret atau menggambar dinding rumah. Bagi anak, dengan melukis akan mendorong kemampuan imajinasinya sehingga membantu perkembangan keterampilannya (skill development).

Banyaknya manfaat dari melukis ini membuat perkembangan belajar melukis di kalangan anak-anak meningkat dengan pesat di Lampung. Kegiatan menggambar dan melukis mulai tumbuh di Bumi Ruwa Jurai sekitar 1990-an. Pertumbuhannya kian marak saat memasuki era 2000-an. Hal itu terlihat tidak hanya dari jumlah peminatnya yang membeludak. Keberadaan sanggar belajar melukis saat ini bermunculan dan semakin variatif.

Sebut saja Sanggar Kismanu, Sanggar Papajo, atau Global Art. Tidak hanya di sanggar, seni melukis juga kini marak diajarkan di sekolah-sekolah. Bahkan, ada juga pengajar yang tidak memiliki sanggar tapi berkeliling mengajar menggambar dan melukis seperti Joko Irianta dan Salvator Yen Joenaidi.

Psikolog Dwi Hafsah Handayani, Sabtu (2-7), mengatakan melukis secara ilmiah dapat membantu menggali kemampuan daya pikir anak-anak. "Anak-anak memang perlu mendapatkan rangsangan dalam menggerakkan otak kanan dan kiri, salah satunya melalui kegiatan menggambar dan melukis," kata Dwi.

Tenaga fungsional atau pengajar dalam bidang seni pada Lembaga Pengembangan Mutu Pendidikan (LPMP) Lampung, Kismanu, Sabtu (2-7), mengatakan melukis berbeda dengan olahraga.

Menurut Kismanu, kegiatan seni itu tidak bisa diukur hanya dengan menjadi juara. "Hal ini yang masih salah kaprah sehingga belajar seni menggambar dan melukis hanya berorientasi pada keterampilan," kata Kismanu.

Lebih jauh pria yang kerap menjadi juri pada ajang lomba melukis tingkat anak-anak itu mengakui kalau perkembangan seni rupa di Lampung meningkat dan lebih maju. Namun, jika dilihat dari sisi objek lukisan, ternyata masih monoton. Hal itu menandakan tidak adanya imajinasi dari si pelukis.

Kismanu menjelaskan dalam konteks daya pikir, seorang anak yang menekuni seni rupa bisa memiliki kemampuan dalam mengolah kesadaran dengan lingkungan secara aktif. Hal ini yang terkadang membuat peserta lomba mampu menuangankan ide dan gagasannya secara konseptual melalui objek gambar.

Sementara itu, Rohyati Sari mengatakan sengaja mengajak anaknya untuk belajar melukis. Rohyati mengaku ingin menggali potensi diri anaknya supaya lebih baik. "Anak saya itu dulunya pendiam, tapi sekarang sudah timbul keberanian dan kepercayaan diri untuk bersosialisasi," ujar Rohyati.

Tidak hanya itu, Rohyati juga melihat anaknya itu telah memiliki jiwa yang sportif serta disiplin dalam mengerjakan sesuatu. "Selain untuk refreshing, melukis ternyata bisa membuat prestasi belajar anak di sekolah menjadi semakin baik," ujar dia.

Sementara Rifa Nabila Putri yang menjadi juara lomba melukis tingkat SD kelas IV hingga kelas VI yang digelar Lampung Post beberapa waktu lalu mengatakan dengan melukis dirinya lebih banyak memiliki ide. Rifa juga mengaku dia lebih mudah menangkap pelajaran di sekolah.

Mengajak anak ikut kursus melukis memang bermanfaat. Namun, hal itu hendaknya bukan ditekankan pada tujuan menjadi juara. "Anak melukis itu titik tekannya adalah memberi bekal. Bukan menjadikan si anak harus juara pada berbagai lomba," kata pengajar seni rupa Salvator Yen Joenaidi. Menurut Salvator, dengan belajar seni, terutama lukis, bisa menanamkan kebijakan.

Sedangkan psikolog Dwi Hafsah Handayani menjelaskan anak-anak pada umumnya belum mengerti tentang dampak dari setiap perbuatannya. Sebab itu, emosi anak perlu dilatih agar nantinya dapat digunakan di dalam lingkungannya. "Proses itu dapat dibantu melalui kegiatan melukis ini," kata dia.

Menurut Hafsah, emosi dan motorik anak akan lebih efektif jika dirangsang sejak usia balita sehingga daya pikirnya akan dapat terus dikembangkan. "Namun, untuk mengetahui lebih pasti, tentunya dengan menggunakan alat tes sehingga tidak sekadar menyimpulkan kemampuan anak," ujarnya. (YAR/U-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Juli 2011

July 2, 2011

Seniman Lampung Barat Kembangkan Lukisan Bubuk Kopi

Liwa, Lampung, 2/7 (ANTARA) - Seniman lukis di Kabupaten Lampung Barat mengembangkan lukisan berbahan baku kopi bubuk.

"Awalnya saya hanya iseng untuk membuat lukisan berbahan baku kopi bubuk, dan ternyata setelah saya mencoba dan menekuninya, ternyata lukisan ini banyak diminati oleh masyarakat," kata pelukis Kota Liwa, Lampung Barat, Aris Susiwa Manangisi, di Bandarlampung, Sabtu.

Dia menjelaskan, membuat lukisan kopi bubuk dituntut kesabaran dan kejelian dari seniman.

Menurut dia, karya lukisan kopi bubk, menjadi karya seni baru yang mengadopsi dari potensi daerah.

"Provinsi Lampung, terutama di Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi perkebunan kopi sangat besar, sehingga dari potensi tersebut, menumbuhkan ide kreatif, untuk melahirkan karya seni daripotensin daerah," katanya.

Kemudian, lanjut dia, lukisan kopi bubuk, mampu menjadi icon baru bagi Lampung Barat dan Provinsi Lampung.

"Karya seni yang dilahirkan ini, memberikan inspirasi besar terhadap seniman seperti kami, untuk membaca peluang potensi daerah yang dikembangkan melalui karya seni, sehingga kiprah kami sebagai seniman, dapat membantu dalam mempromosikan potensi daerah yang tertuang dalam karya lukisan," katanya.

Ide membuat lukisan dengan bahan ampas kopi, bubuk kopi, dan air kopi, menjadi ide seni cukup cemerlang dalam mengangkat potensi alam yang ada.

Kopi bubuk yang dipilih menghasilkan karya seni yang unik dan bernilai tinggi.

Pembuatan lukisan kopi membutuhkan waktu satu hingga dua hari, lamanya lukisan tergantung dengan objek yang akan dilukis.

Kesabaran memang dibutuhkan dalam melahirkan karya lukisan ini, sebab bila seniman itu tergesah gesah, maka hasil yang didapat tidak maksimal, katanya.

Harga sebuah lukisan kopi bubuk bervariasi, untuk ukuran besar mencapai Rp6 juta, ukuran sedang Rp1 juta, dan ukuran kecil 500 ribu.

Lahirnya lukisan kopi bubuk ini sudah ada sejak tahun 2010, dan sampai sekarang pelukis itu terus memproduksi karya seni lukisan dengan objek yang diminati konsumen.

Objek yang dipilih dalam karya lukisan itu di antaranya, pemandangan, dan lukisan wajah.

Karya seni lukisan kopi bubuk, menjadi salah satu daya tarik bagi Provinsi Lampung, terutama Lampung Barat sebagai daerah penghasil kopi terbesar, dan patutlah seniman tersebut mendapat apresiasi dari pemerintah setempat.

Lukisan kopi bubuk dapat dijumpai di ajang Pameran "Lampung Fair" 2011 di PKOR Way Halim, dan terlihat lukisan itu, menjadi daya tarik bagi pengunjung stan Lampung Barat.

Rencananya lukisan kopi bubuk akan terus dipamerkan hingga Pameran "Lampung Fair" itu berakhir.

"Saya berharap karya seni ini dapat diterima baik oleh masyarakat, sehingga dengan dukungan itu, kami terus melahirkan karya seni yang apik, yang berkiblat terhadap potensi daerah dan kenaturalan alam," katanya.

Sumber: Antara, 2 Juli 2011

July 1, 2011

Penyair Lampung Diundang ke PPN V Palembang

Bandarlampung, 1/7 (ANTARA) - Empat penyair Lampung diundang untuk mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V, yang akan dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan, 16-19 Juli mendatang.

Salah satu penyair Isbedy Stiawan ZS, di Bandarlampung, Jumat menjelaskan, selain dirinya, tiga rekan sejawatnya juga diundang yaitu Inggit Putria Marga, Agit Yogi Subandi, dan Fitri Yani.

Menurut Isbedy, mewakili ketiga penyair Lampung itu, hingga kini mereka menyatakan siap memenuhi undangan pertemuan para penyair dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand tersebut.

"Undangan ini sebagai bentuk bahwa kepenyairan di Lampung telah mendapat tempat di mancanegara," ujar dia.

Penyair Lampung yang telah memiliki banyak karya itu menjelaskan, PPN V akan dihadiri tak kurang 160 penyair dari 5 negara dan puluhan pembicara dan ratusan pula pecinta sastra.

"Puisi-puisi para penyair dimasukkan dalam antologi 'Akulah Musi' setebal 624 halaman, dan akan diluncurkan saat pembukaan PPN V oleh Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin," jelas dia, yang juga salah satu kurator pada PPN V.

Masih kata Isbedy, selain keempat penyair Lampung itu, sebenarnya satu lagi penyair dari Natar, Lampung Selatan, Alya Salaisha-Sinta. Namun penyair Alya saat ini menetap di Bangka Belitung. "Kemungkinan dia berangkat dari sana," katanya.

Isbedy yakin kalau para penyair Lampung bisa memenuhi undangan bergengsi itu. Apalagi, Lampung-Palembang tidak begitu jauh.

"Meski begitu, sulit juga kami bisa berangkat, jika tak ada dana," ujar dia.

Itu sebabnya, ia akan mencoba mengajukan proposal ke pemprov sehingga duta seni dari Lampung tersebut bisa meramaikan sekaligus menimba ilmu dari even sastra 5 negara Asean tersebut.

"Ini momen penting bagi kepenyairan Lampung, karena tahun depan dijadwalkan akan dihelat di Thailand ataupun Singapura, dua negara ini yang belum mendapat jadwal. Tetapi, teman-teman kurator menginginkan tahun depan dilaksanakan di Thailand," kata Isbedy lagi.

PPN V rencananya dilaksanakan di Hotel Swarna Dhipa Palembang. Sedangkan malam baca puisi akan dilaksanakan di Kambang Iwak dan di depan Jembatan Ampera, serta di beberapa tempat lainnya. Pelaksanaan yang semula 17-20 Juli dimajukan menjadi 16-19 Juli 2011.

Sumber: Antara, 1 Juli 2011