July 3, 2011

Pendidikan Seni: Buka Imajinasi Anak dengan Seni Kreasi

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mengeksplorasi daya imajinasi harus diasah sejak masih kanak-kanak. Seni kreasi dan menggambar adalah satu cara terbaik untuk memberi ruang kebebasan anak mengungkapkan perasaannya.

MENGASAH IMAJINASI. Ratusan anak mengikuti lomba mewarnai yang digelar Lampung Post pekan lalu. Melalui seni kreasi dan menggambar, imajinasi anak akan tereksplorasi. (LAMPUNG POST/MG4)

Karena itu, jangan marah atau membentak jika si anak mencoret atau menggambar dinding rumah. Bagi anak, dengan melukis akan mendorong kemampuan imajinasinya sehingga membantu perkembangan keterampilannya (skill development).

Banyaknya manfaat dari melukis ini membuat perkembangan belajar melukis di kalangan anak-anak meningkat dengan pesat di Lampung. Kegiatan menggambar dan melukis mulai tumbuh di Bumi Ruwa Jurai sekitar 1990-an. Pertumbuhannya kian marak saat memasuki era 2000-an. Hal itu terlihat tidak hanya dari jumlah peminatnya yang membeludak. Keberadaan sanggar belajar melukis saat ini bermunculan dan semakin variatif.

Sebut saja Sanggar Kismanu, Sanggar Papajo, atau Global Art. Tidak hanya di sanggar, seni melukis juga kini marak diajarkan di sekolah-sekolah. Bahkan, ada juga pengajar yang tidak memiliki sanggar tapi berkeliling mengajar menggambar dan melukis seperti Joko Irianta dan Salvator Yen Joenaidi.

Psikolog Dwi Hafsah Handayani, Sabtu (2-7), mengatakan melukis secara ilmiah dapat membantu menggali kemampuan daya pikir anak-anak. "Anak-anak memang perlu mendapatkan rangsangan dalam menggerakkan otak kanan dan kiri, salah satunya melalui kegiatan menggambar dan melukis," kata Dwi.

Tenaga fungsional atau pengajar dalam bidang seni pada Lembaga Pengembangan Mutu Pendidikan (LPMP) Lampung, Kismanu, Sabtu (2-7), mengatakan melukis berbeda dengan olahraga.

Menurut Kismanu, kegiatan seni itu tidak bisa diukur hanya dengan menjadi juara. "Hal ini yang masih salah kaprah sehingga belajar seni menggambar dan melukis hanya berorientasi pada keterampilan," kata Kismanu.

Lebih jauh pria yang kerap menjadi juri pada ajang lomba melukis tingkat anak-anak itu mengakui kalau perkembangan seni rupa di Lampung meningkat dan lebih maju. Namun, jika dilihat dari sisi objek lukisan, ternyata masih monoton. Hal itu menandakan tidak adanya imajinasi dari si pelukis.

Kismanu menjelaskan dalam konteks daya pikir, seorang anak yang menekuni seni rupa bisa memiliki kemampuan dalam mengolah kesadaran dengan lingkungan secara aktif. Hal ini yang terkadang membuat peserta lomba mampu menuangankan ide dan gagasannya secara konseptual melalui objek gambar.

Sementara itu, Rohyati Sari mengatakan sengaja mengajak anaknya untuk belajar melukis. Rohyati mengaku ingin menggali potensi diri anaknya supaya lebih baik. "Anak saya itu dulunya pendiam, tapi sekarang sudah timbul keberanian dan kepercayaan diri untuk bersosialisasi," ujar Rohyati.

Tidak hanya itu, Rohyati juga melihat anaknya itu telah memiliki jiwa yang sportif serta disiplin dalam mengerjakan sesuatu. "Selain untuk refreshing, melukis ternyata bisa membuat prestasi belajar anak di sekolah menjadi semakin baik," ujar dia.

Sementara Rifa Nabila Putri yang menjadi juara lomba melukis tingkat SD kelas IV hingga kelas VI yang digelar Lampung Post beberapa waktu lalu mengatakan dengan melukis dirinya lebih banyak memiliki ide. Rifa juga mengaku dia lebih mudah menangkap pelajaran di sekolah.

Mengajak anak ikut kursus melukis memang bermanfaat. Namun, hal itu hendaknya bukan ditekankan pada tujuan menjadi juara. "Anak melukis itu titik tekannya adalah memberi bekal. Bukan menjadikan si anak harus juara pada berbagai lomba," kata pengajar seni rupa Salvator Yen Joenaidi. Menurut Salvator, dengan belajar seni, terutama lukis, bisa menanamkan kebijakan.

Sedangkan psikolog Dwi Hafsah Handayani menjelaskan anak-anak pada umumnya belum mengerti tentang dampak dari setiap perbuatannya. Sebab itu, emosi anak perlu dilatih agar nantinya dapat digunakan di dalam lingkungannya. "Proses itu dapat dibantu melalui kegiatan melukis ini," kata dia.

Menurut Hafsah, emosi dan motorik anak akan lebih efektif jika dirangsang sejak usia balita sehingga daya pikirnya akan dapat terus dikembangkan. "Namun, untuk mengetahui lebih pasti, tentunya dengan menggunakan alat tes sehingga tidak sekadar menyimpulkan kemampuan anak," ujarnya. (YAR/U-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 3 Juli 2011

No comments:

Post a Comment