October 19, 2008

Manuskrip Kitab 'Kuntara Raja Niti', Khazanah yang Hampir Punah

Oleh Susilowati*

KHAZANAH kebudayaan Lampung bagaikan mutiara terpendam di kampung halamannya. Setiap menggali, makin tertantang untuk menemukan mutiara terindah yang masih tersembunyi. Mulai dari adat istiadat, kesenian, sejarah, sampai kitab adat yang sangat banyak jumlahnya. Salah satunya adalah kitab Kuntara Raja Niti.

Kitab Kuntara Raja Niti merupakan kitab adat yang menjadi rujukan bagi adat istiadat orang Lampung. Kitab ini digunakan hampir tiap-tiap subsuku Lampung, baik Pepadun maupun Pesisir. Di masing-masing kebuaian (keturunan) dari subsuku tersebut pun mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab rujukan adat Lampung.

Sayangnya, tidak semua punyimbang (pemangku adat) menyimpan manuskrip kitab tersebut. Apalagi masyarakat Lampung kebanyakan. Karena kekayaan peninggalan adat, baik yang berupa benda maupun tulisan biasanya berada di kediaman pemangku adat dari setiap kebuaian. Jika di tempat pemangku adat tidak ada, kecil kemungkinan akan didapat di tempat lain.

Sebagian para punyimbang di daerah Kotaagung mengakui kalau yang dijadikan rujukan adat istiadat mereka adalah kitab Kuntara Raja Niti, tapi mereka tidak memiliki manuskripnya. Konon manuskrip kitab tersebut telah terbakar di daerah muasal mereka, yaitu Liwa. Mereka menerima peraturan adat istiadat secara turun temurun dari pemangku adat dan tua-tua sebelumnya. Mereka menurunkan kepada generasi berikutnya pun secara lisan pula.

Sedangkan untuk daerah Kurungan Nyawa, adat istiadat mereka, baik tata cara kehidupan sehari-hari maupun acara seremonial merujuk pada kitab Kuntara Raja Niti yang sudah mengalami banyak revisi sesuai dengan tuntutan zaman. Revisi ini dilakukan oleh para pemangku adat demi keberlangsungan adat itu sendiri. Sehingga tidak menyusahkan masyarakat adat sebagai para pelaku adat. Kitab Kuntara Raja Niti yang ada di sana sudah berupa draf peraturan adat yang di ketik dan difotokopi yang sudah mengalami perubahan dan penyesuaian melalui musyawarah-musyawarah adat. Sedangkan manuskripnya tidak ada lagi.

Untuk daerah Krui yang mempunyai 16 marga, para punyimbang juga mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab adat yang berlaku di sana. Tapi hingga kini para punyimbang pun tidak tahu keberadaannya. Adat istiadat yang dipakai selama ini ditularkan melalui lisan secara turun-temurun pula. Selain Kuntara Raja Niti, di Pesisir Krui juga adat istiadatnya berdasarkan Kitab Simbur Cahya yang dipakai masyarakat adat Sumatera bagian Selatan. Para punyimbang di Krui juga tidak tahu keberadaan kitab Simbur Cahya.

Lalu, daerah Pubian Telusuku, menggunakan kitab Ketaro Berajo Sako. Kitab tersebut dialihaksarakan sekaligus diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh H.A. Rifai Wahid (almarhum). Semasa hidupnya, penerjemah mengatakan kitab tersebut juga merujuk kepada Kuntara Raja Niti. Sedang manuskrip Kuntara Raja Niti bisa didapat di kediaman Hasan Basri (alm.), yang bergelar Raden Imba atau secara adat disebut Dalom Kusuma Ratu. Ia merupakan keturunan Ratu Darah Putih, asal muasal dari Raden Intan II. Kediamannya di Desa Kuripan, Penengahan, Lampung Selatan. Manuskrip tersebut bernama lengkap kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda. Ditulis sekitar abad ke-17--18. Ini bisa dilihat dari jenis tulisan yang digunakan.

Meski menjadi kitab rujukan adat, manuskrip ini sekarang lebih mirip dengan benda kuno yang dikeramatkan. Karena lebih banyak disimpan daripada di buka untuk dikaji. Kitab yang bersampul cokelat lusuh, tersimpan pada sebuah kotak khusus yang tidak sembarang orang bisa membukanya. Kitab itu terdiri dari dua bagian, bagian pertama ditulis dengan aksara Lampung gaya abad 17 (huruf-hurufnya lebih tidur dari aksara Lampung yang digunakan sekarang). Satu bagian lagi ditulis dengan huruf Arab gundul. Sedang bahasa yang digunakan pada seluruh teks adalah bahasa Jawa pertengahan dengan logat Banten. Masing-masing bagian memuat keseluruhan isi dari kitab Kuntara Raja Niti. Jadi, bagian yang satu dialihaksarakan pada bagian yang lain.

Isi manuskrip tersebut sebenarnya bukan hanya masalah tata cara adat secara seremonial, seperti upacara pernikahan, kematian dll. tapi kitab tersebut memuat peraturan-peraturan kemasyarakatan atau yang lebih tepat disebut perundang-undangan. Sebagaimana disebutkan dalam manuskrip tersebut, bahwa kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda adalah kitab undang-undang yang berlaku di tiga wilayah, yaitu Majapahit, Padjadjaran, dan Lampung. Sebagai kitab undang-undang atau dasar hukum kemasyarakatan, kitab tersebut ditulis dengan sistematis.

Setiap pembahasan diatur dalam bab-bab. Bab I (pada kitab terjemahan terdapat pada halaman 25), membahas tentang kiyas. Kiyas adalah hal yang mesti pada hukum, yang menyangkut tiga persoalan yaitu 1. Kuntara, 2. Raja Niti, 3. Jugul Muda. Selanjutnya pada kitab tersebut diterangkan, di antara raja-raja yang mempunyai tiga kebijakan itu adalah Prabu Sasmata dari Majapahit, Raja Pakuan Sandikara dari Pajajaran dan Raja Angklangkara dari Lampung.

Bab II memuat sejarah Raja Majapahit dan keagungannya. Dari bab ini bisa simpulkan kitab ini sangat terpengaruh dengan kebesaran Kerajaan Majapahit.

Bab III menyebutkan penjelasan tiga pokok hukum di antara prinsip-prinsip hukum yang ada dalam Kuntara Raja Niti, yaitu igama, dirgama dan karinah. Igama adalah yang dihukumkan, berarti sesuatu yang nyata dan kasatmata, bisa diakui keberadaan dan kebenarannya oleh semua orang. Dirgama itu hati nurani yaitu hukum-hukum yang ada pada kitab Kuntara Raja Niti sesuai dengan hati nurani. Karinah berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan. Dengan ketentuan tiga pokok hukum ini, diterangkan bahwa hukum-hukum yang ada bisa diogolongkan; hukum yang bersifat nyata itu kuntara, hukum yang sesuai dengan hati nurani disebut raja niti, sedangkan hukum yang yang berhubungan dengan sebab akibat suatu perbuatan disebut jugul muda.

Bab IV, V, dan VI membahas seputar kaidah hukum yang ada pada Bab III. Produk hukum atau bab yang berisi tentang aturan-aturan secara detail termuat dari Bab VIII sampai Bab XVII. Pada Bab VIII, diterangkan tentang hukum-hukum suami-istri. Bab IX membahas tentang peraturan jual beli. Pada Bab X menerangkan tentang tanah. Bab XI membahas tentang utang. Bab XII tentang gadai dan upah. Bab XIII berisi tata cara bertamu dan menginap. Bab XIV berisi tentang larangan mengungkit-ungkit persoalan. Bab XV membicarakan tentang perjanjian.

Bab XVI tentang talak, sedangkan Bab XVII membahas tentang utang piutang. Kitab tersebut secara perinci mengatur tata cara kemasyarakatan yang termuat dalam pasal-pasal. Dalam pasal-pasal juga diatur tata cara berperahu dan menggunakan air, bahkan sampai tentang cara seorang laki-laki bertamu ke rumah perempuan ketika suaminya tidak ada di rumah. Tiap-tiap pasal tidak hanya memuat peraturan, juga hukuman yang melanggar peraturan tersebut.

Dari isi kitab Kuntara Raja Niti dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lampung, sebelum adanya undang-undang Belanda, telah memiliki undang-undang yang secara lengkap mengatur kemasyarakat. Dan kitab Kuntara Raja Niti bukan hanya kitab yang mengatur acara seremonial seperti dipahami sebagian orang, melainkan kitab yang mengatur segala segi kehidupan.

* Susilowati, Peminat Budaya Lampung

Sumber: Lampung Post, Minggu, 19 Oktober 2008

25 comments:

  1. good blognya ttg budaya

    ReplyDelete
  2. maaf... kynya Bab VII nya tdk di sebutkan...

    ReplyDelete
  3. lbh baik lagi kl ada copy kitab aslinya n terjemahannya, biar generasi muda bisa tahu. tx

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  4. Replies
    1. Bacot Lo anjeng Fu*k You🖕🖕🖕

      Delete
  5. Maaf dan kebetuluan pada saat kakek saya menerjemahkan itu. Saya posisi yg mengetik printout nya. Master dan data hilang..

    ReplyDelete
  6. 'barangkali.isi nya sama seperti kitab' Simbur Cahaya' dari kesultanan Palembang Darusalam..

    ReplyDelete
  7. Masih adakah yang memegang manuskrip kitab kuntara raja niti?

    ReplyDelete
  8. Kitab tersebut berada dirumah besar Keratuan Darah Putih, dipegang oleh Dalom Kesuma Ratu IV bin Hasan Basri Raden Imba Kesuma Ratu IV.

    Pada tulisan itu kan disebutkan dimana Manuskrip asli nya.

    ReplyDelete
  9. Blog ini sangat bagus dan informatif. Kalau boleh saya ingin berkomunikasi dengan admin blog ini via email.

    ReplyDelete
  10. Kok bab VII nya tidak ada muatan?

    ReplyDelete
  11. Sungguh sangat disayangkan,Sebagai ulun Lampung Sikindua berharap pengepul benda-benda peninggalan sejarah dapat menjaga keberadaannya. Dahulu di Pekon Menanga ada yang pegang kitab CERITA ANAK DALOM, kitab tersebut juga sudah terjual . Oleh karenanya jika ada yang memilikinya mohon dijaga dan dipublikasikan, sebab kami kurang referensi untuk pembelajaran Bahasa dan Aksara Lampung. Terimakasih

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah punyimbang suku dalem pekon tebing keratuan darah putih/keratuan melinting menyimpan kuntara raja niti sejak Rajo sinum memegang keratuan melinting dan sekarang di pegang punyimbang suku dalem tebing penanyakan jimat.

    ReplyDelete
  13. Penanyakan jimat/Rajo sinum keratuan darah putih/keratuan melinting yg ke 9

    ReplyDelete
  14. Saya ingin belajar bahasa dan budaya Ulun Lampung kerana saya ingin tah ada persamaan dengan orang Iban di Kalbar dan Sarawak, Malaysia.

    ReplyDelete
  15. Ko punya saya tidak sesuai ya🖕

    ReplyDelete
  16. Pengen liat kitap ny

    ReplyDelete
  17. Coba di upload dong min di Facebook atau YouTube disertakan dengan kitab aslinya

    "Mak Ganta kapan lagi"
    "Mak Kham sapa lagi"

    Tabuik Puun 🙏

    ReplyDelete
  18. Kalau ada terjemahan nya bisa beli dimana dan karangan siapa

    ReplyDelete
  19. Kitab kuntara Raja Niti Seperti nya kalau yg di Kluarga Raden Intan itu salinan dari kertas, ada juga yg megang masih Asli Dan ditulis dari Kulit kayu,
    Dan di situ tertulis Jugul Muda(Beliyau Adalah pembuat kitab nya dan Adik dari Sang Raja Jugul Agung)

    ReplyDelete