Oleh Arman AZ
BARON
Sloet van de Beele menjabat Gubernur Jenderal di Hindia Belanda tahun 1861
sampai 1866. Pada era itu, dia mengoleksi sejumlah naskah beraksara Lampung.
Naskah yang ditulis di kulit kayu, kulit hewan, rotan, tanduk, dan kertas itu
berasal dari beberapa tempat, seperti Krui dan Menggala. Oleh Baron, sekitar 40
naskah itu diserahkan kepada Van der Tuuk untuk
diteliti dan ditransliterasi ke bahasa Prancis. Hasil telaah Van der
Tuuk atas permintaan Baron itu kemudian menjadi manuskrip berjudul Les Manuscrits Lampongs.
Dalam
buku Khazanah Naskah, Panduan Koleksi
Naskah-naskah Indonesia Sedunia, karya Henri Chambert-Loir dan Oman
Fathurahman, terbitan YOI-Ecole Francaise d’Extreme-Orient (1999) diterakan bahwa
”Sampai sekarang ini, buku tesebut
merupakan sumber utama tentang tulisan Lampung”. Istilah “sumber utama” ini
nampaknya terburu-buru, jika tidak ingin
disebut keliru, karena dari penelusuran data, sampai saat ini belum ditemukan
hasil kajian atau hasil penelitian mengenai isi Les Manuscrits Lampongs.
Dalam
sebuah paper yang ditulis Titik Pudjiastuti (FIB UI) berjudul Lampong Scripts: The Writing tradition that
almost disappear diterangkan: “Based
on information from various sources, there is only limited writing that
specialized in talking about Lampong scripts, one of them is writing of van der
Tuuk (1868) called Les Manuscrits Lampongs.”
Di Lampung, Van der Tuuk
menetap sekitar satu tahun (1868-1869). Saat di Sumatera Utara, dia memang
bekerja pada lembaga alkitab NBG dan tugasnya menerjemahkan bibel ke dalam
bahasa setempat. Namun saat dia di Lampung dan Bali, sudha berbeda. Segelintir
kalangan berasumsi atau menggeneralisir bahwa apa yang dilakukan Van der Tuuk
di Lampung dan Bali sama seperti yang dilakukannya di Sumatera Utara. Faktanya,
dalam surat pribadinya yang dibuat 14-8-1868 bisa diketahui bahwa Van der Tuuk
ditugaskan ke Lampung dan Bali oleh pemerintah Hindia Belanda, untuk
mempelajari bahasa setempat. Jadi, semenjak di Lampung dan Bali, dia tidak lagi
bertugas di NBG, tapi pada pemerintah Hindia Belanda.
Perkembangan
teknologi informasi begitu deras. Info dan data mengenai Lampung masa silam
yang sekian lama tidak diketahui publik, muncul satu per satu. Termasuk info
bahwa tahun 2014 Les Manuscrits Lampongs
yang didominasi bahasa Prancis itu telah diretransliterasi ke bahasa Inggris oleh
seseorang di Montreal (Canada) bernama Christopher Miller. Ah, sebuah manuskrip
Lampung yang dibuat tahun 1868, tidak banyak diketahui masyarakat Lampung, “diurus”
oleh seseorang di benua jauh. Dengan catatan, sampai saat ini belum ditemukan
data ada pihak lain yang “mengopeni” Les
Manuscrits Lampongs.
Akhir
tahun 2015, saya berkomunikasi via surel dengan Miller. Pertanyaan saya simpel
saja, apa yang membuatnya mau susah payah meretransliterasi manuskrip itu? Tujuan
Miller sederhana: agar memudahkan siapa saja yang berminat mengetahui isi Les Manuscrits Lampongs, ketimbang
kesusahan membacanya dalam bahasa Prancis.
Yang
telah dilakukan Miller memang sangat membantu. Manuskrip yang bersumber dari
naskah beraksara Lampung, oleh Van der Tuuk ditranskripsi dan transliterasi ke
bahasa Prancis, 146 tahun kemudian oleh Miller ditransliterasi ke bahasa
Inggris sehingga lebih mudah dipahami isinya.
Miller
yang juga intens meneliti manuskrip dan aksara Sulawesi, Sumatra, dan Filipina,
menjelaskan bahwa ia melakukannya berbarengan dengan mentranskripsikan Hikayat Nur Muhamad (naskah aksara
Lampung, bahasa Melayu, isinya tentang agama). Menurut Miller, naskah HNM telah
diakuisisi British Museum tahun 1630. Naskah HNM ini jadi bahan tesis Lisa
Misliani (Kantor Bahasa Prop Lampung) tahun 2012.
Membaca
retransliterasi Miller, isinya lumayan mengejutkan. Dalam pertemuan di Royal
Academiy of Science di Amsterdam, 8 April 1867, Baron Sloet van de Beele
menjelaskan bahwa salah satu manuskrip beraksara Lampung itu didapatnya dari orang
pribumi bernama Pangeran Jalil di Menggala. Pada saat itu usia Jalil 80 tahun,
dan manuskrip itu sudah disimpan Jalil turun temurun, empat generasi,
diperkirakan umur manuskrip sekitar 200 tahun. Jadi bisa diperkirakan naskah
itu dibuat tahun 16an. Tidak ada keterangan apakah naskah-naskah koleksi Baron
itu masih tersimpan di suatu tempat atau sudah raib.
Di
bagian belakang Les Manuscrits Lampongs
ada sejumlah prosa pendek (Bandoeng
Tangis Lampong, Tjarita Badan Miskin, Tjarita Miskin, Bandoeng Lampong, Soerat
Sama Moelie, dan beberapa tanpa judul). Di sebuah prosa tanpa judul,
ditemui Puteri Sinjar Bulan, nama tokoh folklore daerah Lahat (Sumsel) sekaligus
kompleks megalitik di sana. Naskah tanpa judul lainnya, berisi ratapan seorang
lelaki (anonim) yang ditujukan kepada seorang wanita bernama Putri Tanjar
Kerangan. Cinta si lelaki pada Tanjar Kerangan terhalang beratnya jujur (uang atau barang yang harus
diserahkan pihak lelaki kepada pihak perempuan untuk perkawinan). Jika
dicermati transliterasi yang semuanya bersumber dari naskah aksara Lampung itu,
banyak kosa kata Melayu, Jawa, Arab, dan Banten.
Di
penjelasan mengenai manuskrip lainnya, ada formula magis penangkal racun, pengusir
roh jahat dan binatang buas. Ada juga jampi-jampi penangkal penyakit, pemikat
lawan jenis, pereda marah orang lain, juga jampi menang melawan musuh.
Transliterasi
naskah Pancalima dan Manuscript N
menarik. Di Lampung pada masa lampau, hari-hari dalam satu bulan diidentikkan
dengan hewan. Dalam transliterasi, hari pertama diidentikkan dengan kuda - hari
kedua, kijang - hari ketiga, harimau - hari keempat, kucing - hari kelima,
macan - hari keenam, gajah - hari ketujuh, tikus, dan seterusnya; disertai
sedikit keterangan tentang ihwal tersebut. Ini pun menarik untuk di kaji lebih
dalam dalam konteks budaya Lampung. Bagian akhir transliterasi berisi
penjelasan mengenai rincian aksara berdasar ringkasan per naskah.
Jika
bicara bahasa dan kelampungan; manuskrip ini patutnya “diurus” oleh orang
Lampung, yang masih bisa membaca aksara Lampung dan pihak-pihak berkompeten.
Sekecil apa pun dampaknya (juga data dan temuan baru berikutnya tentang Lampung
masa silam), itu ibarat keping puzzle yang bisa mengisi ruang-ruang kosong historiografi
“Lampung”. n
Arman AZ, Peneliti
dan peminat bahasa-budaya
Sumber:
Lampung Post, Minggu, 21 Februari 2016
Melalui blog ini, saya ucapkan terima kasih banyak kepada Mbah Suro atas bantuan anka togel nya, yg di berikan saya kemarin alhamdulillah benar2 tembus, berkat bantuan Mbah saya sudah bisa melunasi semua hutang2 saya sama tetangga bahkan saya juga sudah punya modal sedikit buat usaha kecil-kecilan, sekali lagi terima kasih banyak Mbah atas bantuannya kpd saya.. Jika anda ingin seperti saya hubungi aja beliau di nmr 082 354 640 471 atas nama Mbah Suro Ninggil........
ReplyDeleteNumpang tulisan blog saya tentang Lampung juga ya Pak, terima kasih banyak.. -- http://indraekspresi.blogspot.co.id/2016/05/lamban-panggung-di-lampung-selatan.html
ReplyDeleteHalo admin. Saya mau tanya, apa admin punya buku Wearing wealth and styling Tapis From Lampung Indonesia totton, mary-louise? Tolong bisa dibalas melalui e-mail saya taara.marshal@gmail.com terimakasih
ReplyDelete