October 7, 2012

Festival Krakatau: Gunung Krakatau Jadi Geopark

TUMPUKAN pasir hitam itu terus bertambah tinggi. Pertambahannya sejalan dengan pasokan material vulkanik yang keluar dari pusara yang menjadi as gundukan berbentuk tumpeng. Saat-saat tertentu, kerja tekanan udara panas dari dalam perut bumi itu begitu besar sehingga menerbangkan pasir dan kadang memancarkan bara magma.

Stockpile pasir itu adalah Gunung Anak Krakatau. Gunung yang induknya meletus hebat pada 1883 dan menjadi bencana kelas dunia itu kini menjadi daya tarik wisata. Dari semua tidak terlihat karena tingginya lebih rendah dari permukaan air laut, seiring pasokan pasir dari darat perutnya, tubuhnya terus meninggi dan melebar.

Kini, tinggi gunung paling aktif di dunia itu sekira 230 meter. Bagian kakinya juga terus mendesak air laut dan melebar. Catatan berbagai sumber menyebut luas kaki gunung yang rata dengan permukaan laut adalah sekira 2.400 hektare.

Begitu aktif, tetapi tidak terlalu berbahaya jika didekati dalam jarak antisipatif. Namun, para petualang pemberani kerap menjejakkan kakinya hingga ke bahu atau pinggang gunung. Spektanya luar biasa.

Jika sedang aktif, pesisir di wilayah sepanjang pantai seputaran Kalianda mendapat berkah. Pemandangan spektakuler sebab penduduk dapat menyaksikan gumuk besar berbentuk kerucut mengeluarkan abu dengan sorot ?lampu? magma dari bawah. Indahnya bahkan melebihi pemandangan sunset. Dan, momennya juga tidak rutin seperti matahari yang sedang menyelinap ke peraduan yang bisa dinikmati setiap sore hari di daerah-daerah tertentu.

?Geopark?

Hari ini dan sejak 22 tahun lalu, nama Krakatau menjadi ikon pariwisata Lampung. Festival Krakatau selalu menjadi momen untuk berziarah ke persemayaman kekuatan Tuhan melalui fenomena alam. Dan, saat kesadaran akan kelestarian fenomena itu muncul, sudah selayaknya Gunung Anak Krakatau menjadi taman kebumian (geopark).

Karena itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) mengajak Pemerintah Lampung mengusulkan gunung berapi yang masih aktif menjadi geopark ke UNESCO.

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Firmansyah Rahim mengemukakan dengan menjadi anggota geopark, pengembangan wisata Gunung Krakatau dapat dilakukan dengan mudah. "Jumlah wisatawan dapat meningkat hingga 4?5 kali lipat sebagaimana 88 geopark yang sudah ada. Untuk itu, mari bersama-sama menawarkan Gunung Krakatau sebagai geopark ke UNESCO," kata Firmansyah, saat pembukaan Festival Krakatau XXII/2012, Sabtu (6-10).

Menurut dia, banyak hal positif yang akan didapat Lampung jika Gunung Anak Krakatau masuk menjadi bagian geopark dunia. Khususnya, Festival Krakatau yang rutin digelar Pemerintah Provinsi Lampung dapat lebih berkembang.

Di Indonesia, status geopark pertama disandang Gunung Batur pada tahun lalu. Sementara tahun ini, lanjutnya, Kemenkraf tengah menawarkan Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Rinjani di Lombok, dan Raja Ampat di Papua Barat sebagai geopark ke UNESCO tahun ini.

Untuk itu, Firmansyah mengimbau seluruh komponen Provinsi Lampung untuk menyiapkan diri. Sebab, untuk menjadi global geopark juga didukung sinergitas pengembangan yang berkesinambungan dengan penduduk lokal yang hidup di daerah itu. Global geopark adalah program UNESCO yang berarti daerah terpadu yang memiliki warisan geologis yang langka, cantik, serta signifikan secara internasional.

Menanggapi hal itu, Gubernur Lampung menyambut positif wacana dari Pemerintah Pusat. Dia mengakui selama ini Lampung memiliki potensi cukup besar, tapi belum mampu mengembangkannya. "Potensi ada, tapi tidak tahu bagaimana cara mengembangkannya. Gunung Santorini di Yunani yang sudah tidak aktif lagi saja bisa menarik banyak wisatawan kenapa Gunung Karakatu yang masih aktif tidak bisa," ujarnya.

Kyay Oedin (sapaan Sjachroedin Z.P.) berharap Festival Krakatau dapat menjadi satu langkah sosialisasi destinasi wisata yang efektif. Kyay Oedin mengakui kini Festival Krakatau tidak sekadar tur Krakatau ataupun pergelaran seni budaya, tapi juga menonjolkan keagungan tapis.  (VERA AGLISA/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 7 Oktober 2012

No comments:

Post a Comment